LIPUTAN KHUSUS:
Ongkos Lingkungan yang Mengerikan di Balik Perlente Fashion
Penulis : Kennial Laia
Di balik satu jins yang kamu kenakan, di baliknya ada 33,4 kilogram setara karbon yang memicu perubahan iklim.
Sampah
Selasa, 17 Agustus 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Ada harga tersembunyi di balik setiap gaun, celana jins, kaos, dan kaos kaki yang tidak disadari oleh banyak orang: biaya lingkungan.
Menurut laporan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) pada 2019, dibutuhkan 3.781 liter air untuk membuat satu celana jins, mulai dari proses produksi katun hingga pengiriman produk akhir ke toko untuk dijual. Jumlah itu setara dengan sekitar 33,4 kilogram setara karbon, salah satu jenis gas yang memicu perubahan iklim.
Itu hanyalah satu jins. Angkanya jauh lebih besar jika menghitung semua jejak karbon yang ada di lemari setiap manusia di bumi. Data UNEP menghitung bahwa setiap tahun, industri fashion menggunakan 93 miliar kubik meter air, yang cukup untuk memenuhi konsumsi 5 juta orang.
Fakta lainnya adalah bahwa proses produksinya juga menghasilkan limbah dan sampah. Sekitar 20% limbah air di di seluruh dunia berasal dari proses pewarnaan dan perawatan bahan pakaian. Selain itu, dari seluruh fiber yang digunakan untuk pakaian, 87% dibakar atau dibuang menjadi gunungan sampah.
Mikroplastik juga menjadi masalah tambahan dari proses produksi fashion saat ini. Setiap tahun, setengah juta ton serat mikroplastik dibuang ke lautan, setara dengan 50 miliar botol plastik. Ini sangat berbahaya karena mikroplastik tidak dapat diekstraksi dari air dan dapat menyebar melalui rantai makanan.
Industri fashion bertanggung jawab atas 10% dari emisi karbon global tahunan, melebihi gabungan dari semua penerbangan internasional dan pelayaran laut. Dengan laju saat ini, emisi gas rumah kaca dari industri fashion akan meningkat drastis lebih dari 50% pada 2030.
Jika demografi dan pola konsumsi saat ini bertahan, konsumsi pakaian global akan naik dari 62 juta metrik ton pada 2019 menjadi 102 juta ton dalam 10 tahun mendatang.
Kondisi ini diperburuk oleh model operasi fast fashion lantaran meningkatkan kecepatan desain dan produksi. Peluncuran koleksi bukan lagi musiman; melainkan menjadi jauh lebih sering.
Banyak toko pakaian murah menawarkan desain baru setiap minggu. Pada 2000, 50 miliar pakaian baru dibuat. Hampir 20 tahun kemudian, angka itu berlipat ganda, menurut Ellen MacArthur Foundation.
Laju manufaktur pakaian yang begitu cepat juga telah mempercepat konsumsi: rata-rata orang saat ini membeli pakaian 60% lebih banyak ketimbang tahun 2000. Akibatnya, mereka tak hanya membeli lebih banyak, tapi juang membuang lebih banyak.
Kurang dari 1% pakaian bekas didaur ulang menjadi pakaian baru. Yayasan Ellen MacArthur memperkirakan bahwa setiap tahun sekitar USD 500 miliar nilai hilang karena pakaian yang hampir tidak dipakai, tidak disumbangkan, didaur ulang, atau berakhir di tempat pembuangan sampah.
Di sisi lain, industri fashion memiliki nilai USD 2,4 miliar secara global dan memperkerjakan 75 juta manusia di sepanjang rantai pasoknya. Industri ini juga merupakan sektor manufaktur ketiga terbesar setelah otomotif dan teknologi.
Studi pada 2017 menunjukkan, industri fashion sangat lambat perihal meningkatkan praktik keberlanjutan. Namun saat ini beberapa retail telah mulai mengumumkan komitmen keberlanjutannya.
Apa yang dapat konsumen lakukan?
Konsumen adalah bagian dari rantai industri. Ini beberapa hal yang dapat kamu lakukan:
- Sebelum membeli, tanyakan kepada pihak manufaktur apakah mereka menggunakan kriteria keberlanjutan saat memproduksi pakaian
- Lebih kreatif dalam memadu-madankan dan mendaur ulang pakaian yang sudah usang
- Memperbaiki pakaian yang rusak atau robek
- Mendonasikan pakaian yang tidak lagi dipakai
- Membeli pakaian sesuai kebuuthan. Di beberapa engara, 40% dari pakaian yang dibeli tak pernah dipakai
- Utamakan kualitas ketimbang kuantitas.
- Membeli pakaian bekas yang masih layak.