LIPUTAN KHUSUS:
Empat Bank Indonesia Dituding Abaikan Komitmen Atasi Krisis Iklim
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Sejak Kesepakatan Paris 2015, terdapat empat bank di Indonesia, yakni BNI, BRI, Bank Mandiri dan BCA, masih memberikan pendanaan energi kotor batu bara.
Tambang
Selasa, 06 September 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Hasil riset 350 Indonesia bersama koalisi masyarakat sipil #Bersihkan Bankmu terhadap seluruh perusahaan batu bara di Indonesia, menemukan bahwa sejak Kesepakatan Paris 2015 hingga saat ini, terdapat empat bank di Indonesia, yakni BNI, BRI, Bank Mandiri dan BCA, masih memberikan pendanaan energi kotor batu bara. Riset tersebut dipublikasikan dengan judul "Stop Burning Our Money! Laporan Pendanaan Bank Nasional untuk Industri Energi Kotor Batu Bara".
“Meskipun berbagai bencana ekologi akibat krisis iklim telah terjadi di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia, namun tidak menyurutkan perbankan di Indonesia untuk terus mendanai batu bara, penyebab krisis iklim,” ujar Suriadi Darmoko, Finance Campaigner 350 Indonesia, dalam pernyataan resminya, 29 Agustus 2022 lalu.
Suriadi menjelaskan, riset tersebut dilakukan dengan cara menelusuri laporan tahunan pada 24 perusahaan batu bara yang terbuka untuk publik. Komitmen BNI, BRI, Bank Mandiri, dan BCA untuk energi bersih dan penanganan krisis iklim terlihat serius, namun faktanya berbanding terbalik.
Sejak 2015, total pinjaman langsung yang diberikan keempat bank tersebut untuk perusahaan batu bara di Indonesia mencapai USD3,5 miliar, dengan rincian Bank Mandiri sebesar USD3.198.006.606, BCA USD170.464.350, BRI sekitar USD122.518.850 dan BNI senilai USD53.355.630. Selain itu, keempat bank tersebut juga memberikan berbagai bentuk dukungan finansial kepada perusahaan batu bara untuk mendapatkan pinjaman dari bank lain dan investor.
Suryadi menguraikan, saat ini tren global menunjukkan, lebih dari seratus lembaga keuangan global berkomitmen untuk tidak lagi mendanai industri batu bara. Namun, pendanaan oleh perbankan nasional terhadap industri kotor tersebut justru terus meningkat.
Binbin Mariana dari Market Forces mengatakan, pembiayaan ke batu bara memiliki risiko transisi tinggi yang dapat menyebabkan kerugian finansial. Tren coal phase-out global saat ini menunjukan bahwa sebenarnya pembiayaan ke bisnis batu bara berisiko tinggi secara finansial.
“Bank-bank nasional harus segera mengambil peran yang lebih signifikan untuk menghindari kerugian. Mereka harus memiliki kebijakan untuk berhenti membiayai energi batu bara. Celakanya, di Indonesia belum ada bank yang punya kebijakan seperti itu,” kata Binbin.
Pada peluncuran hasil riset ini, 350 Indonesia juga menyampaikan pesan khusus untuk BNI yang mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 31 Agustus 2022. Menurut Suriadi, program go green BNI sebenarnya sudah spesifik untuk pencapain SDGs nomor 7, yaitu energi bersih dan terjangkau, serta nomor 13 yaitu penanganan perubahan iklim. Sehingga, seharusnya BNI segera melaksanakan komitmen tersebut.
“Direksi BNI harus memahami bahwa batu bara adalah penyebab krisis iklim. Sementara krisis iklim ini telah mengancam masa depan generasi muda, yang saat ini juga menjadi target pasar BNI dan sektor UMKM yang menjadi sumber keuntungan bisnis BNI.”
Singkatnya, Direksi BNI wajib memiliki komitmen kuat untuk membawa BNI menjadi bank nasional terdepan dalam menghentikan mendanai energi kotor batu bara.
Setidaknya sejak 2018, BNI juga mendapuk dirinya sebagai Green Bank. Ini tertulis dalam Laporan Tahunan BNI tahun 2018 yang menyatakan “Dalam kegiatan penyaluran kreditnya, selama ini BNI telah menerapkan program Green Banking. Green Banking merupakan sebuah konsep kegiatan pada sebuah institusi keuangan yang selalu memberikan prioritas pada keberlanjutan lingkungan dalam menjalankan praktik bisnisnya”.
Namun berdasarkan riset, sang Green BNI ternyata masih memberikan dukungan finansial kepada beberapa perusahaan batu bara kepada tiga perusahaan batu bara di Indonesia dengan total nilai sekitar USD53.355.633.
Sementara BRI, pada Laporan Tahunan dan Laporan Keberlanjutan Tahun 2020, BRI menyadari bahwa dampak dari perubahan iklim mempengaruhi keberlanjutan masa depan. Karena itu, BRI mendukung partisipasi dalam mengurangi dampak negatif perubahan iklim melalui kebijakan dan penyaluran dana berdasarkan standar Environmental, Social, and Governance (ESG).
Tapi ironisnya, pada saat bersamaan, BRI belum memiliki kebijakan untuk menghentikan pendanaan ke perusahaan batu bara, baik tambang maupun pembangkit. Hal ini terlihat dari masih diberikannya dukungan oleh BRI kepada tiga perusahaan batu bara dengan total nilai USD36.389.252.000.
Kemudian Bank Mandiri. Masih berdasarkan hasil riset, pada Laporan Tahunan Bank Mandiri 2020, bank tersebut berkomitmen untuk tidak membiayai usaha atau proyek yang membahayakan lingkungan.
Akan tetapi, menurut laporan tahunan beberapa perusahaan batu bara, setidaknya hingga 2021, Bank Mandiri diketahui masih memberikan pinjaman kepada 10 perusahaan batu bara, yang totalnya mencapai USD1.834.724.117.
Terakhir bank swasta terbesar di Indonesia, BCA. Pada Laporan Tahunan dan Laporan Berkelanjutan BCA 2020, disebutkan bahwa dua dari sembilan Tujuan Pembangunan Keberlanjutan BCA adalah energi bersih dan terjangkau serta penanganan perubahan iklim. Kenyataannya, BCA masih memberikan dukungan finansial kepada dua perusahaan batu bara dengan total nilai pinjaman sekitar USD10.074.000.000.