Abaikan Legalitas, PT Phoenix Mulai Produksi Chip Kayu
Penulis : Aryo Bhawono
Hutan
Kamis, 05 Desember 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - PT Phoenix Resources International (PRI) terpantau telah melakukan produksi chip kayu. Padahal perusahaan ini tercatat bermasalah dalam berbagai hal, termasuk melakukan pembangunan pabrik kayu yang ditengarai ilegal di Tarakan, Kalimantan Utara.
Perusahaan pabrik kayu itu telah menerima stok bahan kayu akasia sebanyak 1.014 ton dan ekaliptus sebanyak 36.623 ton per 22 Oktober 2024 lalu. Informasi ini tertera pada dokumen Pengujian Hasil Pelaksanaan Verifikasi Legalitas Hasil Hutan di Hilir dan Pasar yang diperoleh redaksi.
Lembaga Penilai dan Verifikasi lndependen (LPVI) PT Trustindo Prirna Karya mengumumkan PT Phoenix Resources International lulus verifikasi awal legalitas hasil hutan kayu (VLHH). Perusahaan itu diperbolehkan memproduksi serpih kayu (wood chips) dengan kapasitas izin 1.700.000 ton/tahun.
Pabrik kayu tersebut menerima bahan baku dari empat perusahaan yang telah memiliki sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan perjanjian serah terima kayu.
Perusahaan itu adalah:
- PT Mahakam Persada Sakti sebanyak 22.649,14 ton eukaliptus
- PT Bakayan Jaya Abadi sebanyak 9.479,64 ton eukaliptus dan 1.996,91 ton akasia
- PT Industrial Forest Plantation sebanyak 8.661,83 ton eukaliptus
- PT Santan Borneo Abadi sebanyak 4.066,89 ton eukaliptus
Informasi yang dihimpun juga menyebutkan setidaknya terdapat enam tongkang bermuatan kayu telah bersandar di dermaga perusahaan itu pada November 2024 lalu.
Struktur perusahaan PT phoenix Resources International dan hubungannya dengan PT Balikpapan Chip Lestari.
Namun aktivitas produksi perusahaan kayu ini masih menyisakan persoalan. Data pemberitaan betahita menyebutkan beberapa permasalahan saat proses pembangunan pabrik.
Pembangunan pabrik kayu PT Phoenix Resource International (PRI) dilakukan dengan cara membuka kawasan mangrove di Tarakan, Kalimantan Utara. Lokasi pembangunan pabrik kayu ini dilakukan di Kelurahan Juata Permai, Kecamatan Tarakan Utara, Kota Tarakan, pada lahan seluas kurang lebih 129 hektare. Berdasar Peta Interaktif Sistem Informasi Geospasial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIGAP KLH) lokasi pabrik tersebut merupakan kawasan mangrove.
Selain melakukan pembabatan mangrove, proyek itu juga akan mereklamasi sebagian pesisir.
Warga pun mengeluh karena proyek galian C untuk penimbunan menimbulkan dampak polusi, lingkungan, dan kenyamanan pengguna jalan.
Proses pembangunan pun diduga merupakan aktivitas ilegal karena dilakukan sebelum ada izin. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) Rencana Pembangunan Industri Bubur Kertas (Pulp), TUKS, dan Sarana Pendukungnya PT Phoenix Resources International menyebutkan pembangunan pabrik tersebut akan dilakukan di lahan seluas 129 hektare. Meski dalam pemetaan seluruh lahan menjadi satu hamparan namun lahan itu terbagi dalam tiga surat Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) untuk Kegiatan Berusaha.
Masing-masing adalah surat PKKPR No. 31082110216571002 seluas 55 ha, surat PKKPR No. 23122110216571009 seluas 38 Ha, dan surat PKKPR No, 23122110216571010 seluas 36 ha.
PRI telah menguasai lahan seluas ± 39,9 Ha berdasarkan Surat Perjanjian Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor. 02/LGL-TCM/X/2021 antara Pihak PT Tarakan Chip Mill (PT TCM) dengan PT PRI, selain itu 23,1 Ha yang telah dimiliki PT PRI yang dibeli dari masyarakat.
Olah dokumen dan data pemetaan yang dilakukan oleh Auriga Nusantara menunjukkan lahan PT TCM tersebut masuk dalam surat PKKPR No. 31082110216571002 seluas 55 ha. Pemantauan lapangan yang dilakukan menunjukkan telah terjadi aktivitas penimbunan pada lahan ini untuk kepentingan pembangunan, termasuk reklamasi kawasan mangrove.
Aktivitas ini diduga ilegal karena dilakukan saat proses perizinan belum selesai. Belum ada keterangan dari pemilik soal dugaan praktik ilegal ini.
SHARE