Ikan Sungai Brantas Punah Karena Polusi
Penulis : Aryo Bhawono
Polusi
Selasa, 11 Februari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Komunitas Penyayang Ikan Perairan Nusantara (Kopipa) mendesak Pemerintah Jawa Timur memperketat regulasi pengelolaan limbah industri di Sungai Brantas. Catatan mereka menyebutkan pencemaran limbah industri telah menyebabkan penurunan jenis ikan di sungai terpanjang kedua di Jawa itu.
Desakan ini disampaikan dalam aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Jawa Timur di Jalan Pahlawan, Surabaya pada Senin (10/2/2025). Sekitar 25 peserta aksi memampangkan replika ikan dan tulang ikan, mereka mendesak Pemprov Jawa Timur merestorasi sungai dan mempertegas regulasi yang berpihak pada perlindungan ekosistem perairan.
Koordinator aksi, Jofan Ahmad, menyebutkan Sungai Brantas termasuk sungai strategis kini berada dalam kondisi kritis.
“Minimnya pengawasan Pemerintah terhadap pencemaran akibat limbah Industri, sampah plastik, pemukiman bantaran sungai yang berkontribusi pada perubahan tata guna lahan telah mengancam keberadaan ikan-ikan domestik Sungai Brantas,” ucap dia melalui rilis pers yang diterima redaksi.
![](https://cdn.betahita.id/9/5/1/2/9512_840x576.jpeg)
Anggota Kopipa, Zulfikar, menyebutkan tingkat pencemaran Sungai Brantas tidak hanya berdampak pada ikan, tetapi juga masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sungai ini. Sebanyak 17 juta warga yang bergantung pada sungai Brantas.
Sementara itu, temuan Ecoton di Sungai Brantas hilir hanya terdapat 7 jenis ikan lokal yang jika dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya mengalami penurunan sebanyak 13 jenis ikan lokal.
“Polusi di Sungai Brantas berpengaruh langsung pada ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat. Jika ini dibiarkan bukan hanya ikan yang punah, tetapi sumber mata pencaharian ribuan nelayan dan petani juga terancam hilang,” ujar Zul.
Peneliti ikan Sungai Brantas, Prigi Arisandi, menyebutkan pemerintah, terutama Pemprov Jawa Timur, seharusnya memberikan perhatian serius soal kondisi ikan di Sungai Brantas. Pasalnya laporan International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyebutkan lebih dari 23.000 spesies air air tawar, sebanyak 24 persen diantaranya dikategorikan terancam punah, termasuk ikan, amfibi, reptil dan invertebrata yang menjadi penopang ekosistem global.
Laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2024 sendiri menyebutkan 60 persen sungai di Indonesia tercemar berat. Ancaman ini meliputi 54 persen berasal dari limbah industri dan domestik yang dapat meracuni ikan dan ekosistem sungai, 39 persen pembangunan bendungan sehingga menghambat migrasi ikan dan mengganggu ekosistem di hilir, 37 persen dari perubahan tata guna lahan yang berubah menjadi kawasan industri dan pemukiman, serta 28 persen yang mengancam spesies asli melalui persaingan dan predasi.
Sedangkan kondisi saat ini, kata dia, Sungai Brantas mengalami ancaman terbesar akibat pencemaran limbah industri dan domestik.
“Kami menemukan ketidakseimbangan rasio jenis kelamin ikan di Sungai Brantas, dengan 32 persen jantan dan 68 persen betina. Ketimpangan ini mengindikasikan gangguan hormon yang disebabkan oleh paparan limbah industri dan domestik yang mengandung bahan kimia tergolong EDC pemicu interseks pada ikan. Jika terus berlanjut, populasi ikan dapat terganggu dan mengancam ekosistem sungai secara keseluruhan” ucap Prigi.
Peneliti Ikan dan Kebudayaan, Kurnia Rahmawati, menyebutkan sungai mencerminkan identitas ekologi daerah melalui keberagaman ikan lokalnya. Keberadaan ikan belida atau ikan papar pada aliran Sungai Brantas di Kediri misalnya, telah lenyap
“Ini sangat disayangkan karena secara tidak langsung maka daerah juga kehilangan jati diri atau identitias lokalnya,” ucapnya.
Saat ini di Indonesia, telah tercatat sebanyak 4.782 spesies ikan asli. Sebanyak 1.248 spesies diantaranya merupakan ikan air tawar, sementara 3.534 spesies hidup di perairan laut. Selain itu, terdapat 130 spesies ikan endemik, 120 spesies ikan introduksi, serta 150 spesies yang berstatus terancam punah.
Sementara itu, ikan invasif yang berpotensi mengganggu ekosistem perairan tercatat sebanyak 13 spesies.
Kopipa pun mendesak pemerintah memperketat regulasi pengelolaan limbah industri dan menerapkan sanksi tegas bagi pelaku pencemaran. Jika pencemaran dibiarkan saja maka generasi mendatang tidak bisa menikmati keanekaragaman hayati Sungai Brantas seperti sebelum-sebelumnya.
Pemerintah harus memasang kamera CCTV dan alat pemantau kualitas air yang bisa diakses secara “real time” dan terbuka pada setiap outlet pembuangan limbah industri sepanjang Sungai Brantas.
Selain itu pembentukan tim satuan tugas (satgas) pemantau dan pengawas harus segera dibentuk. Gubernur Jawa Timur juga harus punya program pemulihan sungai sebagai bagian dari upaya restorasi habitat ikan lokal di sungai.
SHARE