LIPUTAN KHUSUS:
Soal Info HGU, Ombudsman Nilai BPN Lakukan Maladministrasi
Penulis : Gilang Helindro
Ombudsman RI menyampaikan rekomendasi terkait informasi HGU tak kunjung diberikan kepada FWI.
Agraria
Selasa, 31 Januari 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Buntu. Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI) selama lebih dari tujuh tahun mendorong kampanye #KeterbukaanInformasi Hak Guna Usaha (HGI) masih menemui jalan buntu. Pasalnya menurut Ombudsman RI, hingga hari ini rekomendasi terkait informasi HGU tak kunjung diterima FWI dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Dalam perjalanan upayanya untuk membuka informasi soal HGU, Ombudsman RI menemukan maladministrasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Padahal, telah terdapat putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atas persoalan permohonan informasi ini.
Kepala Keasistenan Utama Resolusi dan Monitoring Ombudsman RI Dominikus Dalu dalam konferensi pers mengatakan, Ombudsman RI menemukan maladministrasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) atas belum diberikannya informasi berupa dokumen hak guna usaha meski telah terdapat putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
“Sekretaris Jenderal selaku Atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian ATR/BPN selaku terlapor melakukan malaadministrasi dalam bentuk penundaan berlarut terkait belum diberikannya informasi dokumen HGU (hak guna usaha) perkebunan kelapa sawit,” katanya.
Dokumen HGU yang dimohonkan Forest Watch Indonesia (FWI) selaku pelapor adalah dokumen HGU perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara yang dibutuhkan pelapor untuk studi perkembangan kelapa sawit di Pulau Kalimantan.
Dominikus menjelaskan temuan maladministrasi tersebut diperoleh pihaknya berdasarkan serangkaian pemeriksaan yang dilakukan Ombudsman RI sejak 2017 hingga 2019. Proses pemeriksaan tersebut berupa permintaan klarifikasi, investigasi, dan telah diterbitkan pula Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) pada Maret 2019.
“Menyerahkan laporan akhir pemeriksaan kepada terlapor, namun demikian terlapor tidak memberikan tanggapan sehingga permasalahan belum memperoleh penyelesaian,” katanya.
Dijelaskan bahwa sebelumnya persoalan tersebut telah melalui serangkaian pengujian kelayakan pemberian informasi. Dalam hal tersebut Ombudsman telah berkoordinasi dengan Komisi Informasi Pusat (KIP) RI sebagai lembaga yang berwenang memutus informasi yang layak diberikan ataupun tidak. Kemudian diketahui bahwa informasi tersebut masuk dalam kategori informasi publik terbuka yang dapat diberikan sebagaimana putusan Komisi Informasi Pusat RI Nomor 057/XII/PS-M-A/2015.
FWI menilai, Keterbukaan Informasi adalah prinsip dasar untuk mewujudkan tata kelola sumberdaya hutan dan lahan yang baik dan berkelanjutan. Tanpa adanya keterbukaan informasi khususnya HGU, ini akan terus berpotensi menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan dan konflik. Sebagai contoh, kerusakan hutan alam akibat perkebunan kelapa sawit sebesar hampir 1 juta hektare selama 4 tahun 2017-2021. Tentunya ini tidak sejalan dengan komitmen Indonesia di tingkat global seperti Net Zero Emission 2060 dan pengurangan emisi 31% tahun 2030. Serta akan terus memperpanjang konflik agraria di Indonesia.
Dalih Kementerian ATR/BPN menutup informasi HGU dikarenakan untuk melindungi keamanan negara dan melindungi harta kekayaan milik privat sungguh tidak sejalan dengan prinsip keterbukaan. Belum lagi, dari analisis kami masih adanya Perkebunan Kelapa Sawit di dalam kawasan hutan seluas 3,2 juta hektare.
Dalam perjuangannya, selama rentang waktu 7 tahun berproses mendorong #KeterbukaanInformasi HGU di Kementerian ATR/BPN, FWI setidaknya telah melalui 13 kali proses persidangan (ATR/BPN 4 kali mangkir sidang) dan 2 kali proses mediasi (2 kali juga BPN tidak hadir mediasi). Bahkan Kementerian ATR/BPN tidak menghadiri sidang pemeriksaan awal pengajuan PK, dimana mereka sendirilah yang bertindak selaku pemohon PK. Selain menempuh jalur litigasi, FWI juga sudah pernah melaporkan kasus kinerja #KeterbukaanInformasi HGU kepada Bareskrim POLRI bahkan hingga ke Presiden Jokowi lewat Kantor Staf Kepresidenan namun tidak juga ditanggapi.
Adapun isi rekomendasi Ombudsman RI bernomor : 0002/RM.03.01/0750.2017/XII/2022 tertanggal 30 Desember 2022 sebagai berikut: Pertama, melaksanakan Pemberian Informasi kepada Forest Watch Indonesia (FWI), mengingat telah melalui serangkaian pengujian kelayakan untuk diberikan informasi, sebagaimana putusan Komisi Informasi Pusat RI Nomor 057/XII/PS-MA/2015 tertanggal 22 juli 2016 jo.
Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 61 PK/TUN/KI/2020 tertanggal 26 Maret 2020, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) untuk memberikan dokumen Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di seluruh Kalimantan kepada FWI, sebagai bentuk pelayanan publik yang baik kepada masyarakat, ketaatan kepada putusan pengadilan dan kepastian hukum.
Kedua, mekanisme pemberian informasi tersebut dapat dikoordinasikan dengan Forest Watch Indonesia (FWI) selaku pelapor.
Agung Ady Setyawan, Juru Kampanye FWI mengatakan dengan adanya rekomendasi tersebut, kami sangat mengapresiasi Ombudsman RI yang mau mengawal proses pelaporan ini sampai selesai hingga keluar suatu Rekomendasi yang mewajibkan Kementerian ATR/BPN untuk melaksanakan putusan dan membuka dokumen HGU ke Publik.
“Tentunya rekomendasi ini juga semakin memperkuat putusan-putusan sebelumnya sehingga kami berharap peran Ombudsman RI tidak berhenti sampai disini dan tetap mengawal kepatuhan pelaksanaan hasil rekomendasinya. Termasuk upaya pelaporan ke DPR dan juga Presiden jika memang Kementerian ATR/BPN tidak juga mau melaksanakan putusan”, tutupnya.