LIPUTAN KHUSUS:

Bank ADB Ingkari Janji Iklim, Dukung Proyek Batu Bara Baru


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Bank ADB mengingkari janji iklim yang dibuatnya sendiri. Biayai sejumlah proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru di Asia Tenggara.

Iklim

Jumat, 26 April 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Asian Development Bank (ADB) atau Bank Pembangunan Asia, berpotensi mengingkari janji iklimnya sendiri. Sebab, sejumlah proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru, termasuk ekspansi 2.000 megawatt dari pembangkit listrik batu bara terbesar dan terkotor di Asia Tenggara, diduga memperoleh dukungan dari bank tersebut.

Hal tersebut diungkapkan laporan terbaru dari kelompok lingkungan dan HAM, Inclusive Development International, Recourse, Trend Asia, dan NGO Forum on ADB. Inclusive Development International menemukan pendanaan ini dalam investigasinya terhadap dukungan pendanaan pembangunan untuk batu bara di Asia.

ADB pernah mengatakan, pinjaman sebesar USD600 juta yang diberikan kepada utilitas listrik milik negara Indonesia, Perusahaan Listrik Negara (PLN), merupakan upaya untuk “mendorong penggunaan energi bersih”. Akan tetapi, laporan ini menemukan bahwa pinjaman tersebut secara efektif mendukung seluruh rencana bisnis 10 tahun PLN.

Rencana itu mencakup ekspansi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Indonesia melalui pembangunan dua pembangkit listrik raksasa baru, yaitu PLTU Jawa 9 & 10--yang secara tegas ditentang oleh masyarakat setempat dan para pembela lingkungan--serta lebih dari belasan proyek batu bara lainnya.

Penampakan PLTU Suralaya di Cilegon, Banten dari udara. Sektor energi, seperti industri kelistrikan yang menggunakan batu bara serta pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan (FOLU) merupakan sektor penyumbang emisi terbesar Indonesia. Dok Kasan Kurdi/Greenpeace

Dustin Roasa, Direktur Penelitian Inclusive Development International dan penulis laporan ini, mengatakan perjanjian pinjaman ADB tidak hanya gagal mengecualikan batu bara. Sebab jika diperhatikan secara cermat, sebenarnya perjanjian ini justru memungkinkan PLN untuk menggunakan pendanaan dari ADB untuk pembangkit listrik tenaga batu bara.

"Pengeluaran yang memenuhi syarat dari pinjaman tersebut secara gamblang mencakup segala sesuatu yang tercakup dalam rencana 10 tahun PLN, yang tidak luput dari proyek batu bara baru ataupun proyek bahan bakar fosil lainnya,” katanya, dalam sebuah rilis, Rabu (24/4/2024).

Laporan ini menyebutkan, ADB melalui juru bicaranya menyangkal bahwa pinjaman tersebut dapat digunakan untuk pembangkit listrik tenaga batu bara, tetapi tidak ada klausul pengecualian batu bara dalam perjanjian pinjaman itu sendiri. Meskipun ADB secara jelas mengecualikan batu bara dalam perjanjian, dalam praktiknya bank tidak dapat menegakkan larangan tersebut karena uang pinjaman yang diberikan disalurkan ke rekening bank umum PLN.

Sedangkan menurut laporan PLN, uang tersebut bercampur-aduk dengan sisa dana utilitas. Hal ini tidak memenuhi standar pembiayaan hijau ADB yang mensyaratkan dana ditempatkan dalam rekening terpisah agar pelacakan dan verifikasi mudah dilakukan.

Juru Kampanye Keuangan Recourse, Daniel Wilis berpendapat, lembaga-lembaga yang didanai publik seperti ADB harus secara jelas dan komprehensif mengecualikan batu bara dalam kontraknya dengan nasabah dan perantara keuangan demi mengakhiri pendanaan batu bara secara permanen.

“Tanpa adanya pengecualian ini, pinjaman umum atau bahkan dana yang ditujukan bagi proyek-proyek hijau pada akhirnya justru mendukung ekspansi batu bara. Mengingat mendesaknya darurat iklim, bank-bank pembangunan juga harus menambahkan semua bahan bakar fosil ke dalam daftar Kegiatan Terlarang untuk didanai,” katanya.

Dalam pertemuan tahunan ADB yang diselenggarakan Mei 2023, Presiden ADB Masatsugu Asakawa, mengumumkan pendanaan ramah iklim sebesar USD100 miliar, termasuk dana untuk proyek-proyek energi terbarukan dan penghentian dini pembangkit listrik batu bara. Ia juga menegaskan kembali janji ADB untuk menghentikan pendanaan proyek batu bara baru.

Sementara itu, dengan mendukung rencana ekspansi batu bara pemerintah Indonesia, bank ini tidak hanya melanggar janji tersebut termasuk komitmen tanpa batu bara baru dalam kebijakan energinya, tetapi juga merusak investasinya dalam energi bersih di Indonesia. Pertemuan tahunan 2024 ADB akan dilaksanakan 2-5 Mei 2024 di Tbilisi, Georgia.

Juru Kampanye Energi Trend Asia, Novita Indri, mengatakan setiap pembangkit listrik tenaga batu bara baru yang dibangun di Indonesia kemungkinan akan beroperasi 35 hingga 40 tahun. Dengan mendukung rencana pengembangan batu bara PLN, ADB membantu mengunci Indonesia--negara yang berperan penting dalam upaya melawan perubahan iklim global--ke masa depan yang sebagian bergantung pada bahan bakar fosil yang paling kotor.

"Dampak dari keputusan ini, yang akan mempersulit Indonesia untuk memenuhi target emisi global dalam Perjanjian Paris. Namun dampaknya akan sangat dirasakan oleh masyarakat Banten,” kata Novita.

Kerugian sosial akibat dukungan ADB terhadap proyek batu bara baru

Laporan ini juga menggambarkan dampak nyata yang memprihatinkan akibat dukungan ADB terhadap pembangunan pembangkit listrik batu bara baru di Banten, Indonesia. Masyarakat menyatakan polusi akibat perluasan PLTU Suralaya yang didukung ADB telah menggusur banyak keluarga, mengurangi stok ikan dan hasil pertanian, serta membuat anak-anak mereka sakit.

Polusi dari kompleks Suralaya dan pembangkit listrik batu bara lain yang ada di sekitarnya diperkirakan menyebabkan kematian sekitar 2.500 orang Indonesia per tahun hingga menimbulkan berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit pernapasan dan kanker.

Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi dengan tingkat infeksi saluran pernapasan akut tertinggi di Indonesia dan diperkirakan bahwa polusi tambahan dari PLTU Jawa 9 & 10 akan menyebabkan 2.400 hingga 7.300 kematian dini selama masa operasinya yang diprediksi akan berjalan selama 30 tahun.

Selain menghentikan dukungannya yang masih berlangsung terhadap pembangunan proyek batu bara baru, ADB mempunyai kewajiban untuk memberikan pemulihan atas dampak pendanaan batu bara yang dilakukannya di masa lalu, termasuk perluasan PLTU Suralaya pada 1980 dan 1990-an. Sebagai penyandang dana bagi PLN, ADB juga memiliki pengaruh besar terhadap keberlanjutan dan cara PLN menjalankan bagian-bagian rencana bisnis 10 tahunnya, hal ini mencakup pembangunan PLTU Jawa 9 & 10.

Meskipun ADB tidak tunduk terhadap pengaduan yang baru-baru ini diajukan kepada berbagai penyandang dana lainnya untuk PLTU Jawa 9 & 10, ADB memiliki pengaruh besar dalam mendorong agar tuntutan masyarakat dipenuhi, termasuk seruan agar proyek tersebut dibatalkan, dihentikan lebih awal secara bertahap, atau setidaknya dibuat patuh terhadap standar internasional.

“Faktanya di lapangan sudah jelas, ADB harus memanfaatkan kesempatan Tinjauan Kebijakan Energi yang akan datang untuk menutup celah bagi kelanjutan pembiayaan batu bara dan bahan bakar fosil lainnya, termasuk melalui pengaturan perantara keuangan," ujar Tanya Roberts-Davis, Koordinator Advokasi Transisi yang Adil di NGO Forum on ADB.

Tanya menambahkan, seperti yang ditegaskan oleh para pembela hak masyarakat dan gerakan sosial di Indonesia serta negara-negara lain di kawasan di mana ADB mendanai pengembangan proyek batu bara, sangat penting bagi manajemen dan dewan direksi lembaga tersebut--yang bertanggung jawab atas dampak buruk dan kerugian yang ditimbulkan dan kerusakan yang ditimbulkan pada komunitas dan ekologi yang terkena dampak--untuk memprioritaskan penanganan keluhan dan tuntutan keadilan reparatif dari mereka yang tinggal dan bekerja di wilayah sekitar.