LBH Papua Minta Izin PT IAL di Boven Digoel Dicabut
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hutan
Minggu, 02 April 2023
Editor : Redaksi Betahita
BETAHITA.ID - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua meminta Negara melindungi hutan wilayah adat marga Woro, di Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan. Surat Keputusan Nomor 82 Tahun 2021 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit, yang diterbitkan untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL) diminta dicabut.
"Dalam rangka melindungi hutan adat Marga Woro dan mendukung perjuangan Marga Woro untuk meningkatkan kemampuan hutan dan lahan untuk menyerap Gas Rumah Kaca (GRK), sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 dan penjelasan huruf f, angka 2, Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2004," kata Emanuel Gobay, Direktur LBH Papua, dalam keterangan persnya, Jumat (24/3/2023), dikutip dari Suara Papua.
Gobay menguraikan, keberadaan hutan adat diakui Negara dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat sebagaimana diatur Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan, sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012.
Menurutnya, pengakuan dan jaminan hukum atas kepemilikan hutan adat oleh masyarakat adat Papua secara tegas telah dijamin dalam ketentuan Negara, yakni mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak yang diatur pada Pasal 18b ayat (2) UUD 1945. Selain itu, ketentuan kewajiban mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat diatur dalam Pasal 42 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua.
Penerbitan SK Kepala DPMPTSP Papua No. 82 Tahun 2021 yang menjadi salah satu dasar pembangunan perkebunan sawit dan pabrik pengolahan berkapasitas 90 ton TBS/jam di atas Lahan Seluas 36.094,4 Hektare kepada PT IAL di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, menurut Gobay, akan menghilangkan hutan adat milik masyarakat adat Awyu, khususnya Marga Woro.
"Pimpinan marga Woro mengajukan gugatan terhadap Kepala DPMPTSP Papua atas penerbitan SK Nomor 83 Tahun 2021 di Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura dan telah terdaftar dengan Nomor 6/G/LH/2023/PTUN.JPR tertanggal 13 Maret 2023."
Atas ancaman yang dihadapi masyarakat adat Awyu, sebagai salah satu kuasa hukum dalam tim advokasi Selamatkan Hutan Adat Papua dalam gugatan Marga Woro kepada DPMPTSP Provinsi Papua, LBH Papua menegaskan agar Presiden RI wajib melindungi hutan adat di seluruh wilayah adat Papua demi meningkatkan kemampuan hutan dan lahan untuk menyerap GRK.
Meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan kepala daerah di seluruh wilayah adat Papua wajib mengakui masyarakat adat Papua sebagai pemilik hutan adat Papua sesuai Putusan MK, serta mencabut izin perusahaan yang diberikan tanpa sepengetahuan masyarakat adat Papua pemilik hutan adat Papua, sesuai Pasal 42 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 2 Tahun 2021. Terakhir, meminta Kepala DPMPTSP Provinsi Papua, mencabut SK No. 82 Tahun 2021.
Sebelumnya, Pemimpin Marga Woro dari Suku Awyu, Hendrikus Franky Woro, menjelaskan, Marga Woro mendiami Kampung Yare, Distrik Fofi, Boven Digoel, mengajukan gugatan lantaran pemerintah daerah diduga menutup informasi tentang izin-izin PT IAL yang konsesinya akan mencaplok wilayah adat mereka.
"Kami sebagai pemilik wilayah adat tidak mendapat informasi tentang rencana aktivitas perusahaan. Kami juga tidak dilibatkan saat penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal)," kata Franky.
Menurut Laporan Greenpeace berjudul Stop Baku Tipu: Sisi Gelap Perizinan di Tanah Papua, PT IAL mengantongi izin lokasi perkebunan kelapa sawit seluas 39.190 hektare sejak 2017.
Perusahaan ini diduga dikendalikan oleh perusahaan asal Malaysia All Asian Agro, yang juga memiliki perkebunan sawit di Sabah di bawah bendera perusahaan East West One. PT IAL memperoleh lahan dari PT Energy Samudera Kencana, anak perusahaan Menara Group yang sempat akan menggarap proyek di Tanah Merah, Boven Digoel.
SHARE