MA Tolak Kasasi Gubernur Jatim dan PUPR Soal Sungai Brantas
Penulis : Aryo Bhawono
Polusi
Jumat, 02 Agustus 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Gubernur Jawa Timur dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Mereka harus memulihkan, menginvestigasi, dan mengawasi Sungai Brantas sekaligus meminta maaf kepada masyarakat soal pencemaran.
Keputusan ini tertuang dalam Putusan No 1190K/PDT/2024 tertanggal 30 April 2024. Majelis Hakim Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan dalam perkara Gubernur Jawa Timur dan Menteri Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat melawan Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecological Observation and Wetland Conservation/ Ecoton) terkait pencemaran Sungai Brantas.
“Dengan Putusan MA ini maka pihak tergugat yaitu Gubernur Jawa Timur dan Menteri PUPR harus melaksanakan 10 putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya No 8/Pdt.G/2019/PN.Sby yang dikuatkan oleh Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur No 117/PDT/2023/PT.SBY,” tulis petikan putusan tersebut.
Koordinator Advokasi Kali Brantas Ecoton, Alaika Rahmatullah, mengapresiasi putusan ini. Menurutnya hingga saat ini kerusakan sungai Brantas tidak terkendali.
“Sungai itu tercemar buangan limbah industri, sampah plastik, hingga limbah domestik karena pemerintah mengabaikannya,” kata dia.
Gugatan ini sendiri bermula ketika kematian ikan terjadi hampir tiap tahun di Sungai Brantas. Pada 2019, Ecoton mengajukan gugatan melalui PN Surabaya kepada Gubernur Jawa Timur dan Menteri PUPR. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjadi tergugat turut serta.
Gugatan ini bukan tanpa dasar, menurut Alaika, karena selama 10 tahun terakhir pengelolaan Sungai Brantas dinilai buruk oleh masyarakat. Survei yang mereka lakukan terhadap 535 Warga di Jawa Timur, 62,1 persen menyatakan pengelolaan Sungai Brantas oleh Gubernur Khofifah Indar Parawansa masuk kategori Buruk. Sebanyak 88 persen responden meyakini bahwa Kali Brantas saat ini masih dalam keadaan tercemar.
Pencemaran di Kali Brantas, menurut masyarakat Jawa Timur bersumber dari sampah plastik dan limbah cair yang dibuang warga ke sungai (73,5 persen), sedangkan 25 persen menyatakan sumber pencemaran sungai berasal dari limbah industri.
“Sumber pencemaran dari rumah tangga dipicu oleh pembiaran pembangunan rumah-rumah permanen di bantaran sungai, sebanyak 67,7 persen warga Jatim menyatakan bantaran sungai tidak terawat,” kata dia.
PN Surabaya sendiri mengabulkan gugatan ini pada Desember 2019. Upaya banding yang dilakukan pemerintah juga kandas pada 2023 di Pengadilan Tinggi Jawa Timur.
Petikan putusan MA yang menolak kasasi Gubernur Jatim dan Menteri PUPR soal Sungai Brantas. Foto: Ec
Putusan ini pun mewajibkan pemerintah, Gubernur Jatim dan Menteri PUPR, melaksanakan 10 pon gugatan, yakni:
- Memerintahkan Tergugat untuk meminta maaf kepada masyarakat di 15 kota/ kabupaten yang dilalui Sungai Brantas atas lalainya pengelolaan dan pengawasan yang menimbulkan ikan mati massal di setiap tahunnya
- Memerintahkan Tergugat untuk memasukkan program pemulihan kualitas air sungai Brantas dalam APBN 2020
- Memerintahkan Tergugat untuk melakukan pemasangan cctv di setiap outlet wilayah DAS Brantas untuk meningkatkan fungsi pengawasan para pembuangan limbah cair.
- Memerintahkan Para Tergugat melakukan pemeriksaan independen terhadap seluruh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) di provinsi Jawa timur baik DLH Provinsi maupun DLH Kota/Kabupaten yang melibatkan unsur masyarakat, akademisi, konsultan lingkungan hidup dan NGO di bidang pengelolaan lingkungan hidup dalam hal ini pembuangan limbah cair.
- Memerintahkan Para Tergugat mengeluarkan peringatan terhadap industri khususnya yang berada di wilayah DAS Brantas untuk mengelola limbah cair sebelum dibuang ke sungai.
- Memerintahkan Para Tergugat melakukan tindakan hukum berupa sanksi administrasi bagi industri yang melanggar atau membuang limbah cair yang melebihi baku mutu berdasarkan PP 82/2001
- Memerintahkan Para Tergugat untuk memasang alat pemantau kualitas air secara real time di setiap outlet Pembuangan Limbah Cair di Sepanjang Sungai Brantas, agar memudahkan pemerintah untuk mengawasi dan memantau industri.
- Memerintahkan Tergugat untuk melakukan kampanye dan edukasi masyarakat wilayah sungai Brantas , untuk tidak mengko suami ikan yang mati karena limbah industri.
- Memerintahkan DLH Kabupaten/Kota untuk melakukan koordinasi dengan industri dalam tata cara pengembalian limbah cair yang menjadi tanggung jawab industri.
- Memerintahkan Para Tergugat untuk membentuk tim satgas yang beroperasi untuk memantau dan mengawasi pembuangan Limbah Cair di Jawa Timur.
Manajer Sains, Seni, dan Komunikasi Ecoton, Prigi Arisandi, mendesak kepada Gubernur Jatim, Menteri PUPR, dan Menteri LHK segera membuat dan menetapkan kebijakan tentang Standar prosedur operasi penanganan jika terjadi mati massal. Upaya pemulihan ekologis ikan mati dan pemberian sanksi kepada industri yang menyebabkan ikan mati massal harus segera dilaksanakan.
“Selama ini kejadian ikan mati terus berulang dan tanpa penyelesaian karena penyebab terjadinya ikan mati tidak diungkap ke publik dan cenderung di peti es-kan sehingga peristiwa ikan mati terus berulang,” ungkapnya
Pantauan Ecoton pada 2022 hingga 2024 menunjukkan bahwa Industri masih membuang limbah yang menimbulkan perubahan lingkungan dan menimbulkan kontaminasi Mikroplastik. Beberapa perusahaan tersebut di antaranya adalah:
- PT Tjiwi Kimia Tbk, Sidoarjo
- PT Mekaboks International, Mojokerto
- PT Eratama Megasurya, Mojokerto
- PT Miwon, Gresik
- PT Cheil Jedang Ploso, Jombang
- Pabrik Gula Mojopanggung Tulungagung
- PT Adiprima Suraprinta, Gresik
- PT Dayasa Aria Prima, Gresik
- PT Alu Aksara, Mojokerto
“Pembuangan limbah oleh industri menimbulkan penurunan kadar oksigen dalam air yang memicu ikan-ikan kekurangan oksigen,” kata dia.
SHARE