LIPUTAN KHUSUS:
Stok Ikan Berkurang Akibat Krisis Iklim, Serangan Bajak Laut Naik
Penulis : Kennial Laia
Tren pembajakan terkait dengan dampak laut yang lebih hangat terhadap stok ikan, terutama di Afrika Timur dan Laut China Selatan.
Perubahan Iklim
Sabtu, 13 Mei 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Berkurangnya cadangan ikan akibat krisis iklim disebut telah meningkatkan serangan perompak atau bajak laut. Hal ini terungkap dalam sebuah studi yang mengamati dua hotspot pembajakan selama dua dekade terakhir.
Menurut studi tersebut, laut yang lebih hangat berdampak negatif pada perikanan di Afrika timur, salah satu wilayah terburuk di dunia untuk pembajakan. Sementara di Laut Cina Selatan, titik rawan serangan lainnya, efek sebaliknya terjadi: populasi ikan meningkat.
Menurut Gary LaFree, seorang profesor kriminologi dan peradilan pidana di University of Maryland, dan salah satu rekan penulis makalah tersebut,
fenomena ini menciptakan "eksperimen alami yang langka" yang menguji hubungan antara kerusakan iklim dan risiko pembajakan.
“Kami ingin menguji hipotesis: apakah pembajakan meningkat saat produksi ikan menurun dan menurun saat produksi ikan meningkat?” kata LaFree.
LaFree mengatakan jawabannya adalah ya. “Kami melakukan analisis multi-variasi untuk melihat apakah teori yang mendasarinya signifikan secara statistik dan memang demikian.”
Studi tersebut diterbitkan dalam jurnal American Meteorological Society, Weather, Climate, and Society (WCAS). Para peneliti mengamati lebih dari 2.000 serangan di Afrika timur dan Laut China Selatan selama 20 tahun terakhir. Hasilnya, mereka menemukan bahwa tren pembajakan terkait dengan dampak laut yang lebih hangat terhadap stok ikan.
Di Afrika timur, di mana populasi ikan menurun karena laut yang lebih hangat, tingkat pembajakan meningkat. Namun kenaikan suhu laut memiliki efek sebaliknya di Laut Cina Selatan. Di sana, populasi ikan meningkat dan tingkat pembajakan menurun.
“Dalam jangka waktu kira-kira 20 tahun, kami menemukan perbedaan yang signifikan secara statistik dan dapat diukur,” kata LaFree. “Saya terkejut dengan betapa cepatnya perubahan itu terjadi, terutama ketika Anda memikirkan perubahan iklim yang kemungkinan besar akan semakin cepat di masa depan.”
Studi sebelumnya yang dikutip dalam makalah menunjukkan bahwa nelayan, yang sudah memiliki keterampilan melaut dan merupakan salah satu komunitas termiskin di dunia, menjadi sasaran sindikat kriminal yang terlibat dalam perompakan.
“Anda cenderung berpikir apakah Anda seorang kriminal atau bukan kriminal,” kata LaFree. “Tapi ada bukti dari peneliti lain bahwa beberapa nelayan hanyut ke dalamnya, tergantung bagaimana hasil tangkapan ikan.”
Bo Jiang, seorang asisten profesor di fakultas ilmu sosial di Universitas Makau dan penulis utama studi tersebut, mengatakan: “Saya dibesarkan di Singapura. Ada banyak nelayan di perairan terdekat yang dikenal sebagai 'bajak laut siaga'.”
Hubungan antara pemanasan laut, perikanan, dan serangan bajak laut sangat signifikan, bahkan setelah pengaruh lain dikendalikan, seperti tekanan ekonomi, penjaga keamanan swasta di kapal, dan korupsi politik lokal, kata para penulis. Ini juga menimbulkan pertanyaan tentang cara membantu nelayan.
“Bagi pemerintah Somalia dan Kenya dan negara-negara pantai di Afrika timur, ini adalah masalah mendesak yang perlu ditangani,” kata Jiang.
“Jika argumen kami benar, dan suhu laut terus meningkat di masa mendatang, perjuangan melawan pembajakan di Afrika timur akan menjadi semakin sulit,” kata makalah tersebut.
Pembajakan merugikan industri perkapalan $9 miliar per tahun dan menimbulkan ancaman keamanan yang besar. Sekitar 90% barang perdagangan dunia diangkut melalui laut.