LIPUTAN KHUSUS:
Pulau Pieh untuk Konservasi Lumba-Lumba dan Paus
Penulis : Betahita.id
Pemerintah menjadikan Taman Wisata Perairan Pulau Pieh di Sumatera Barat sebagai kawasan perlindungan habitat dan jalur ruaya mamalia laut
Biodiversitas
Rabu, 02 September 2020
Editor :
BETAHITA.ID - Pemerintah menjadikan Taman Wisata Perairan Pulau Pieh di Sumatera Barat sebagai kawasan perlindungan habitat dan jalur ruaya mamalia laut termasuk lumba-lumba dan paus.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Aryo Hanggono mengatakan, perlindungan habitat dan jalur ruaya mamalia laut telah dilakukan di beberapa kawasan konservasi, salah satunya di Taman Wisata Perairan atau TWP Pulau Pieh.
"Indonesia memiliki setidaknya 33 spesies Cetacea (paus dan lumba-lumba) atau lebih dari sepertiga jumlah spesies di seluruh dunia yang memberikan sumbangan ekologis dan ekonomis Cetacea," kata Aryo Hanggono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu 29 Agustus 2020.
Aryo Hanggono menjelaskan Cetacea merupakan salah satu komponen kunci dalam rantai makanan, bersama dengan predator lainnya. Jika populasi Cetacea terganggu, maka dapat menyebabkan terganggunya rantai makanan secara keseluruhan.
"Melihat nilai-nilai penting inilah, sudah sepatutnya keberadaan Cetacea terutama di perairan Indonesia perlu dilindungi dan dilestarikan," ujarnya. Tujuan konservasi Cetacea adalah melindungi, menjaga kestabilan populasi, dan mengembangkan pola pemanfaatan potensi ekonomi paus dan lumba-lumba.
Kepala Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional atau LKKPN, Fajar Kurniawan mengatakan keberadaan mamalia laut di Taman Wisata Perairan Pulau Pieh menjadi fokus pengelolaan, selain terumbu karang dan penyu. Dengan adanya data kemunculan mamalia laut pada lima tahun terakhir, nantinya akan menjadi dasar upaya pengelolaan mamalia laut di kawasan tersebut.
Data mamalia laut di Taman Wisata Perairan Pulau Pieh menunjukkan sebanyak 52,69 persen diperoleh dari monitoring rutin Cetacea; 27,96 persen dari informasi mitra kawasan, seperti operator wisata, nelayan, enumerator, Kelompok Masyarakat Penggerak Konservasi atau Kompak; dan 19,35 persen dari kegiatan lapangan lainnya.