IQRA UNTUK MENTERI RAJA JULI ANTONI

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Rabu, 15 Januari 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh University of Oxford telah melakukan penilaian yang paling komprehensif hingga saat ini mengenai bagaimana penebangan dan konversi menjadi perkebunan sawit memengaruhi ekosistem hutan tropis. Hasilnya menunjukkan bahwa penebangan dan konversi memiliki dampak lingkungan yang berbeda secara signifikan dan kumulatif. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan pada 10 Januari lalu di jurnal Science.

Penelitian ini penting bagi Indonesia karena belum lama ini Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyampaikan rencana pemerintah mengubah 20 juta hektare hutan dan lahan untuk tanaman pangan dan energi.

Dilansir dari Phys, para peneliti University of Oxford menyatakan pemahaman tentang berbagai aspek hutan tropis dipengaruhi oleh penebangan dan konversi menjadi perkebunan sawit merupakan hal yang penting dalam mengidentifikasi habitat-habitat yang diprioritaskan untuk konservasi dan restorasi, serta membantu pengambilan keputusan terkait penggunaan lahan.

Misalnya, apakah hutan yang telah ditebang perlu dilindungi, direstorasi, atau dialihfungsikan menjadi perkebunan. Namun hingga saat ini, sebagian besar penelitian berfokus pada sejumlah faktor yang terbatas, sehingga dampak keseluruhan terhadap keseluruhan ekosistem sulit untuk dinilai.

Foto udara pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit di hutan gambut Babahrot, Aceh Barat Daya, Aceh. Dok. Betahita/Istimewa

Dalam penelitian ini, para peneliti mengamati lebih dari 80 matrik yang menggambarkan berbagai aspek struktur, keanekaragaman hayati, dan fungsi ekosistem hutan tropis-mulai dari unsur hara tanah dan penyimpanan karbon, hingga tingkat fotosintesis dan jumlah spesies burung dan kelelawar. Matrik-matrik tersebut diukur di lokasi-lokasi penelitian di tiga wilayah di Sabah, Borneo, Malaysia, yaitu di hutan tua yang belum terganggu, hutan yang sudah ditebang (baik yang sudah ditebang ringan maupun berat), dan hutan yang sudah ditebang dan telah dikonversi menjadi perkebunan sawit.

Penelitian ini, yang belum pernah dilakukan sebelumnya dalam menyelidiki spektrum indikator kesehatan ekosistem hutan tropis yang begitu luas dalam satu analisis tunggal, dimungkinkan karena luasnya cakupan lokasi penelitian yang didirikan dan dikelola oleh South East Asia Rainforest Research Partnership.

Secara keseluruhan, penebangan dan konversi memiliki dampak yang meluas, memengaruhi sebagian besar properti yang diukur, yaitu 60 dari 82 metrik ekosistem. Namun, terdapat perbedaan yang jelas di antara keduanya. Secara umum, penebangan berdampak pada sebagian besar faktor yang terkait dengan struktur dan lingkungan hutan.

Karena penebangan di daerah tropis umumnya bersifat selektif-berfokus pada pohon-pohon yang memiliki kualitas komersial tertentu-bahkan penebangan dalam jumlah yang sedikit pun dapat mengubah sistem. Sebagai contoh, ketika pohon-pohon yang lebih tua dan lebih besar ditebang, hal ini menciptakan celah pada kanopi, sehingga memungkinkan munculnya spesies yang tumbuh dengan cepat dengan karakteristik yang sangat berbeda, termasuk kayu yang tidak terlalu lebat dan daun yang lebih tipis sehingga lebih rentan terhadap pemakan tumbuhan (herbivora).

Akan tetapi, mengubah hutan-hutan yang telah ditebang tersebut menjadi perkebunan sawit memiliki dampak yang lebih besar bagi keanekaragaman hayati, yang lebih besar daripada dampak dari penebangan itu sendiri. Spesies burung, kelelawar, kumbang kotoran, pohon, tanaman merambat, dan mikroorganisme tanah, semuanya menunjukkan penurunan yang lebih besar dalam hal kelimpahan dan keanekaragaman di perkebunan dibandingkan dengan hutan yang ditebang.

Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan besar dalam sumber daya makanan tanaman dan pergeseran ke iklim mikro yang lebih panas dan lebih kering di bawah lapisan tunggal sawit yang mengikuti konversi dari hutan yang ditebang.

"Salah satu pesan utama dari penelitian ini adalah bahwa penebangan dan konversi secara selektif berbeda dalam hal bagaimana keduanya memengaruhi ekosistem hutan, yang berarti konversi menjadi perkebunan membawa dampak baru yang menambah dampak dari penebangan saja,” kata penulis senior, Profesor Andrew Hector, dari Departemen Biologi, University of Oxford.

Menurut tim peneliti, hal ini menunjukkan bahwa hutan yang ditebang masih berharga untuk menjaga keanekaragaman hayati dan tidak boleh langsung 'dihapuskan' untuk dikonversi menjadi perkebunan sawit.

"Pesan utama dari penelitian ini adalah bahwa hutan yang ditumbuhi pohon-pohon tua dan masih utuh merupakan hutan yang unik, tetapi hutan yang ditebang sekunder juga berharga dan penting dari segi keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistemnya, dibandingkan dengan hutan yang ditebang yang sudah sangat berkurang di perkebunan sawit,” ujar Profesor Ed Turner (University of Cambridge), yang turut memimpin penelitian ini.

Charlie Marsh, penulis utama penelitian ini yang bekerja di National University of Singapore dan pada saat penelitian bekerja di Departemen Biologi, Universitas Oxford, mengatakan studi yang mereka lakukan ini menunjukkan bahwa fokus pada satu komponen tunggal dari ekosistem dapat mengarah pada pemahaman yang tidak lengkap mengenai bagaimana ekosistem merespons secara keseluruhan.

"Kami sangat terkejut dengan variabilitas yang sangat besar dalam hal bagaimana aspek-aspek yang berbeda dari ekosistem merespons deforestasi. Kami melihat adanya peningkatan, penurunan, atau terkadang tidak ada perubahan sama sekali,” katanya.

“Bahkan ada beberapa aspek yang meningkat pada hutan yang ditebang, namun menurun pada perkebunan sawit. Ketika mengambil keputusan terkait pengelolaan dan konservasi lahan, kita harus mempertimbangkan berbagai aspek ekologi,” ucap Marsh.

SHARE