Masyarakat Sipil Desak Keterbukaan Tindak Lanjut Penataan Lahan
Penulis : Aryo Bhawono
Hukum
Kamis, 11 Mei 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Koalisi masyarakat sipil mendesak KLHK untuk membuka informasi tindak lanjut evaluasi izin di kawasan hutan, terutama di Papua. Sejak evaluasi itu dilakukan, masyarakat adat, pemilik hutan adat, masih terus berkonflik Mereka menganggap pembiaran deforestasi terus berlangsung pasca pencabutan pelepasan kawasan hutan dan masyarakat adat pun terus dikesampingkan.
Pada awal 2022, Presiden Jokowi menyebutkan akan memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar ada pemerataan, transparan dan adil, untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan dan kerusakan alam. Izin pertambangan, kehutanan, dan penggunaan lahan negara dievaluasi secara menyeluruh.
Pemerintah mencabut berbagai izin, yakni 2.078 izin perusahaan pertambangan mineral dan batu bara karena tidak pernah menyampaikan rencana kerja, sebanyak 192 izin sektor kehutanan dengan luas 3.126.439 hektar karena tidak aktif dan tidak membuat rencana kerja dan ditelantarkan, serta mencabut Hak Guna Usaha seluas 34.448 hektar karena ditelantarkan.
Namun hanya segelintir informasi yang memuat tindak lanjut pencabutan perizinan ini. Rapat Dengar Pendapat DPR dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tanggal 25 Januari 2022, Menteri LHK menyebutkan pencabutan izin melalui SK Menteri KLHK No. 01/MENLHK/SETJEM/KUM.1/1/2022 masih bersifat deklaratif.
Kementerian masih membuka ruang klarifikasi kepada pemegang izin konsesi hingga hasilnya dapat berupa keputusan definitif pencabutan per perusahaan atau kebijakan peningkatan produktivitas dan perlindungan.
“KLHK terkesan tertutup terkait tindak lanjut SK Men LHK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan khususnya proses klarifikasi yang berlangsung,” ucap Tigor Gemdita Hutapea, dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat yang tergabung dalam koalisi.
Sedangkan hasil riset pemberitaan Menteri Investasi / Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, selaku Satgas Percepatan Investasi dan Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi, hanya sampai pada penandatangan surat pencabutan izin konsesi kawasan hutan terhadap 15 perusahaan, dengan total luas lahan mencapai 482 ribu hektar.
Data deforestasi yang terjadi di tiap kabupaten di Tanah Papua. (Auriga)
Pencabutan Izin Tak Berdampak Pada Masyarakat Adat Papua
Catatan Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua menyebutkan luas perizinan yang dicabut di Tanah Papua mencapai 1.287.030,37 hektar, yang terbanyak adalah surat keputusan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit, sebanyak 47 SK dengan luas 1.065.221 hektar. Terdapat tiga SK perkebunan kelapa sawit di Papua masuk dalam daftar siaran pers BKPM, yaitu PT Permata Nusa Mandiri, PT Tunas Agung Sejahtera, dan PT Menara Wasior.
Ketiga perusahaan itu menggugat pencabutan izin oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. Ketika gugatan itu bergulir di PTUN Jakarta, PT Permata Nusa Mandiri melakukan pembukaan hutan seluas 67 hektar di areal izin yang telah dicabut sepanjang 2022. Namun tidak ada upaya penegakan hukum penghentian atas deforestasi yang terjadi.
Terbaru berdasarkan SIPP PTUN Jakarta, PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama menggugat KHLK atas Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia tentang Penertiban dan Penataan Pemegang Pelepasan Kawasan Hutan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Koalisi menduga keputusan ini merupakan tindak lanjut SK MenLHK 01/MENLHK/SETJEM/KUM.1/1/2022.
PT Megakarya dan PT Kartika Cipta Pratama terafiliasi dengan PT Menara Group yang tersangkut skandal Proyek Tanah Merah di Kabupaten Boven Digoel, menggunakan nama nomine di dalam akta pendiriannya, tujuh anak perusahaan Menara Group memperoleh izin usaha perkebunan seluas 270.095 hektar dalam satu hamparan yang sama.
Pada sebuah persidangan di PTUN Jayapura, seorang staf Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua menyatakan telah terjadi tindak pidana pemalsuan tanda tangan IUP tujuh perkebunan. Laporan Greenpeace ‘Stop Baku Tipu Sisi Gelap Perizinan Tanah Papua’ menyebutkan deforestasi demi perkebunan telah menyebabkan permasalahan sosial dan lingkungan.
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat mendampingi masyarakat melakukan pemetaan partisipatif di wilayah SK pencabutan kawasan hutan PT Megakarya dan PT Kartika Cipta Pratama, menemukan adanya kelompok masyarakat adat sebagai pemegang hak ulayat yang wajib dipulihkan hak-haknya.
Gugatan yang diajukan kedua perusahaan akan berdampak kepada hak dan kepentingan masyarakat adat yang memanfaatkan hutan sebagai ruang kehidupan. Bilamana gugatan diterima dalam satu putusan pengadilan maka merugikan hak-hak masyarakat adat. Masyarakat adat memilih untuk terlibat dalam proses hukum dengan mengajukan diri sendiri sebagai pemohon intervensi guna mempertahankan hak dan kepentingannya. Diperlukan keseriusan KHLK menghadapi perlawanan yang dilakukan oleh perusahaan.
Koalisi pun mendesak transparansi pencabutan izin, pemulihan hak masyarakat adat, menolak izin baru dan penindakan terhadap korporasi yang melakukan deforestasi.
SHARE