LIPUTAN KHUSUS:

Explainer: Apa Saja Hasil dari Konferensi Iklim COP27?


Penulis : Kennial Laia

Kesepakatan tentang kehilangan dan kerusakan berhasil dicapai di COP27. Namun mekanisme dan sumber dananya belum jelas.

Perubahan Iklim

Kamis, 24 November 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Konferensi iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP27) di Sharm el-Sheikh, Mesir telah selesai. Agenda tersebut kembali membahas masa depan planet di tengah krisis iklim yang semakin genting. Hampir 200 negara menghadiri selama berlangsung pada 6-20 November 2022. 

Beberapa poin utama hasil negosiasi negara-negara tersebut: 

Kehilangan dan kerusakan

Kehilangan dan kerusakan (loss and damage) salah satu isu yang berhasil disepakati menjelang berakhirnya COP27. Masalah ini didorong oleh negara berkembang, seperti Venezuela, Rwanda, Tuvalu, Pakistan, Eswatini, dan negara Afrika lainnya. Mereka mendesak adanya dukungan finansial untuk kehilangan dan kerusakan dari dampak krisis iklim. Uang ini dibutuhkan untuk menyelamatkan dan membangun kembali infrastruktur fisik dan sosial negara-negara yang hancur akibat cuaca esktrem selama hampir tiga dekade. 

Pemandangan tanda COP27 di jalan menuju area konferensi di resor Laut Merah Mesir di kota Sharm el-Sheikh saat kota tersebut bersiap untuk menjadi tuan rumah KTT COP27 bulan depan, di Sharm el-Sheikh, Mesir 20 Oktober, 2022./Foto: REUTERS/Sayed Sheasha

Kesepakatan mengenai dukungan ini merupakan kemajuan besar. Pasalnya selama ini negara-negara maju dan kaya menolak pembiayaan untuk kompensasi loss and damage karena dianggap menjadi tanggung jawab jangka panjang. Namun masih ada bagian yang sulit. Dana harus disiapkan, dan diisi dengan uang tunai. Belum ada kesepakatan tentang bagaimana pembiayaan harus disediakan dan dari mana asalnya. Skotlandia, tuan rumah COP26 di Glasgow tahun lalu, menjadi yang pertama menawarkan dan berjanji pendanaan sebesar total 7 juta pound streling. Skotlandia juga mendorong negara lain melakukan hal serupa. 

Target 1.5C

Perjanjian Paris pada 2015 memiliki dua tujuan: untuk menjaga kenaikan suhu “jauh di bawah 2C” di atas tingkat pra-industri, dan “mengejar upaya”  untuk menjaga kenaikan menjadi 1,5C. Sejak saat itu para ilmuwan telah menunjukkan secara jelas bahwa suhu 2C tidak aman, sehingga pada COP26 di Glasgow negara-negara sepakat untuk fokus pada batas 1,5C. 

Karena komitmen mereka untuk mengurangi emisi gas rumah kaca terlalu lemah untuk bertahan dalam batas 1,5C, mereka juga setuju untuk kembali setiap tahun untuk memperkuatnya, sebuah proses yang dikenal sebagai ratchet. Beberapa negara mencoba menghapus mekanisme ini dan mengingkari tujuan 1.5C di COP27. Mereka gagal, tetapi resolusi mengenai puncak emisi pada tahun 2025 dihapus, yang membuat banyak orang kecewa.

Bahan bakar fosil dan gas 

Tahun lalu di Glasgow, komitmen untuk menyetop penggunaan batu bara secara bertahap telah disepakati. Ini menandai pertama kalinya resolusi tentang bahan bakar fosil dimasukkan dalam teks akhir konferensi perubahan iklim tersebut selama 30 tahun. 

Di COP27, beberapa negara dipimpin India, ingin melangkah lebih jauh dan memasukkan komitmen untuk menghentikan semua bahan bakar fosil secara bertahap. Isu menjadi subjek perdebatan panjang hingga Sabtu malam. Namun akhirnya gagal dan resolusi yang dimasukkan pun sama dengan yang ada di Glasgow. 

Sementara itu naskah akhir COP27 berisi ketentuan untuk meningkatkan “energi rendah emisi”. Hal ini bisa berarti banyak, dari ladang angin dan matahari hingga reaktor nuklir. Juga pembangkit listrik tenaga batu bara yang dilengkapi dengan penangkap dan penyimpanan karbon. 

Hal ini juga bisa diartikan sebagai gas, yang memiliki emisi lebih rendah dari batu bara. Namun masih merupakan bahan bakar fosil utama di dunia. Banyak negara di COP27, terutama dari Afrika, memiliki cadangan besar untuk dieksploitasi. Mereka datang ke Sharm el-Sheikh dengan harapan dapat mencapai kesepakatan gas yang menguntungkan. 

Adaptasi

Ada berbagai langkah yang dapat dilakukan untuk membantu suatu negara menjadi lebih tangguh terhadap dampak kerusakan iklim. Di antaranya membangun pertahanan banjir, melestarikan lahan basah, memulihkan rawa bakau, dan menumbuhkan kembali hutan. 

Namun negara-negara miskin sering kesulitan mendapatkan dana untuk upaya ini. Dari $100 miliar per tahun yang dijanjikan negara-negara kaya akan mereka terima mulai tahun 2020 – sebuah janji yang masih belum terpenuhi – hanya sekitar $20 miliar yang digunakan untuk adaptasi.

Di Glasgow, negara-negara setuju untuk menggandakan proporsi itu, tetapi di Cop27 beberapa negara berusaha menghapus komitmen ini. Setelah beberapa perjuangan, komitmen ini kembali ditegaskan. 

Titik kritis, IPCC, dan kesehatan

Sejak Cop26, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim telah menerbitkan bagian-bagian penting dari asesmen luas terbarunya tentang iklim, memperingatkan dampak bencana yang hanya dapat dihindari dengan pengurangan emisi gas rumah kaca yang tajam dan mendesak.

IPCC dibentuk oleh PBB untuk memberi rekomendasi tentang sains, namun beberapa negara ingin menghapus referensi temuan terbarunya dari teks akhir. Alih-alih itu, referensi ke temuan utama "titik kritis" dimasukkan - peringatan bahwa iklim tidak menghangat secara bertahap dan linier, tetapi kita berisiko tersandung putaran umpan balik yang akan menyebabkan efek yang meningkat dengan cepat.

Ini termasuk pemanasan Amazon, yang dapat mengubah hutan hujan menjadi sabana, mengubahnya dari penyerap karbon menjadi sumber karbon, dan pencairan permafrost yang melepaskan metana gas rumah kaca yang kuat. Disisipkan pula referensi tentang “hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan lestari”. Profesional medis telah mulai memainkan peran yang jauh lebih menonjol dalam pembicaraan iklim, dan dalam protes iklim, menggambarkan hubungan yang jelas antara pemanasan global dan kesehatan.