LIPUTAN KHUSUS:
Hari Ini PN Jakarta Timur Gelar Sidang Vonis Haris-Fatia
Penulis : Aryo Bhawono
Pejabat dinilai memanfaatkan instrumen hukum untuk membungkam kritik.
Hukum
Senin, 08 Januari 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Persidangan kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Panjaitan yang menyeret dua aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, memasuki sidang vonis pada hari ini, Senin (8/1/2024). Para pegiat lingkungan dan HAM berpendapat, hakim seharusnya membebaskan keduanya karena yang disampaikan mereka adalah kritik bukan hinaan.
Sebelumnya jaksa menuntut Haris dengan pidana 4 tahun dan denda Rp 1 juta subsider 6 bulan kurungan penjara. Sedangkan Fatia dengan tuntutan 3 tahun 6 bulan kurungan.
Keduanya dituntut dengan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Para pegiat HAM dan lingkungan mendesak pengadilan untuk membebaskan kedua aktivis ini. Fatia dan Haris dilaporkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan karena mendiskusikan riset ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’ yang dilakukan koalisi Bersihkan Indonesia melalui kanal youtube Haris Azhar.
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menyebutkan sejak awal perkara tindak pidana kepada Haris dan Fatia membuktikan bahwa pejabat memanfaatkan instrumen hukum untuk membungkam kritik. Kasus ini merupakan pelanggaran terhadap kebebasan mengemukakan pendapat dan berekspresi yang dijamin oleh Konstitusi UUD 1945
“Tuntutan kepada Haris dan Fatia merupakan bukti bahwa hukum pidana dapat dengan mudah digunakan sebagai alat untuk membungkam hak asasi manusia. Dalam berbagai kesempatan, Jaksa Penuntut Umum juga nampak mengenyampingkan dan merendahkan latar belakang Fatia dan Haris sebagai Pembela HAM dan pejuang lingkungan hidup,” ucap Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya Saputra, pada Minggu (7/2/2024).
Ia mendesak majelis hakim PN Jakarta Timur yang dipimpin oleh Cokorda Gede Arthana seharusnya membebaskan Haris dan Fatia.
“Majelis hakim pada agenda putusan besok harus menjaga independensi peradilan serta menunjukkan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Timur merupakan lembaga peradilan yang masih menjunjung serta menghormati nilai-nilai HAM dan tidak digunakan sebagai alat penguasa untuk membungkam kritik,” kata dia.
Dihubungi terpisah, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, yang turut terlibat dalam penyusunan riset menyebutkan hal yang dilakukan oleh Haris dan Fatia adalah menyuarakan perlindungan lingkungan. Seharusnya, ia mendapat jaminan dan perlindungan hukum.
Hasil riset itu adalah peringatan awal tentang terlibatnya pejabat dalam proses bisnis sumber daya alam, langsung atau tidak langsung. Seharusnya temuan ini ditindaklanjuti untuk meminimalisir konflik kepentingan.
Jika dirasa informasi itu salah, maka pejabatlah yang melakukan pembuktian, bukan mengkriminalkan.
“Jika hal seperti yang dilakukan Haris dan Fatia ini sampai dipidana, maka negara sedang menyempitkan ruang demokrasi. Salh satunya adalah membungkam kritik,” ucap dia.