LIPUTAN KHUSUS:
Studi: Karbon Dioksida Harus Dihapus dari Udara Tuk Capai 1.5C
Penulis : Kennial Laia
Analisis terbaru mengungkap menghilangkan karbon dioksida di udara sama pentingnya dengan transisi EBT dan restorasi hutan untuk mencapai target iklim 1.5C.
Energi
Minggu, 13 Maret 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Analisis terbaru menyatakan bahwa menghilangkan karbon dioksida dari udara menjadi langkah penting jika dunia ingin mempertahankan kenaikan suhu global di 1.5°C. Ini juga akan mencegah Bumi dari bencana krisis iklim.
Penghapusan karbon dioksida dari atmosfer bumi akan melengkapi berbagai upaya lainnya, termasuk perdagangan karbon (carbon offsets) yang masih harus diatur secara layak, tulis Energy Transitions Commission (ETC) dalam rilis di situs resminya, Rabu, 9 Maret 2022.
Menurut koalisi multipihak untuk transisi energi di London tersebut, transisi energi sebagai solusi tunggal tidak akan cukup untuk mencapai pembatasan kenaikan suhu global. Metode lainnya juga sama penting, termasuk restorasi atau penanaman pohon serta carbon capture and storage (CCS).
Adair Turner, ketua Energy Transitions Commission, semua metode dibutuhkan tanpa kecuali jika ingin berada dalam ambang batas 1.5°C.
“Ini bukan tentang melakukan salah satu langkah – dekarbonisasi mendalam atau penghilangan karbon dioksida saja. Keduanya penting, cepat, dan dalam skala besar, jika kita ingin menghindari kerugian besar bagi orang-orang di seluruh dunia,” kata Turner dalam keterangan tertulis, Rabu, 9 Maret 2022.
Menurut Turner, dunia juga harus menutup kesenjangan antara ambisi dan pendanaan dalam menurunkan emisi gas rumah kaca global. Kajiannya menegaskan bahwa semua sektor ekonomi dapat dan harus melakukan dekarbonisasi pada pertengahan abad dengan pengurangan emisi yang besar pada tahun 2020-an.
Laporan tersebut, berjudul “Mind the Gap: How Carbon Dioxide Removals Must Complement Deep Decarbonisation to Keep 1.5°C Alive”, mengkaji cara menghilangkan karbon setelah dipancarkan ke udara.
Teknologi seperti carbon capture and storage—yang membutuhkan pencairan gas dan memompanya ke bawah tanah, dan penangkapan karbon di udara—menggunakan bahan kimia untuk menyedot karbon dari udara masih mahal.
Turner mengingatkan, teknologi CCS tidak bisa dianggap sebagai “kartu bebas penjara” yang dapat diandalkan perusahaan dan pihak lain untuk menghindari keharusan beralih ke energi terbarukan. Penghapusan karbon bukan solusi tunggal, tapi diperlukan untuk melengkapi energi hijau, kata Turner.
Alternatif lainnya adalah menanam pohon, yang menyerap karbon dioksida dari udara saat tumbuh. Para ilmuwan juga menganggap langkah ini bagian penting dari strategi apa pun untuk mengatasi krisis iklim. Pendanaan untuk restorasi hutan akan sulit dicapai tanpa menggunakan penyeimbang karbon, tulis laporan tersebut.
Selain itu, memangkas penggunaan batu bara hingga setengahnya dan mengakhiri 70% deforestasi pada 2030 merupakan prioritas yang sangat penting.
Dunia setidaknya perlu menghilangkan 70 hingga 220 gigaton (Gt) karbon antara sekarang dan 2050 untuk membatasi emisi bersih kumulatif sesuai dengan target iklim yang disepakati secara global.
Dari sisi pembiayaan, dibutuhkan lebih dari $200 miliar/tahun untuk mendukung penghilangan karbon sebesar 3.5 Gt/tahun hingga 2030. Selama tiga dekade berikutnya, penyerapan 165 Gt dapat membutuhkan pembayaran sekitar $15 triliun, setara dengan sekitar 0,25% dari proyeksi PDB global saat ini. Sebaliknya, investasi yang dibutuhkan dalam energi bersih adalah sekitar 1,5% dari PDB dalam periode waktu yang sama.
Menurut ETC, saat ini pasar perdagangan karbon hanya mengurangi emisi global sekitar 0,1%. Jika hendak ditingkatkan, pendanaan yang dibutuhkan tidak dapat dibebankan hanya pada perusahaan, dan bantuan pemerintah juga diperlukan.
Laporan tersebut menyatakan bahwa pasar karbon harus diatur dengan lebih baik, untuk memastikan bahwa uang tunai yang dihasilkan diarahkan pada proyek-proyek yang mengurangi emisi gas rumah kaca secara nyata.
Hal ini dapat dicapai dengan memakai model pasar pada perdagangan keuangan yang ada, dan dengan menggunakan teknik pemantauan modern seperti satelit untuk memverifikasi bahwa pengurangan emisi telah terjadi, atau bahwa pohon dan hutan masih bertahan.