LIPUTAN KHUSUS:

Nestapa Warga Sangasanga Dalam di Sekitar Tambang Batu Bara


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Banjir bandang semacam ini sudah menjadi fenomena yang rutin terjadi di Sangasanga Dalam. Terutama tiap kali terjadi hujan deras.

SOROT

Jumat, 24 Februari 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Hari sudah gelap namun sejumlah warga masih sibuk mengeringkan lantai dan membersihkan lumpur yang dibawa banjir bandang masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi. Di pekarangan, berbagai tanaman, termasuk sayuran, terendam lumpur.

Ya, Sabtu, 18 Februari 2023, pekan lalu puluhan rumah di RT 24 Kelurahan Sangasanga Dalam, Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim), kembali diterjang banjir bandang dan nyaris melumpuhkan aktivitas ekonomi warga. Selain RT 24, banjir serupa juga terjadi di RT 1 dan RT 2 kelurahan itu.

Sabtu sore itu, sekitar pukul 16.00 WITA, hujan turun begitu derasnya, dan ada rasa was-was yang muncul dalam benak Zainuri, Ketua RT 24. Karena di kampungnya, hujan deras bukanlah pertanda baik. Benar saja, sekitar setengah jam kemudian, banjir bandang berlumpur segera datang, lalu menggenangi puluhan rumah di RT 24, termasuk rumahnya.

"Banjir lumpur ada yang masuk rumah, merendam perkebunan, halaman dan jalan. Air surut sekitar pukul 18.00 WITA. Bekas banjir meninggalkan lumpur. Tanaman menjadi rusak karena terendam lumpur, halaman rumah menjadi licin dan warga yang rumahnya terendam banjir sibuk membersihkan lumpur sisa banjir," kata Zainuri, Senin, 20 Februari 2023 kepada Betahita.

Warga membentangkan spanduk penolakan perpanjangan IUP Operasi Produksi CV SSP di Kelurahan Sangasanga Dalam, saat banjir bandang melanda 18 Februari 2023./Foto: Istimewa

Banjir bandang semacam ini sudah menjadi fenomena yang rutin terjadi di sana. Zainuri menyebut, tiap kali hujan deras, banjir bandang berlumpur seperti itu pasti datang.

Saking seringnya banjir bandang, belasan hektare lahan pertanian milik warga kini menjadi tidak produktif lagi. Bahkan menurut Zainuri, banyak tanaman kopi dan kelapa warisan orangtuanya, kini mati terendam lumpur. Hal yang sama dialami puluhan warga lainnya di RT 24.

"Sedih sekali kita ini. Tanah diolah dipupuk, tidak lama hujan teredam lumpur lagi. Tanaman sayur tinggal tunggu panen beberapa hari lagi tiba-tiba diterjang banjir," keluh Zainuri.

Menurut Zainuri, banjir lumpur semacam ini sudah terjadi sejak lama. Terutama sejak perusahaan pertambangan batu bara mulai beroperasi di wilayah Sangasanga Dalam.

Tambang Batu Bara Jadi Biangnya

Masih lekat dalam ingatan Zainuri, sekitar 2005-2006 silam tambang batu bara mulai beroperasi di wilayah perbukitan Sangasanga Dalam. Kala itu pelakunya adalah CV Surya Bersinar. Perusahaan itu menurut Zainuri, beraktivitas tanpa persetujuan warga Sangasanga Dalam namun berhasil mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi.

Seiring waktu berjalan, aktivitas tambang itu mengakibatkan longsoran tanah serta pasir, dan hal itu sering terjadi. Longsoran itu kemudian terbawa air saat hujan datang, hingga pada akhirnya memenuhi parit besar sedalam 2-3 meter dengan lebar 6 meter yang mengular sepanjang 4 kilometer di Sangasanga Dalam.

Lambat laun, parit besar peninggalan zaman Belanda yang awalnya berfungsi sebagai drainase di Sangasanga Dalam, akhirnya rata dengan tanah dan tidak lagi berfungsi. Walhasil, air dari perbukitan yang seharusnya mengalir lancar di parit besar itu menjadi luber membanjiri lahan pemukiman warga. Zainuri bilang banjir bandang ini selanjutnya sudah tidak dapat dikendalikan lagi.

Kondisi banjir bandang yang wilayah RT 24 Kelurahan Sangasanga Dalam pada 2011 silam./Foto: Istimewa

Singkat cerita, pada 2011 silam CV Surya Bersinar akhirnya menghentikan aktivitas tambangnya. Tetapi perusahaan itu meninggalkan lahan bekas tambang yang tidak direklamasi, atau tidak dipulihkan seperti kondisi sebelumnya.

Tak lama kemudian, perusahaan tambang batu bara lainnya, yakni CV Sanga-Sanga Perkasa (SSP), mengajukan perpanjangan IUP Operasi Produksi kepada pemerintah daerah setempat. Zainuri bilang, lokasi tambang CV SSP ini bersebelahan dengan lokasi tambang CV Surya Bersinar. Lokasinya juga berada di wilayah Kelurahan Sangasanga Dalam.

"CV Sanga Sanga Perkasa menawarkan untuk membantu melaminasi lubang bekas tambang yang ditinggalkan CV Surya Bersinar itu."

Pada 5 Desember 2012, CV SSP akhirnya mendapat persetujuan perpanjangan IUP Operasi Produksi dari Bupati Kukar, dengan Nomor 540/050/IUP-OP/ MB-PBAT/XII/2012. Izin itu berlaku selama 2 tahun, dengan ketentuan 1 tahun produksi dan 1 tahun pascatambang.

Memperoleh izin menambang CV SSP pun beroperasi, dan lahan bekas tambang CV Surya Bersinar itu juga dilaminasi dengan menggunakan top soil atau lapisan paling atas tanah bekas tambang. Perusahaan itu juga membantu mengeruk atau menormalisasi parit besar yang tertimbun pasir dan tanah. Permasalahan banjir bandang di Sangasanga Dalam akhirnya tertangani, untuk sementara waktu.

Hingga pada November 2013, CV SSP melalui Kepala Teknik Tambangnya M. Budiman R. melayangkan surat pemberitahuan kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang Kabupaten Kukar dengan Nomor 1/KEL/SSP/XI/2013. Isi surat tersebut intinya memberitahukan bahwa operasi pertambangan di wilayah IUP Operasi Produksi CV SSP telah dihentikan pada 22 September 2013.

Alasan penghentian operasi tambang ini dikarenakan cadangan batu bara telah habis. Kegiatan akan dilanjutkan dengan program reklamasi dan penutupan tambang sebelum batas waktu IUP-OP berakhir pada Desember 2014.

Namun penutupan tambang itu tak pernah realisasi. Hingga IUP Operasi Produksi berakhir, CV SSP ternyata tidak melaksanakan kegiatan reklamasi di seluruh wilayah pasca-tambangnya. Alat kerja milik kontraktornya (PT Putra Mandiri) sudah ditarik.

Bahkan CV SSP meninggalkan lubang tambang yang menyatu dengan lubang tambang CV Surya Bersinar seluas kurang lebih 6 hektare dengan kedalaman 40-50 meter yang berjarak kurang dari 100 meter dari rumah warga.

"Sekarang isi danau itu pasir dan lumpur, jadi pas jebol keluar terbawa air hujan ke kampung. Dan karena danau itu dalam, jadi setiap hujan deras lumpur yang ada di dalamnya teraduk oleh arus air dari perbukitan yang masuk ke dalam cekungan danau."

Tak hanya itu, settling pond atau kolam pengendapan lumpur sedalam sekitar 20 meter seluas seperempat hektare yang ditinggalkan CV SSP, juga tidak direklamasi. Kolam pengendapan lumpur ini menjadi biang petaka bagi warga Sangasanga Dalam di kemudian hari.

Zainuri mengungkapkan, pada Desember 2015 settling pond CV SSP itu jebol dan disposalnya (timbunan tanah galian tambang) longsor. Akibatnya air bercampur lumpur di dalamnya meluber menciptakan banjir bandang yang membawa material pasir menuju kali (parit) utama yang melintasi RT 24 Kelurahan Sangasanga Dalam dan Kelurahan Sarijaya.

Tampak bekas sisa settling pond yang jebol pada 2015 lalu./Foto: Istimewa

"Bekas jebolnya settling pond CV Sanga Sanga Perkasa tampak lubang lubang sedalam 0,5 meter, pohon-pohon rubuh dan patahan tanah setinggi 3 meter membentuk air terjun. Menggambarkan dahsyatnya air saat tanggul jebol. Limpasan air juga sempat masuk kolam ikan warga RT 24 yang berada tak jauh dari settling pond," urai Zainuri.

Parit besar yang sudah dinormalisasi itu kembali mengalami pendangkalan, karena penuh dengan pasir dan lumpur. Kedalamannya menjadi hanya setengah meter saja, padahal normalnya sedalam 2 meter.

Parit besar itu sempat dilakukan normalisasi lagi dengan bantuan PT Pertamina. Namun, kondisi perbukitan yang sudah terlanjur berantakan akibat tambang, telah mengakibatkan debit air yang mengalir ke parit menjadi terlalu besar.

Imbasnya, tiap kali hujan lebat, air dalam parit itu akan meluap dan membuahkan banjir bandang seperti yang baru-baru ini terjadi. Apalagi sebagian parit, khususnya di bagian hilir, mengalami pendangkalan karena pasir yang terbawa saat hujan.

Menurut Zainuri, dulunya kampung halamannya tidak pernah mengalami banjir, karena hutan di perbukitan masih alami. Namun sekarang hutan itu telah habis akibat tambang.

"Lahan bekas tambang jangankan menyerap air, justru saat hujan malah terjadi erosi terus menerus."

Tambang Datang Lagi

Tidak banyak yang warga harapkan menyangkut krisis kondisi lingkungan akibat tambang ini. Menurut Zainuri, warga hanya meminta agar tidak ada lagi aktivitas pertambangan di wilayah Sangasanga Dalam, khususnya daerah perbukitan. Aktivitas tambang baru hanya akan menambah lingkungan di sana menjadi semakin rusak.

Bekas lubang tambang yang tidak direklamasi di Sangasanga Dalam./Foto: Istimewa

Bahkan sejak masa berlaku IUP Operasi Produksi CV SSP berakhir 2014 lalu, warga secara mandiri melakukan penanaman ragam tanaman keras di lahan bekas tambang. Warga ingin membantu lahan bekas tambang pulih, toh mereka pikir izin tambang CV SSP itu tidak akan diperpanjang lagi.

"Pemerintah dan perusahaan selama ini tidak ada (lakukan penanaman pohon). Hanya warga secara mandiri bersama aktivis lingkungan dan mahasiswa pecinta lingkungan yang melakukan kegiatan penanaman secara mandiri. Yang ditanam itu jenis kopi, jambu jamaika, petai, mangga, aren, mahoni, gaharu, damar, kelapa, pisang dan lain-lain," tutur Zainuri.

Namun tanpa disangka, pada 9 April 2018 IUP Operasi Produksi CV SSP kembali aktif dengan masa berlaku selama 5 tahun. Permohonan persetujuan perpanjangan izin CV SSP diamini oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kaltim, dengan Nomor 503/609/IUP OP/DPMPTSP/IV/2018. Zainuri bilang, pada 13 April 2018 lalu dirinya juga menerima surat dari pihak CV SSP berisi pemberitahuan kegiatan dan permohonan sosialisasi rencana aktivitas tambang.

"Makanya warga kaget setelah 4 tahun IUP mati, tiba-tiba pemerintah mengeluarkan IUP perpanjangan yang masa berlakunya 5 tahun."

Atas adanya perpanjangan IUP Operasi Produksi CV SSP, warga RT 24 kemudian menggelar pertemuan, dan sepakat untuk menolak aktivasi kembali kegiatan tambang perusahaan itu. Penolakan itu juga disampaikan kepada Lurah Sangasanga Dalam dan diteruskan ke dinas-dinas terkait.

"Lahan lahan bekas tambang yang telah ditinggalkan 10 tahun lalu masih menimbulkan bencana, apalagi jika ada penambangan baru lagi. Itu sebabnya warga RT 24 kecewa dan marah karena pemerintah masih memberikan kesempatan kepada CV Sanga-sanga Perkasa untuk menambang kembali di lingkungan kami," ujar Zainuri.

Warga memasang sejumlah spanduk atau banner berisi penolakan kehadiran tambang CV SSP./Foto: Istimewa

Sejak menyatakan menolak, warga RT 24 menjadi kerap bersinggungan dengan pihak perusahaan. Beberapa kali warga harus turun ke lapangan menyetop kegiatan tambang CV SSP, bahkan menempuh jalur hukum. Lantaran pihak perusahaan nekat beroperasi, meski perizinannya belum lengkap.

Pemerintah melalui instansi-instansi terkait sebetulnya sudah beberapa kali melarang perusahaan ini beraktivitas, karena belum melengkapi dokumen-dokumen perizinan. Bahkan pada 21 Februari 2019 DPMPTSP Kukar mengeluarkan surat dengan Nomor: 660.4/132/BID.III.3/DPMPTSP yang isinya menolak perpanjangan Izin Lingkungan UPL UKL CV SSP.

"Selain pertimbangan cadangan batu bara telah habis, adanya penolakan masyarakat serta potensi bencana yang ditimbulkan apabila kegiatan tambang dilakukan menjadi alasan pemerintah menolak izin UKL UPL CV SSP," terang Dasi, salah seorang tokoh masyarakat RT 24.

Selain itu, lanjut Dasi, Dinas ESDM Kaltim juga tercatat tiga kali mengeluarkan surat peringatan kepada CV SSP terkait operasi kegiatannya, terakhir pada 25 April 2019.

Perusahaan Menambang di Luar Izin

Pada 17 Januari 2022 lalu perusahaan itu bertingkah, dengan nekat menambang, tanpa persetujuan dari warga RT 24. Kegiatan CV SSP itu diduga dilakukan di luar areal izin.

Alat berat CV SSP tengah melakukan aktivitas penambangan, pada 17 Januari 2022 lalu./Foto: Istimewa

Hal itu memicu terjadinya aksi damai melibatkan sekitar 200 warga di Kantor Camat Sangasanga yang meminta penghentian aktivitas CV SSP. Aksi damai itu membuahkan hasil.

“Pada 26 Januari 2022, Dinas ESDM Kaltim bersama DLHK Kukar dan Inspektur Tambang melakukan peninjauan ke lokasi tambang dan melakukan penghentian kegiatan CV SSP. Selain itu pada 18 April 2022 Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba) juga mengeluarkan surat yang berisi tentang penghentian kegiatan tambang CV SSP yang menambang di luar konsesi,” urai Dasi.

Kasus kegiatan penambangan di luar izin ini bahkan telah dilaporkan warga ke Polda Kaltim sejak awal 2022 lalu. Walaupun hingga kini tidak ada satu pun dari pihak CV SSP yang ditetapkan sebagai tersangka, apalagi dilimpahkan ke Pengadilan.

Namun ada satu hal yang mengganjal. Pada 6 Maret 2022, Dirjen Minerba Kementerian ESDM menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) yang diajukan pihak CV SSP. Belakangan persetujuan RKAB itu disoal oleh warga RT 24.

Warga merasa tidak habis pikir, bagaimana bisa RKAB tetap disetujui sedangkan CV SSP telah menimbulkan sejumlah persoalan yang merugikan warga RT 24. Terlebih perusahaan itu terbukti telah menambang di luar izin.

Dari sisi keuntungan penerimaan negara, warga menganggap, CV SSP sebenarnya juga tidak layak diberikan RKAB baru. Mengingat target produksi perusahaan hanya 118.020 ton. Jumlah ini jelas tidak sebanding dengan daya rusak yang akan ditimbulkan di RT 24 dan wilayah sekitarnya.

"Oleh sebab itu warga tetap kukuh menolak aktivitas tambang CV SSP walau informasi yang beredar perusahaan mendapatkan RKAB baru," kata Dasi.

Bekas Lubang Tambang Membahayakan

Sementara itu, saat dimintai komentarnya, Inspektur Tambang Kaltim, Firmansyah Adi Prianto, tidak bersedia berbicara tentang kelengkapan perizinan CV SSP. Alasannya karena dirinya tidak memiliki kapasitas untuk menyampaikan hal tersebut.

"Saat tim ke sana bulan Agustus September 2022, tidak ada kegiatan pertambangan," kata Firmansyah, Senin (20/2/2023), saat ditanya mengenai pelaksanaan kaidah teknik pertambangan CV SSP dan hasil pengawasan yang dilakukan.

Soal bekas lubang tambang yang ikut menyebabkan banjir bandang di Sangasanga Dalam. Firmansyah menyebut telah memerintahkan CV SSP untuk melakukan kegiatan reklamasi. Sayangnya Firmansyah tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai perintah reklamasi itu, termasuk batas waktu pelaksanaannya.

Tampak dari ketinggian lubang bekas tambang yang ditinggalkan perusahaan tanpa reklamasi./Foto: Istimewa

Mengenai reklamasi lubang tambang, Zainuri berpendapat, sewaktu CV SSP masih beroperasi, warga Sangasanga Dalam memang meminta agar lubang bekas tambang itu ditutup. Namun bicara hari ini, Zainuri menganggap wacana penutupan lubang bekas tambang yang kini sudah menjadi danau seluas 6 hektare sedalam 50 meter itu, agaknya menjadi pekerjaan yang mustahil.

"Awal mereka mau masuk kembali juga beralibi mau menutup danau. Tapi kalau tutup danau harus ambil tanah dari wilayah kami, sama saja dengan membuat kerusakan baru yang lebih parah. Warga berharap danau yang ada bisa dipagar kawat duri saja supaya aman dari anak anak," kata Zainuri.

Menurut Zainuri, kini lubang tambang peninggalan perusahaan-perusahaan tambang batu bara itu telah menyerupa danau. Air dalam lubang tambang itu cenderung asam, sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air bersih warga.

"Kami khawatir kalau ada anak-anak yang berenang, karena tepi danaunya saja pernah kita ukur pakai bambu dalamnya lebih dari 4 meter. Bentuknya seperti patahan curam. Kalau ada anak yang berenang bisa tenggelam."

Hingga artikel ini selesai ditulis, upaya konfirmasi dan permintaan wawancara yang ditujukan kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kukar, Alfian Noor, tidak mendapat respon apapun dari yang bersangkutan.

Begitu juga dengan Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara, Lana Saria, dan Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batu Barat, Sunindyo Suryo Herdadi. Kedua pejabat teras Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) itu sama-sama tidak memberikan tanggapan atas upaya konfirmasi dan wawancara yang coba dilakukan Betahita.