LIPUTAN KHUSUS:
Perdana Menteri Inggris Digugat Soal Perubahan Iklim
Penulis : Aryo Bhawono
Penggugat menganggap ada kesenjangan antara kata-kata dan tindakan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan terkait penanganan perubahan iklim.
Hukum
Sabtu, 27 November 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Tiga anak muda Inggris melakukan gugatan hukum kepada Perdana Menteri Boris Johnson karena melanggar kewajiban hukum mengambil tindakan ‘pragmatis dan efektif’ mengatasi krisis iklim. Pemerintahan Johnson dianggap mendiskriminasi generasi muda dan penduduk dunia di belahan bumi selatan sebagai pihak yang akan menanggung beban terberat krisis iklim.
Gugatan ini diajukan oleh Adetola Onamade (24), Jerry Amokwandoh, dan Marina Tricks (20). Saat penjelasan gugatan di pengadilan London pada Kamis lalu (25/11/2021), mereka mengklaim pemerintah telah melanggar hak mereka untuk hidup dan kesejahteraan keluarga karena dianggap gagal mencegah bencana lingkungan.
Pengacara lingkungan lembaga Plan B Earth, Tim Crosland, yang mendampingi gugatan ini menyebutkan gugatan ini menarik, vital, dan layak untuk didengarkan secara adil. Menurutnya permohonan gugatan ini pantas untuk dibawa ke persidangan penuh.
“Para tergugat tahu perubahan iklim merupakan ancaman mendesak bagi kehidupan. Mereka tahu dampak paling parah dialami kelompok yang terpapar risiko, yang tidak proporsional dan diskriminatif, termasuk penggugat. Mereka tahu apa yang harus dilakukan tetapi mereka tidak melakukannya,” katanya seperti dikutip dari The Guardian.
Dia menambahkan gugatan itu diajukan karena kegagalan pemerintah mengambil tindakan yang diperlukan untuk memenuhi target iklim menurut undang-undang. Menurutnya terjadi kesenjangan antara kata-kata dan tindakan pemerintah.
Mitra penggugat, Onamade, menyebutkan tanggapan tergugat ‘sinis dan merendahkan’ karena menganggap gugatan ini mengada-ada dan menganggap penggugat bukan perwakilan dari generasi Afrika. Pemerintah Inggris, menurut dia, telah melanggar hukum internasional, termasuk perjanjian Paris, untuk mencegah bahaya. Pelanggaran ini berdampak pada keluarga dan komunitasnya.
“Orang-orang tanpa keluarga itu mungkin dapat membutakan diri mereka terhadap apa yang terjadi dengan cara yang tidak mungkin terjadi ketika keluarga atau teman Anda berada di garis depan atau di zona yang dikorbankan ini, yang telah direkayasa oleh kebijakan negara-negara seperti Inggris. .”
Perwakilan Perdana Menteri Inggris, Richard Honey QC berpendapat seharusnya tidak ada sidang penuh karena UU HAM tidak memberikan efek hukum pada ketentuan perjanjian Paris. Pengadilan pun tidak memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan jika Inggris bertindak melanggarnya.
Menurutnya gugatan ini didasarkan pada potensi perubahan iklim akan menyebabkan kerusakan sosial dan ekonomi. Dasar itu merupakan risiko masa depan yang digeneralisasi dan sebuah hipotetis.
“Dalam pengajuan saya, tidak kredibel untuk menyatakan bahwa kebijakan pemerintah Inggris tentang perubahan iklim secara langsung mempengaruhi kehidupan individu di London selatan pada tahun 2021. Risiko apa pun terlalu kecil bagi mereka untuk menjadi korban hari ini,” ujar Honey saat menjawab penjelasan gugatan.
Gugatan ini didukung oleh anak-anak muda, mereka berkumpul dan membentangkan spanduk mendukung kasus tersebut di luar pengadilan.