LIPUTAN KHUSUS:
Dayak Marjun Desak Pengembalian Tanah Ulayat
Penulis : Aryo Bhawono
Penyelesaian kasus dugaan penyerobotan tanah ulayat Dayak Marjun oleh PT Tanjung Buyuh Perkasa Plantation tak tuntas selama 16 tahun.
Masyarakat Adat
Jumat, 18 Maret 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Masyarakat Adat Dayak Marjun desak pemerintah menuntaskan masalah dugaan penyerobotan tanah di Berau, Kalimantan Timur, oleh perusahaan sawit, PT Tanjung Buyuh Perkasa Plantation (TBPP). Tim peninjauan yang dibentuk Pemerintah Kabupaten Berau berhasil membuktikan dugaan penyerobotan lahan seluas 1.800 Hektar namun tak ada tindak lanjut atas hal itu.
Desakan akan akan dilakukan melalui unjuk besar-besaran Masyarakat Adat Dayak, Desa Marjun, Talisayan, Kabupaten Berau pada Jumat (18/3/2022) hingga tuntutan dipenuhi.
“Masyarakat Adat Dayak Marjun sekaligus ingin mengingatkan Presiden Joko Widodo yang telah dengan serius merencanakan pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan membangun IKN di Kalimantan Timur agar juga serius menangani dan menyelesaikan sengketa penyerobotan tanah dan konflik-konflik Agraria yang terjadi di masyarakat dengan perusahaan-perusahaan perkebunan sawit penggarap tanah HGU,” ucap Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) pada jumpa pers virtual pada Kamis (17/3/2022)
Walhi bersama Pengurus Pusat Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), YLBHI, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Greenpeace, dan Trend Asia menjadi pendamping atas desakan ini.
Kasus dugaan pencaplokan tanah ulayat ini sendiri terjadi sejak tahun 2006 hingga 2008 lalu. PT TBPP menanam sawit diluar batas tanah HGU, yakni di atas Tanah Ulayat Masyarakat Adat Dayak Marjun, di Kecamatan Talisayan seluas sekitar 1800 Hektar.
Perilaku perusahaan juga telah merusak ekosistem karena memindahkan jalur sungai dan menanam sawit yang dilakukan di pinggir pantai. Selain itu penanaman sawit juga merusak pemakaman leluhur masyarakat Adat Dayak Marjun. Bahkan penebangan ngawur pohon langka khas Kalimantan yang dilindungi yaitu Pohon Mangris.
Perwakilan Masyarakat Adat Marjun berupaya menanyakan kepada PT. TBPP tentang izin yang digunakan untuk penanaman sawit. Namun sejak awal masalah ini muncul mereka tidak dapat memberikan penjelasan tentang batas-batas tanah HGU. Sementara penggarapan lahan dan penanaman sawit terus dilakukan.
Pada Juni 2021, Pemerintah Daerah Kabupaten Berau melakukan pemanggilan kepada seluruh pihak, termasuk perusahaan, untuk mendengarkan keterangan. Masyarakat adat sendiri menyampaikan pengaduan secara lisan dan tertulis.
Hasil pertemuan itu memunculkan sebuah rekomendasi pembentukan tim peninjauan atas dugaan penyerobotan tanah adat. Tim tersebut melakukan peninjauan ke lokasi lahan masyarakat adat yang diduga diserobot oleh Perusahaan PT. TBPP.
Laporan hasil peninjauan lapangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Berau pada tanggal 13 Oktober 2021 membuktikan bahwa PT.Tanjung Buyuh Perkasa Plantation telah menggarap Tanah Adat/Ulayat Marjun sekitar 1800 Hektar yang diklaim sebagai tanah HGU garapan. Namun tindak lanjut hasil itu mampet.
Pada 25 November 2021 lalu, masyarakat Adat Dayak Marjun menyambangi KSP, dan ditemui oleh Deputi 2, 4 dan 5. Mereka mengadukan nasibnya kepada Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara Republik Indonesia. Perwakilan masyarakat Adat Dayak Marjun menagih peran Negara dalam melindungi masyarakat Adat di seluruh Indonesia.
“Namun lagi-lagi tak ada tindak lanjut atas aduan ini, makanya masyarakat adat melakukan desakan,” imbuh Wahyu.