LIPUTAN KHUSUS:
PT Mayawana: Sanksinya Maya, Banjirnya Nyata
Penulis : Aryo Bhawono
Perusahaan itu membabat lahan gambut yang selama ini menyimpan air, diduga jadi biang banjir Kualan Hilir.
Deforestasi
Senin, 02 Desember 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Deforestasi PT Mayawana Persada (MP) diduga menjadi biang banjir di Desa Kualan Hilir, Kecamatan Simpang Hulu, Ketapang, Kalimantan Barat. Perusahaan itu membabat lahan gambut di sana yang selama ini menyimpan air.
Banjir menggenangi Dusun Sabar Bubu dan Dusun Lelayang di Desa Kualan Hilir dan wilayah operasional PT Mayawana Persada pada Kamis lalu (28/11/2024). Sejumlah ladang milik warga ikut terendam dan berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi. Banjir kali ini lebih parah dibandingkan kejadian banjir sebelumnya.
Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien, menduga banjir ini tak lepas dari deforestasi yang dilakukan PT Mayawana Persada yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Kini masyarakat harus menanggung bencana ekologis seperti banjir saat ini.
“Bencana banjir ini bukan hanya soal bencana alam, tetapi soal kerugian material, keselamatan dan keberlanjutan hidup masyarakat di sekitar wilayah yang terdampak. Kami menduga bencana ini adalah akibat dari pembabatan hutan yang sangat luas di wilayah konsesi PT Mayawana Persada,” ungkapnya.
PT Mayawana Persada telah membabat hutan alam seluas kurang lebih 35.000 hektare pada rentang 2016 sampai 2023. Deforestasi masif terjadi antara tahun 2022-2023, yaitu sekitar 15.000 ha.
“Meskipun telah menerima surat dari KLHK per 28 Maret 2024 untuk menghentikan aktivitas penebangan di Logged Over Area (LOA), PT Mayawana Persada masih melakukan pembukaan hutan di wilayah dengan nilai konservasi tinggi, yaitu di lahan gambut dan habitat Orangutan. Selama April–Oktober 2024, perusahaan membuka total 344,44 ha hutan,” ucapnya.
Data citra satelit menunjukkan sebagian pembukaan lahan ini terjadi di wilayah selatan konsesi. Padahal dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) Mayawana Persada tahun 2012-2021 menyebutkan wilayah itu seharusnya diperuntukkan sebagai perlindungan gambut.
Hampir 60,15 persen konsesi perusahaan merupakan kawasan gambut, yang terdiri dari gambut lindung 48,50 persen dan gambut budidaya 51,50 persen.
Sejak 2019 hingga 2022, PT Mayawana Persada telah membuka lahan gambut seluas 7.315 ha. Hingga April 2024, perusahaan tercatat telah membuka 30.296,59 ha gambut, termasuk 15.560,38 ha gambut lindung.
Peta fungsi gambut terbaru tahun 2022 mengalihkan sebagian besar kawasan gambut lindung menjadi gambut budidaya. Saat ini, hanya sekitar 9.383 ha (11,53 persen) yang diperuntukkan sebagai kawasan gambut lindung. Pembukaan hutan gambut pun lantas dilakukan secara masif oleh perusahaan itu.
Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat, Hendrikus Adam, menyatakan peringatan tentang bencana ekologis ini sudah lama disampaikan. Namun, aktivitas pembukaan lahan secara ugal-ugalan tetap dilakukan.
“Bencana ekologis banjir yang lebih besar dari biasanya akibat pembukaan lahan skala luas oleh perusahaan membuahkan risiko lingkungan hidup yang tak pernah diperhitungkan selama ini. Pemerintah mesti tahu situasi yang terjadi saat ini dan pihak PT Mayawana Persada mesti bertanggung jawab atas dampak dari aktivitas yang dilakukannya”, kata dia.
Ia mengingatkan pemerintah perlu melakukan evaluasi serius atas keberadaan perusahaan yang telah melahirkan polemik terkait krisis sosial dan ekologis selama ini.
Pemerintah selaku regulator, kata dia, mestinya bertindak berani melakukan evaluasi serius terhadap pemilik izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) ini.
Ketua Link-AR Borneo, Ahmad Syukri mengungkapkan potensi meningkatnya intensitas dan keparahan bencana banjir di desa-desa sekitar konsesi bagian utara PT Mayawana Persada (Kabupaten Ketapang) pada waktu mendatang. Konsesi PT Mayawana Persada telah membabat habis hutan penyangga yang menahan air pada saat musim penghujan, kini air tergenang di beberapa daerah lembah dan sebagian besarnya mengalir langsung menuju tiga aliran sungai, yakni Sungai Kualan, Sungai Sekucing, Sungai Labai yang mengakibatkan luapan air sungai dalam satu waktu.
Bahaya bencana ekologis tersebut juga mengancam desa-desa di bagian selatan konsesi PT Mayawana Persada, di Kabupaten Kayong Utara. Pembabatan hutan dan perusakan ekosistem gambut KHG Sungai Durian - Sungai Kualan dalam lanskap Sungai Mendawak jelas cepat atau lambat akan menunjukkan respon alam atas operasional destruktif PT Mayawana Persada.
“Pemerintah harus mengambil tindakan tegas terhadap PT Mayawana Persada dan mengambil langkah sigap untuk memberi bantuan kepada masyarakat yang menjadi korban banjir serta melakukan pemulihan hutan dan ekosistem gambut untuk menyelamatkan masyarakat adat, komunitas lokal serta keanekaragaman hayati lainnya dari bencana banjir,” ungkap Ahmad Syukri.