LIPUTAN KHUSUS:
Masyarakat Adat Suku Namblong Resmikan PT Yombe Namblong Nggua
Penulis : Muhammad Ikbal Asra, PAPUA
Masyarakat adat Suku Namblong mengubah status Badan Usaha Milik Masyarakat Adat menjadi PT. Yombe Namblong Nggua demi memenuhi kepastian hukum dalam pengelolaan sumber daya alam yang lebih profesional, berkelanjutan, dengan tetap menghormati tradisi serta kearifan lokal.
Masyarakat Adat
Minggu, 20 Oktober 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Masyarakat Adat Suku Namblong, Kabupaten Jayapura, Papua, resmi memiliki BUMMA (Badan Usaha Milik Masyarakat Adat) dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Perseroan itu, PT Yombe Namblong Nggua, diaktakan pada 30 September 2024, sungguhpun secara de facto telah berdiri sejak 12 Oktober 2022. "Transformasi ini menandai babak baru dalam pengelolaan sumber daya alam yang lebih profesional, berkelanjutan, dengan tetap menghormati tradisi serta kearifan lokal," kata Yohana Tarkuo, Direktur Utama PT Yombe Namblong Nggua, ketika dihubungi pada Ahad (20/10).
Berbasis di wilayah adat seluas 52.765 hektare, yang tersebar di 3 distrik dan 25 kampung, langka ini merupakan upaya suku Namblong membangun pondasi yang kuat bagi kesejahteraan komunitas adat mereka. Masyakarat adat Namblong terdiri dari 44 marga dengan populasi sekitar 55 ribu jiwa.
BUMMA Namblong memiliki visi untuk membangun kemandirian serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat. Usahanya berfokus pada pengelolaan tanah, air, dan udara sebagai asset utama yang dikembangkan menjadi usaha kompetitif di pasar lokal, domestik, hingga internasional. Komitmen ini tercermin dalam lima misi utama yakni menjaga aset alam, menciptakan produk berkualitas dengan prinsip keberlanjutan, membangun sistem ekonomi komunitas, mengembangkan perdagangan lokal dan internasional, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pelatihan dan pengembangan kompetensi.
Salah satu komoditas unggulan BUMMA Namblong adalah vanilla organik yang ditanam oleh para petani lokal. Selain itu, mereka juga fokus pada jasa lingkungan yang mengintegrasikan kearifan adat dalam menjaga hutan, serta ekowisata yang menawarkan pengalaman unik, seperti pemantauan burung endemik Papua dan wisata budaya di wilayah adat mereka. Pengelolaan ini diharapkan mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat sembari menjaga kelestarian lingkungan.
Yohana Tarkuo menjelaskan, keputusan perubahan ini didasarkan pada kebutuhan untuk memberikan kepastian hukum yang kuat di bawah sistem ekonomi nasional. "Kami berharap dengan status PT, BUMMA bisa lebih mudah menarik investasi dan mengembangkan usaha yang lebih profesional, tanpa mengabaikan kontrol komunitas atas sumber daya alam kami," ujar Yohana.
Sejak awal, BUMMA Suku Namblong telah berkecimpung di sektor pertanian, perikanan, dan pengelolaan hutan. Namun, keterbatasan modal dan birokrasi sering kali menjadi penghalang dalam upaya mereka bersaing di pasar yang lebih luas. Kini, dengan struktur PT, masyarakat adat Suku Namblong optimistis bisa membangun kemitraan dengan pihak eksternal, sekaligus tetap mempertahankan kedaulatan adat atas tanah dan sumber daya alam.
Manajer Umum PT Yombe Namblong Nggua, Nicodemus Wamafma, menambahkan bahwa struktur manajemen baru ini tetap mengutamakan prinsip kolektifitas masyarakat adat. "Kepemilikan saham mayoritas akan tetap berada di tangan Iram-Tekay, ini penting untuk memastikan kontrol atas tanah ulayat tetap terjaga," katanya, Senin, 7 Oktober 2024 di Jayapura.
Namun, Nicodemus menyadari bahwa transisi ini membawa tantangan tersendiri. Pihaknya berharap kepada Pemerintah Pusat maupun Daerah agar konsisten mendorong pengajuan izin lokasi dan rekomendasi Perizinan Berusaha Pemanfaataan Hutan atau PBPH oleh pemerintah pusat "Kalau pemerintah pusat bisa membuka ruang kepada korporasi besar untuk kepentingan proyek negara, seharusnya pemerintah juga harus bisa membuka ruang kepada sebuah perusahaan yang dimiliki masyarakat adat untuk membuktikan bahwa mereka mampu mengelola potensi alamnya sendiri," ujarnya.
Pegiat Masyarakat Adat, Abdon Nababan menjelaskan pentingnya Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) dalam memposisikan masyarakat adat sebagai subjek politik dan ekonomi. Menurutnya, dengan adanya Majelis Rakyat Papua (MRP) dan utusan jalur Otsus di DPR Provinsi serta DPR Kabupaten/Kota, masyarakat adat kini memiliki lembaga yang sah untuk memperjuangkan hak-hak mereka yakni Badan Usaha Milik Masyarakat Adat atau BUMMA.
Abdon juga menggarisbawahi bahwa pembentukan Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA) telah diatur dalam beberapa Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) dan Peraturan Daerah Provinsi (PERDASI).Namun, meski sudah ada pengaturan, implementasinya belum terlaksana sejak 2008. Dengan inisiatif Suku Namblong di Provinsi Papua dan Suku Mare di Provinsi Papua Barat Daya, diharapkan model BUMMA dapat menjadi contoh bagi suku-suku lain di Tanah Papua. "Melalui BUMMA, masyarakat adat diharapkan dapat mengelola sumber daya ekonomi—baik alam maupun budaya—demi kesejahteraan komunitas mereka," kata dia.
BUMMA (Badan Usaha Milik Masyakarat Adat) Suku Nablong, Kab Jayapura, Papua (Foto: M Ikbal Asra)