LIPUTAN KHUSUS:
Studi Ungkap Deforestasi Mengubah Perilaku Sosial Monyet
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Ketika hutan ditebang, monyet mampu beradaptasi dengan cara tertentu, atau populasi mereka menurun.
Deforestasi
Selasa, 12 Maret 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Monyet dikenal karena interaksi sosialnya yang aktif. Namun, sebuah studi baru yang diterbitkan di American Journal of Primatology mengungkapkan tren yang mengkhawatirkan. Ketika deforestasi mengganggu habitat mereka, monyet dipaksa untuk mengubah perilaku sosial mereka untuk bertahan hidup.
"Satu tren yang kami lihat pada primata di seluruh dunia adalah ketika hutan mereka ditebang, mereka mampu beradaptasi dengan cara tertentu, atau populasi mereka menurun," jelas Dr. Laura Bolt, ahli primata dari University of Toronto Mississauga, dikutip dari Earth.com.
Dr. Bolt mengatakan, sama seperti manusia, monyet adalah makhluk sosial dan interaksi mereka penting untuk kelangsungan hidup, pembelajaran, dan struktur sosial. Karena perubahan di lingkungan mereka dapat mempengaruhi interaksi ini, para peneliti mempelajari bagaimana monyet beradaptasi untuk tinggal di dekat tepi hutan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Penelitian ini dilakukan di Kosta Rika di Stasiun Penelitian Biologi La Suerte. Para ilmuwan mengamati tiga spesies monyet--monyet laba-laba (Ateles hybridus), monyet kapusin (Cebus imitator), dan monyet howler (Alouatta palliata)--dari 2017 hingga 2023.
Tim mendokumentasikan perilaku sosial monyet, seperti perawatan, bermain, dan komunikasi, baik di dalam hutan maupun di tepi hutan. Tujuannya adalah untuk melihat apakah monyet-monyet tersebut berperilaku berbeda di bagian dalam hutan alami dibandingkan dengan zona tepi yang terganggu.
Monyet laba-laba lebih jarang bermain dan saling bersosialisasi di daerah tepi dibandingkan dengan bagian hutan yang lebih dalam. Perbedaan ini menunjukkan bahwa monyet-monyet tersebut mungkin tidak merasa aman atau nyaman bersosialisasi di daerah tepi.
Monyet laba-laba lebih jarang bermain dan saling bersosialisasi di daerah tepi dibandingkan dengan bagian hutan yang lebih dalam.
Para peneliti berspekulasi bahwa monyet-monyet tersebut menghemat energi di daerah tepi yang lebih keras. Hal ini bisa jadi karena lebih sedikit makanan atau karena lebih banyak bahaya di sekitarnya, seperti predator atau manusia.
Tepi hutan lebih dekat dengan manusia, jadi mungkin habitatnya tidak sebagus hutan bagian dalam. Kemungkinan lebih sedikit makanan dan lebih sedikit pohon besar yang bisa digunakan monyet untuk berayun dan bersembunyi.
Pemikiran lainnya adalah bahwa monyet laba-laba lebih memilih bagian dalam hutan yang lebih lebat untuk bersosialisasi. Mereka mungkin merasa lebih aman bergerak di atas kanopi pohon, jauh dari masalah dan bahaya di tepi hutan.
Kanopi ini seperti labirin 3D dari cabang-cabang pohon yang dapat dilalui monyet dengan mudah. Di sini juga terdapat pohon buah-buahan, menjadikannya tempat yang tepat untuk berkumpul dengan teman-teman dan berbagi makanan.
Para ahli menemukan bahwa monyet kapusin berwajah putih terlibat dalam perilaku yang tidak menarik perhatian. Monyet-monyet ini lebih jarang berkelahi dan bersuara ketika tinggal di tepi hutan.
Monyet kapusin memakan berbagai macam makanan, sehingga mereka mungkin dapat menemukan lebih banyak makanan di tepi hutan, yang dapat mempengaruhi cara mereka berinteraksi satu sama lain. Selain itu, menjadi lebih tenang dan tidak terlalu agresif dapat membantu mereka menghindari predator di area terbuka.
"Jika mereka berada di area dengan pepohonan yang lebih kecil, di mana lebih mudah bagi predator untuk melihat mereka, mereka sangat rentan. Masuk akal jika kapusin akan berusaha menghindari dimakan, pada dasarnya," kata Dr. Bolt.
Tidak seperti monyet lainnya, monyet howler berperilaku dengan cara yang sama baik di tengah hutan maupun di tepi hutan. Ini bisa berarti bahwa monyet howler sangat mudah beradaptasi dan dapat menangani perubahan-perubahan ini dengan baik. Bisa jadi mereka tidak dapat menyesuaikan perilaku mereka dengan mudah pada situasi baru.
Monyet howler kebanyakan makan daun, yang mudah ditemukan bahkan di daerah yang terganggu. Pola makan yang fleksibel ini mungkin menjadi alasan mengapa mereka bertindak dengan cara yang sama terlepas dari lingkungan mereka.
Studi ini menunjukkan, monyet howler dapat hidup dengan baik di hutan yang rusak tanpa mengubah cara mereka berinteraksi satu sama lain. Sayangnya, stabilitas ini juga dapat berarti mereka mengalami kesulitan beradaptasi dengan lingkungan yang berubah dengan cepat atau rusak parah.
"Hal ini bisa menjadi kekhawatiran jangka panjang bagi monyet howler. Mereka mungkin hanya mampu hidup dengan satu cara dan kemudian mereka bertahan hingga tiba-tiba, mereka punah karena tidak mampu mengatasinya," kata Dr. Bolt.
Penelitian Dr. Bolt membantu kita memahami seberapa baik monyet dapat mengatasi perubahan. Pengetahuan ini memungkinkan kita untuk menentukan primata mana yang paling berisiko akibat hutan yang terfragmentasi dan bagaimana perubahan perilaku alami mereka dapat memengaruhi kelangsungan hidup mereka.
"Memahami perilaku spesies adalah cara untuk lebih memahami mereka, dan lebih memahami cara melestarikannya," ucap Dr. Bolt.