LIPUTAN KHUSUS:

Riset: Hilangnya Keanekaragaman Hayati Sebab Utama Kenaikan Wabah


Penulis : Kennial Laia

Tiga perempat dari penyakit yang muncul pada manusia bersifat zoonosis, menginfeksi satwa liar maupun hewan peliharaan.

Perubahan Iklim

Minggu, 12 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Hilangnya keanekaragaman hayati adalah faktor lingkungan terbesar yang menyebabkan wabah penyakit menular, sehingga menjadikan penyakit ini lebih berbahaya dan menyebar luas, demikian temuan sebuah penelitian.

Penyakit menular baru terus meningkat dan sering kali berasal dari satwa liar. Dalam meta-analisis yang dipublikasikan di Jurnal Nature, para peneliti menemukan bahwa dari semua faktor “pendorong perubahan global” yang menghancurkan ekosistem, hilangnya spesies adalah penyebab terbesar yang meningkatkan risiko wabah. Penyebab lainnya adalah perubahan iklim dan masuknya spesies asing.

“Temuan riset ini adalah hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim, dan spesies pendatang meningkatkan penyakit. Sedangkan urbanisasi menurunkannya,” kata Jason Rohr, ketua peneliti University of Notre Dame di AS, Jumat, 10 Mei 2024. 

Para ahli menganalisis hampir 1.000 penelitian tentang faktor lingkungan global yang menyebabkan penyakit menular, yang mencakup semua benua kecuali Antartika. Mereka mengamati tingkat keparahan dan prevalensi penyakit pada tumbuhan, hewan, dan manusia.

Kelelawar buah Samal adalah jenis kelelawar yang sangat populer yang juga bisa disebut megabat. Kelelawar berasal dari daerah tropis Pulau Samal, Filipina. Dok. Wikimedia Commons

Tim ini berfokus pada lima pendorong perubahan global, yakni hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim, polusi bahan kimia, spesies non-asli, dan hilangnya habitat. Mereka menemukan empat dari lima peningkatan penyebaran penyakit: semua kecuali hilangnya habitat mengalami peningkatan penyakit. Hasilnya sama pada penyakit manusia dan non-manusia.

Perubahan habitat mengurangi risiko karena kecenderungan manusia berpindah ke tipe habitat tertentu – seperti kota. Daerah perkotaan cenderung memiliki lebih sedikit penyakit. Hal ini disebabkan karena sanitasi umum yang lebih baik dan juga karena jumlah satwa liar yang lebih sedikit. 

“Di daerah perkotaan dengan banyak beton, jumlah spesies yang dapat tumbuh subur di lingkungan tersebut jauh lebih sedikit,” kata Rohr. “Dari sudut pandang penyakit manusia, seringkali terdapat infrastruktur sanitasi dan kesehatan yang lebih baik dibandingkan di lingkungan pedesaan.”

Ketertarikan terhadap penyakit zoonosis meningkat sejak pandemi Covid-19, yang diyakini sebagian peneliti berasal dari kelelawar. Banyak penyakit lain yang saat ini mengkhawatirkan otoritas kesehatan global – termasuk flu babi dan flu burung – juga berasal dari satwa liar. Tiga perempat dari penyakit yang muncul pada manusia bersifat zoonosis, artinya penyakit tersebut juga menginfeksi satwa liar dan hewan peliharaan.

Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara penyakit-penyakit ini dan perubahan lingkungan (misalnya, pemanasan global dapat menyebabkan penyebaran penyakit malaria). Namun sebelumnya masih belum jelas faktor lingkungan mana yang memiliki dampak terbesar. 

Para peneliti mencatat bahwa banyak penyebab yang saling berhubungan: “Misalnya, perubahan iklim dan polusi kimia dapat menyebabkan hilangnya dan perubahan habitat, yang pada gilirannya dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati.”

Para peneliti mengatakan bahwa mengurangi emisi, mengurangi hilangnya keanekaragaman hayati, dan mencegah spesies invasif dapat membantu mengurangi beban penyakit. “Kami berharap analisis kami akan memfasilitasi upaya pengendalian, mitigasi, dan pengawasan penyakit secara global,” tulis para peneliti dalam makalah tersebut.