LIPUTAN KHUSUS:
Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Listrik Resmi Diluncurkan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Konon perdagangan karbon ini mulai diimplementasikan demi pencapaian Net Zero Emission dan menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Energi
Minggu, 05 Maret 2023
Editor : Redaksi Betahita
BETAHITA.ID - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi meluncurkan Perdagangan Karbon Subsektor Tenaga Listrik. Konon perdagangan karbon ini mulai diimplementasikan demi pencapaian Net Zero Emission dan menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Dalam rilis resminya, Menteri ESDM Arifin Tasrif berharap perdagangan karbon tersebut dapat didukung oleh para pelaku usaha di subsektor pembangkitan tenaga listrik. Menurutnya, untuk mencapai target pengurangan emisi GRK di sektor energi, sesuai dengan dokumen enhanced Nationally Determined Contribution (NDC), diperlukan dukungan dan partisipasi dari pembangkit yang memanfaatkan energi baru terbarukan dan pelaku usaha lainnya yang melakukan aksi mitigasi di lingkup sektor energi.
Berdasarkan peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik yang telah disusun, pelaksanaan perdagangan karbon berpotensi dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebesar lebih dari 36 juta ton CO2e pada 2030.
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional.
"Nilai Ekonomi Karbon ini merupakan mekanisme pasar yang memberikan beban atas emisi yang dihasilkan kepada penghasil emisi, sehingga dapat dikatakan Nilai Ekonomi Karbon dapat memberikan insentif bagi kegiatan yang dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca," ujar Arifin, dalam pembukaan "Launching Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik" di Jakarta, Rabu (22/02/2023).
Seperti diketahui, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik. Peraturan ini salah satunya mengatur mengenai perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik dan akan menjadi acuan dalam pelaksanaan perdagangan karbon tersebut.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman Hutajulu mengatakan, tahun ini akan dilaksanakan perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik dalam tahap mandatory. Perdagangan karbon ini pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada unit pembangkit PLTU batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW.
"Untuk mendukung pelaksanaan perdagangan karbon tersebut, Kementerian ESDM telah menetapkan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE)," ujar Jisman.
Lebih lanjut Jisman menyampaikan, pada 2023 Kementerian ESDM telah menetapkan nilai Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) kepada 99 unit PLTU Batubara (42 perusahaan) yang akan menjadi peserta perdagangan karbon dengan total kapasitas terpasang 33.569 MW.
United Nations Development Program (UNDP) Resident Representative Norimasa Shimomura menyatakan dukungan terhadap pelaksanaan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik.
Dia bilang, melalui kesempatan ini, Indonesia mengambil langkah pertama untuk menggunakan perdagangan karbon sebagai instrumen di sektor energi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari pembangkit listrik tenaga batu bara, serta menawarkan insentif karbon untuk investasi energi terbarukan dan efisiensi energi.
"Sebuah kehormatan bagi UNDP untuk berpartisipasi dalam Transisi Energi Indonesia dengan pendanaan dari pemerintah Jepang," ungkap Norimasa.
Ke depannya, secara bertahap perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik pada fase kedua dan ketiga akan diterapkan pada pembangkit listrik fosil selain PLTU batu bara dan tidak hanya yang terhubung ke jaringan PT PLN (Persero).
"Melalui perdagangan karbon ini diharapkan dapat mengubah perilaku kita untuk lebih mengarah ke aktivitas ekonomi hijau yang lebih rendah karbon dan mempercepat pengembangan EBT," tutup Arifin.