LIPUTAN KHUSUS:
Australia Berencana Membuang Limbah Beracun di Dekat Indonesia
Penulis : Aryo Bhawono
Detail dokumen rencana pembuangan ini menunjukkan adanya risiko besar kebocoran minyak dan bahan lain selama operasi transportasi dan pembuangan.
Kelautan
Senin, 15 Mei 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Pemerintah Australia mengumumkan rencana pembuangan bahan radioaktif, minyak, dan limbah beracun lain dalam jumlah yang dirahasiakan ke wilayah laut dekat Indonesia. Rencana tersebut termasuk pembuangan bahan radioaktif dalam jumlah yang dirahasiakan, termasuk Uranium dan Thorium, minyak dan hidrokarbon lain, merkuri, serta racun lainnya ke laut
Website publikasi Environment Protection and Biodiversity Conservation (EPBC) milik Pemerintah Australia menyebutkan lokasi pembuangan berada 155 kilometer dari garis pantai Indonesia.
Penyimpanan dan pembongkaran produksi terapung (Floating Production Storage and Offloading/FPSO) Northern Endeavour akan ‘diderek’ melalui perairan Indonesia ke lokasi yang dirahasiakan di Asia. Sedangkan area penutup penonaktifan mencakup sekitar 4.400 hektar (ha), yang terdiri dari radius 1.500 meter di sekitar FPSO, infrastruktur bawah laut, dan sumur.
Beberapa detail dalam dokumen rencana ini menunjukkan adanya risiko besar kebocoran minyak selama operasi ini.
Friends of the Earth Australia (FoEA) menyebutkan pemerintah Australia mencoba menghindari pengawasan publik secara nasional dan internasional. Mereka diam-diam membuat pengajuan rencana pekan lalu, saat penyusunan anggaran yang disebut budget week.
Sedangkan tenggat waktu persetujuan rencana tersebut adalah Jumat, 12 Mei 2023. Tidak ada pelibatan pemangku kepentingan dan tidak ada konsultasi publik.
Friends of the Earth Australia (FoEA) mendesak perpanjangan tenggat waktu persetujuan, sehingga pemangku kepentingan dan publik memiliki waktu untuk mengkaji dokumen dan memberikan tanggapan atas rencana tersebut.
Offshore Gas Campaigner dari FoEA, Jeff Waters menyebut rencana ini sebagai tindakan keterlaluan Pemerintah Federal Australia. Saat akan melakukan decommissioning aset, perusahaan bahan bakar fosil harus menggunakan pedoman yang ketat dari regulator industri, baik saat aktivitas pembuangan maupun pada saat konsultasi.
“Namun saat Departemen Lingkungan Pemerintah Federal Australia merencanakan decommissioning Northern Endeavour ini, seluruh pedoman keselamatan yang ada, mendadak tidak lagi dipakai” jelas Waters melalui keterangan pers yang diterima redaksi.
Menurutnya solusi terbaik decommissioning semacam ini adalah dengan mengangkut anjungan tua dan kotor ke tempat pembongkaran dan fasilitas daur ulang di darat agar limbah beracun dapat dikelola dan tidak mencemari lingkungan. FoEA pun menuntut perpanjangan tenggat waktu persetujuan dan memastikan tidak ada bahan radioaktif berbahaya atau limbah beracun lain yang boleh dibuang ke laut selama proses tersebut.
Manajer Kampanye Tambang dan Energi WALHI, Fanny Tri Jambore menyerukan agar pemerintah Indonesia merespon ancaman bahaya tumpahan minyak, bahan radioaktif dan limbah beracun ini ke perairan Indonesia. Setiap proyek yang berisiko merusak lingkungan dan keselamatan manusia harus melalui telaah mendalam dan konsultasi.
"Telaah yang mendalam dan konsultasi yang berarti adalah syarat penting, untuk memastikan tidak adanya korban di lingkungan dan komunitas, sehingga konsultasi untuk proses dekomisioning ini harusnya juga melibatkan pemilik tradisional dari pulau-pulau di sekitar laut Timor dan pemerintah Indonesia" terang Rere, sapaan Fanny Tri Jambore.
Keterlibatan pihak Indonesia dalam konsultasi dan keputusan decommissioning FPSO Northern Endeavour yang akan melewati perairan Indonesia menjadi penting, mengingat kejadian tumpahan minyak dari aktivitas pertambangan minyak di lepas landas kontinen pernah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang merugikan ribuan warga di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Pengadilan Australia pada akhirnya memenangkan gugatan warga NTT atas kerugian yang mereka terima akibat tumpahan minyak ini.
Direktur WALHI Nusa Tenggara Timur, Umbu Wulang Tanaamahu menyampaikan bahwa trauma kerusakan lingkungan dari aktivitas industri bahan bakar fosil ini masih melekat pada warga di NTT. Seharusnya aktivitas yang bisa mengarah kepada terulangnya kerusakan semacam ini harus diminimalisir.
”Pemerintah Federal Australia seharusnya menggunakan standar keselamatan lingkungan yang ketat dan memastikan bahwa rencana dekomisioning FPSO Northern Endeavour dikaji ulang agar tidak lagi mengulang tragedi kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak di NTT," tandasnya.