LIPUTAN KHUSUS:

Kekurangan Energi Warnai Gelombang Panas di India


Penulis : Aryo Bhawono

Para ahli mempertanyakan ketergantungan India terhadap batu bara.

Energi

Kamis, 05 Mei 2022

Editor :

BETAHITA.ID -  Kekurangan listrik akut terjadi di India di tengah gelombang panas ekstrim yang datang lebih awal dan ganas. Ketergantungan negara itu terhadap batu bara untuk energi pun dipertanyakan. 

Dikutip dari Phys.org, pemadaman listrik terjadi di beberapa negara bagian India di tengah serangan gelombang panas. Permintaan listrik melonjak namun pasokan batu bara di berbagai pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) hampir habis. Kekurangan tersebut mendorong pengawasan atas ketergantungan India pada batu bara, yang menghasilkan 70 persen listrik negara itu.

Badan Energi Internasional mendesak India untuk mendiversifikasi sumber energinya. Permintaan listrik diperkirakan meningkat lebih tinggi dari tempat lain di dunia selama 20 tahun ke depan seiring berkembangnya negara berpenduduk padat itu.

Kekurangan pasokan energi terjadi saat suhu yang sangat tinggi melanda beberapa bagian negara. Suhu panas ekstrim berkepanjangan memaksa pihak berwenang menutup sekolah, memicu kebakaran di tempat pembuangan sampah raksasa, dan membuat tanaman layu karena mata air dingin berubah menjadi panas.

Ilustrasi gelombang panas ekstrem. Foto: iStock

India mencatat Maret sebagai bulan terpanas sejak 1901, dan suhu rata-rata pada April di bagian utara dan tengah negara itu berada pada suhu tertinggi dalam 122 tahun, catat Departemen Meteorologi India. Temperatur mencapai 45 derajat Celcius di 10 kota pada pekan lalu, meskipun langit berawan dan hujan bisa segera meredakannya.

Perubahan iklim membuat suhu lebih panas dan lebih sering. Friederike Otto, seorang ilmuwan iklim di Imperial College London, menyebutkan gelombang panas kemungkinan akan menyerang India sekitar sekali setiap empat tahun, bukan setiap lima dekade seperti di masa lalu. India pun sangat perlu mempersiapkan peningkatan konsumsi listrik sebagai.

Pemadaman listrik yang terjadi saat ini merusak aktivitas ekonomi yang sebenarnya berangsur pulih usai pandemi. Hal ini juga mengganggu layanan penting seperti rumah sakit. Banyak negara bagian termasuk Uttar Pradesh, Punjab, Haryana dan Rajasthan mengalami pemadaman listrik hingga tujuh jam.

Pada hari Jumat pekan lalu (25/4/2022), Kementerian Perkeretaapian India membatalkan lebih dari 750 layanan kereta penumpang untuk memberi lebih banyak jalur kereta barang memindahkan batu bara dari tambang ke pembangkit listrik.

Data Otoritas Listrik Pusat India menyebutkan dari 165 pembangkit listrik batu bara India, 94 diantaranya mendapat pasokan batu bara yang sangat rendah sementara sebanyak 8 tidak beroperasi pada hari Minggu (1/5/2022). Angka ini menunjukkan persediaan batu bara berada di bawah 25 persen dari level normal.

Ekonom Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis, Vibhuti Garg, menyebutkan aturan pemerintah mengamanatkan pembangkit listrik mempertahankan stok batu bara selama 24 hari, tetapi kenyataannya tidak. 

"Kemudian tiba-tiba permintaan mulai meningkat dan persediaan mulai menurun jauh, jauh lebih cepat dari yang diantisipasi. Dan ini menjadi semacam situasi panik bahwa mereka akan segera kehabisan batu bara," ucap Garg.

Tetapi menurutnya pemadaman listrik bukan akibat kelangkaan batu bara melainkan perkiraan permintaan yang tidak memadai dan rencana untuk mengangkutnya tepat waktu. India tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk melakukan perkiraan tepat, kata Garg, kenaikan permintaan seharusnya tidak mengejutkan.

Sunil Dahiya, seorang analis di Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih menyebutkan ada cukup batu bara tetapi selama ini kurang antisipasi dan perencanaan. Kurangnya pasokan energi seharusnya bisa dihindari.

Garg menambahkan kekurangan batu bara bisa dipenuhi dengan impor. Tetapi harga global telah melonjak sejak invasi Rusia ke Ukraina, mencapai 400 Dolar AS per ton pada bulan Maret. Hal ini menempatkan harga impor di luar jangkauan perusahaan distribusi listrik yang selalu kekurangan uang.

Analis memperkirakan permintaan akan turun dalam beberapa minggu mendatang, terutama jika panas mereda. Tetapi kemungkinan akan melonjak lagi pada Juli dan Agustus, didorong oleh meningkatnya kelembaban dan musim tanam di beberapa negara bagian India. Saat itu juga merupakan awal musim hujan, ketika hujan lebat dapat membanjiri tambang batu bara dan mengganggu penambangan dan pasokan.

Krisis energi serupa terjadi Oktober tahun lalu menyusul hujan lebat yang tidak biasa yang membanjiri beberapa tambang.

Pembebasan kereta barang untuk mengangkut batu bara kemungkinan akan meredakan situasi dan memberikan sedikit kelegaan, tetapi itu bukan solusi jangka panjang.

Perubahan iklim yang memperburuk gelombang panas, kekurangan energi akan menjadi lebih rutin dan permintaan hanya akan meningkat lebih jauh. Tetapi jawabannya bukanlah membuka tambang baru ataupun menambahkan lebih banyak batu bara ke dalam campuran energi India. Hal itu akan meningkatkan gas rumah kaca yang pada gilirannya akan menjebak lebih banyak panas, kata para ahli.

"Kita harus agresif fokus pada penguatan energi terbarukan dan membuatnya lebih andal. Jika tidak, masalah yang sama akan terus terjadi, karena kita terlalu bergantung pada satu sumber bahan bakar ini," kata Dahiya.