LIPUTAN KHUSUS:
Riset Keanekaragaman Hayati Perlu Citizen Science
Penulis : Gilang Helindro
Anak-anak perkotaan berusia di atas 15 tahun kini kurang peduli terhadap fauna yang berada di lingkungan sekitar maupun hewan liar, kata BRIN.
Biodiversitas
Minggu, 03 Maret 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Riset-riset konservasi di Indonesia, termasuk dalam pemantauan burung, tidak bisa bergantung pada satu sumber, melainkan harus dengan kolaborasi banyak pihak, termasuk pegiat citizen science (sains warga). Jihad, Senior Biodiversity Officer Burung Indonesia mengungkapkan hal tersebut dalam kegiatan sensus burung di Banten pada Ahad (18/2) lalu.
Citizen science, kata Jihad, dapat diartikan sebagai peran serta publik dalam melakukan pendataan sebuah penelitian yang berbasis ilmiah. Masyarakat umum dapat berkolaborasi dengan ilmuwan-ilmuwan profesional dalam menganalisis dan mengumpulkan data. “Dan nantinya, peran citizen science ini akan berguna untuk menambah pemahaman dalam pengelolaan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati,” ungkap Jihad.
Jihad berharap, minat dan kepedulian masyarakat tidak hanya di kalangan tertentu saja, dan keterlibatan masyarakat itu penting.
“Tidak hanya masyarakat, tapi juga anak anak sekolah. Kami yakin anak-anak muda ini bisa menjadi penerus atau bisa membawa perubahan yang lebih baik terhadap kelestarian, termasuk fauna,” ungkap Jihad.
Memiliki pandangan yang sama, Kepala Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN, Evy Ayu Arida memandang anak-anak perkotaan berusia di atas 15 tahun kini kurang peduli terhadap fauna yang berada di lingkungan sekitar maupun hewan liar.
"Saya agak miris, mungkin ini hanya perasaan saya saja. Anak-anak 15 tahun ke bawah masih senang dengan hewan, tetapi setelah SMP ke sana jarang sekali mau punya piaraan atau studi tentang hewan," kata Evy seperti dikutip Antara, Senin, 19 Februari 2024.
Evy menjelaskan, anak-anak dari kecil hingga remaja saat ini jarang menekuni studi tentang fauna secara linear. “Ketika masuk ke jenjang Sekolah Menengah Atas, minat studi mereka cenderung ke arah tumbuhan, mikroba, tema-tema sosial maupun politik,” ungkap Evy.
Menurut Evy, Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dengan berbagai hewan endemik. Namun minat khusus terkait wisata pengamatan hewan justru ramai dari orang-orang mancanegara.