LIPUTAN KHUSUS:
Merespon World Water Forum, Walhi Bali: Stop Proyek Merusak Air
Penulis : Gilang Helindro
Walhi Bali menyebut wilayah Bali banyak pembangunan infrastruktur yang mendegradasi bahkan menghilangkan subak dan sistem irigasi tradisional.
Lingkungan
Minggu, 19 Mei 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali merespon World Water Forum (WWF) dengan menyoroti banyak pembangunan infrastruktur yang mendegradasi subak dan sistem irigasi tradisional air di Bali.
Made Krisna Dinata, Direktur Walhi Bali mengatakan, di wilayah Bali banyak pembangunan infrastruktur yang mendegradasi bahkan menghilangkan sistem irigasi tradisional air.
Made Krisna menjelaskan, kebijakan pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi yang terbentang dari Gilimanuk hingga Mengwi sepanjang 96,21 kilometer akan menerabas 480,54 hektare sawah produktif dan 98 wilayah irigasi yang ada di sepanjang wilayah tersebut.
Kasus lain kata Made Krisna, pembangunan pelabuhan terintegrasi Desa Sangsit yang akan di bangun di Bali Utara juga akan menerabas sawah seluas 26.193 meter persegi dan mengancam 4 aliran irigasi yang berada pada wilayah tersebut. Proyek lain, Pusat Kebudayaan Bali di Bali Timur juga telah mengorbankan lahan persawahan hingga 9,38 hektare dan menyebabkan subak dan aliran irigasi Gunaksa terdampak.
"Proyek-proyek tersebut justru mengancam keamanan dan kemakmuran air, yang akan berdampak pada peruntukan pertanian tanaman pangan hingga degradasi budaya dan hilangnya subak yang ada di tapak proyek tersebut,” kata Made Krisna, dihubungi Sabtu, 18 Mei 2024.
Lebih lanjut Made Krisna mengungkapkan, Subak dengan fungsi hidrologisnya merupakan tampungan alami bagi air. Setiap hektare mampu menampung air sebanyak 3000 ton bila air tingginya 7 cm. “Apabila subak terus berkurang dan habis maka secara langsung Bali akan mudah diterpa bencana, seperti banjir,” ungkap Made Krisna.
Walhi Bali juga menyoroti masifnya alih fungsi lahan akibat pembangunan akomodasi pariwisata yang sangat banyak mengkonsumsi air dalam aktivitasnya operasionalnya. Menurut Made Krisna, pembangunan hotel dan sarana akomodasi pariwisata meningkat tajam bahkan hingga dua sampai tiga kali lipat.
Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2000 jumlah hotel berbintang 113 buah dan pada 2023 menjadi 541 hotel, dengan jumlah kamar pada tahun 2000 berjumlah 19.529 lalu meningkat tajam menjadi 54.184 pada 2023.
Angka tersebut menunjukan bahwa Bali sudah over tourism, atau kepadatan wisatawannya telah berlebih. padahal, banyak penelitian mengungkapkan jika akomodasi pariwisata adalah satu industri yang rakus akan air. "Beberapa penelitian menyebutkan jika satu kamar hotel membutuhkan 800 liter/kamar/hari, sangat jauh lebih banyak ketimbang kebutuhan rumah tangga,” kata Made Krisna.
Pembangunan Infrastruktur yang menyebabkan alih fungsi lahan dan mengurangi jumlah subak di Bali merupakan hal nyata yang mengantarkan Bali pada krisis air. Apalagi, banyak temuan menunjukkan jika akomodasi pariwisata lebih banyak menggunakan air bawah tanah (ABT) ditambah dengan peruntukan kawasan hijau yang hingga kini tidak memenuhi kriteria sebanyak 30 persen sesuai luas wilayah dalam ketentuan peraturannya.
"Sehingga kami mendesak pemangku kebijakan untuk menghentikan segala bentuk pembangunan yang ekstraktif dan memperparah keadaan lingkungan yang mengancam ketersediaan air dan yang mengancam Subak di Bali," kata Made Krisna.