LIPUTAN KHUSUS:
Aksi Damai Masyarakat Adat Tano Batak Disikapi Represi Polisi
Penulis : Sandy Indra Pratama
Aparat kepolisian tidak kooperatif dan langsung melakukan tindakan represif dengan membawa paksa peserta aksi yang terdiri anggota organisasi masyarakat sipil.
Hukum
Sabtu, 27 November 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Masyarakat adat Tano Batak yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL (PT Toba Pulp Lestari) mendapat tindakan represif dari kepolisian saat menggelar aksi damai di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jumat (26/11).
Dalam seruan publiknya Aliansi mengungkap tindakan represif terjadi saat perwakilan Aliansi Gerak Tutup TPL hendak menunggu respon dari KLHK untuk beraudiensi dengan Menteri LHK Siti Nurbaya. Namun sekitar pukul 17.40 aparat kepolisian langsung memerintahkan pasukan untuk membubarkan paksa.
Aliansi menerangkan bahwa pihaknya telah selesai menggelar aksi dan hanya menunggu respon untuk beraudiensi dengan Menteri LHK atau jajarannya.
Namun aparat kepolisian tidak kooperatif dan langsung melakukan tindakan represif dengan membawa paksa peserta aksi yang terdiri anggota organisasi masyarakat sipil dan rombongan masyarakat adat ke dalam mobil.
Para peserta aksi kemudian dibawa ke dalam mobil menuju Polres Jakarta Pusat.
Aliansi menilai tindakan aparat kepolisian tersebut merupakan gambaran negara yang sangat represif terhadap masyarakat yang hendak bertemu dengan menteri LHK.
Dari video yang beredar di publikn salah satu aparat kepolisian meminta para peserta aksi yang tengah duduk di dalam kawasan KLHK untuk masuk ke dalam mobil.
Aparat Polisi melalui pengeras suara juga memerintahkan pasukan untuk mengangkut para peserta aksi yang masih berada di dalam kawasan KLHK.
"Agar segera meninggalkan lokasi LHK. Pasukan, angkat masuk ke dalam mobil. Saya perintah kan masukkn, masukan. Kami perintahkan kepada seluruh peserta aksi dengan sukarela masuk, angkat," kata seorang aparat kepolisian.
Desakan Keras untuk Jokowi Bebaskan Masyarakat Adat
Aliansi Gerak Tutup TPL mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membebaskan 21 warga adat Tano Batak yang ditangkap usai menggelar aksi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Mereka juga meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko membantu puluhan warga adat tersebut.
"Mendesak Presiden, Kapolri, Menteri Kehutanan, Kepala KSP untuk segera membebaskan 21 orang Masyarakat Adat Tano Batak yang ditahan paksa oleh kepolisian," kata anggota Aliansi Gerak Tutup TPL sekaligus Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi dalam keterangan resmi.
Zenzi mengatakan 21 warga adat Tano Batak itu mengalami tindakan represif dari aparat kepolisian. Salah satu warga adat Tano Batak, Maruli Simanjuntak diduga dipukul saat hendak diangkut ke dalam mobil polisi.
"Maruli Simanjuntak bahkan mengalami pemukulan oleh aparat kepolisian ketika hendak dimasukkan ke dalam mobil polisi," ujarnya.
Zenzi yang juga mengungkapkan mulanya puluhan warga adat Batak itu menggelar aksi menagih janji Jokowi dan Siti Nurbaya menyelesaikan konflik masyarakat adat dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Mereka menuntut pemerintah mencabut izin PT TPL dan mengembalikan wilayah adat Tano Batak yang sudah 30 tahun dirampas perusahaan tersebut. Namun, alih-alih berhasil melakukan dialog, mereka justru ditangkap oleh aparat kepolisian.
"Bukan dialog dan penyelesaian yang didapat, melainkan Masyarakat Adat Tano Batak mendapatkan perlakuan represif dari aparat kepolisian," ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah warga adat Tano Batak, Sumatera Utara yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) ditangkap polisi usai aksi di depan Gedung KLHK, Jakarta Pusat, Jumat (26/11).
Salah satu perwakilan aliansi dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Villarian yang juga ikut ditangkap mengatakan, semua massa ditangkap dengan alasan melakukan aksi di atas jam 18.00 WIB.
Padahal, kata Villarian, saat itu Gerak sudah berhenti melakukan aksi. Kemudian mereka juga ditangkap sebelum pukul 18.00 WIB.
"Kami diangkut polisi. Semua ditangkap. Alasan karena lebih dari jam 18.00 WIB. Padahal pas diangkut jam 18.00 WIB kurang," kata Vilarian lewat aplikasi pesan kepada CNNIndonesia.com, Jumat (26/11).