Koridor Satwa Tingkatkan Populasi Gajah Afrika - di Indonesia?

Penulis : Aryo Bhawono

Spesies

Jumat, 26 Januari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Sebuah strategi konservasi menyeluruh berhasil menghentikan penurunan populasi gajah di seluruh sabana Afrika bagian selatan. Namun di Indonesia tantangan yang dihadapi gajah lebih kompleks.  

Sebuah studi mengungkap solusi jangka panjang kelangsungan hidup gajah tidak hanya memerlukan perlindungan kawasan. Perlindungan kawasan yang menjamin keterhubungan melalui koridor juga harus dilakukan.

Studi berjudul "Protecting and Connecting Landscapes Stabilizes Populations of the Endangered Savannah Elephant" yang diterbitkan Science Advances pada 5 Januari lalu mengumpulkan perkiraan survei dan menghitung tingkat pertumbuhan lebih dari 100 populasi gajah di Afrika bagian selatan antara tahun 1995 dan 2020. Populasi ini mencakup sekitar 70 persen populasi gajah sabana global.

“Ini adalah analisis paling komprehensif mengenai tingkat pertumbuhan populasi mamalia besar di dunia,” kata rekan penulis studi itu, Rob Guldemond dari Conservation Ecological Research Unit (CERU) di Universitas Pretoria, Afrika Selatan, seperti dikutip dari Phys.

Kawanan gajah afrika sedang melintasi padang rumput./Foto: Shutterstock

Secara keseluruhan survei tersebut menangkap pertumbuhan populasi gajah yang positif. Populasi gajah saat ini sama dengan 25 tahun yang lalu. Hal ini merupakan pencapaian konservasi yang jarang terjadi saat dunia kehilangan keanekaragaman hayati  dengan cepat. 

Namun pola antar wilayah tidak konsisten. Beberapa daerah, seperti Tanzania bagian selatan, Zambia bagian timur, dan Zimbabwe bagian utara, mengalami penurunan drastis akibat perburuan gading ilegal. Sebaliknya, populasi di wilayah lain seperti Botswana utara mengalami peningkatan pesat.

Rekan penulis lainnya, Stuart Pimm dari Konservasi Doris Duke di Duke University North Carolina menyebutkan pertumbuhan yang tidak terkendali belum tentu merupakan hal yang baik.

“Peningkatan populasi yang pesat dapat melampaui batas dan merusak lingkungan lokal serta sulit untuk dikelola, ini menimbulkan ancaman terhadap stabilitas jangka panjang,” kata dia.

Selain mendokumentasikan tingkat pertumbuhan lokal, para periset mengidentifikasi faktor penyebab populasi lokal tetap stabil. Populasi gajah di benteng konservasi tumbuh dengan cepat tanpa ancaman namun secara jangka panjang kondisi ini tidak berkelanjutan. Satwa ini kemungkinan memerlukan intervensi konservasi intensif di masa depan, seperti translokasi atau pengendalian kelahiran.

Benteng konservasi ini adalah kawasan yang terlindungi dengan baik namun terisolasi. 

Populasi gajah yang stabil ditemukan di wilayah inti yang luas dan dikelilingi zona penyangga. Kawasan inti ditentukan oleh tingkat perlindungan lingkungan yang kuat dan dampak manusia yang minimal. Sedangkan kawasan penyangga memungkinkan beberapa kegiatan seperti pertanian berkelanjutan dan kehutanan. 

Berbeda dengan benteng yang sempit, kawasan inti terhubung dengan taman lain, sehingga memungkinkan kawanan gajah bergerak secara alami.

Peta tingkat pertumbuhan populasi gajah di Afrika bagian selatan. Kredit: Huang dkk. 2024 (DOI: 10.1

“Yang penting adalah Anda memerlukan gabungan wilayah dengan populasi inti yang lebih stabil dan terhubung dengan wilayah penyangga yang lebih bervariasi,” kata penulis utama Ryan Huang.

Kawasan penyangga ini menyerap migrasi gajah ketika populasi di kawasan inti sudah terlalu tinggi. Kawasan penyangga, kata dia, juga menyediakan rute pelarian ketika gajah menghadapi kondisi lingkungan yang buruk atau ancaman lain seperti perburuan liar.

Menyediakan penghubung kawasan lindung berarti membiarkan gajah bergerak bebas keluar masuk. Mereka dapat menjelajah dengan bebas tanpa campur tangan manusia. Metode ini sudah dilakukan di banyak tempat namun belum ada publikasi mengenai keefektifannya. 

Tantangan Berbeda di Indonesia

Terpisah, pembuatan koridor satwa di Indonesia sendiri sudah dilakukan namun permasalahan lahan yang kompleks masih menempatkan gajah dalam bahaya. Direktur Hutan Auriga Nusantara, Supintri Yohar, menyebutkan kematian gajah dengan kepala berlubang dan caling hilang di di Bentang Alam Seblat, di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, awal tahun 2024 lalu misalnya, justru terjadi di koridor penghubung Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Taman Wisata Alam Seblat. 

“Koridor sudah terbangun dan itu menghubungkan dua taman nasional sebagai kawasan inti. Jadi memang tantangannya berbeda,” ucapnya.  

Para petugas medis BKSDA Bengkulu sedang melakukan nekropsi pada bangkai gajah yang ditemukan mati 3

Ia menyebutkan tantangan terberat konservasi gajah di Indonesia adalah perambahan hutan dan perburuan. Lubang di kepala gajah yang mati itu mengindikasikan perburuan dengan senjata api. Sedangkan lokasi kematian gajah itu merupakan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh 1 yang masuk dalam wilayah areal Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT Bentara Agra Timber (BAT) dan masuk dalam Bentang Alam Seblat.

Data Konsorsium Bentang Alam Seblat menyebutkan bentang alam itu memiliki luas total 80.978 hektare. Tutupan hutannya hanya sebesar 49,7 ribu ha (61,5%), dan sisanya 31,1 ribu ha (38,5%) tidak berhutan. 

Lahan tak berhutan itu didominasi oleh perkebunan sawit seluas 15 ribu ha (48,1%), kemudian semak belukar 7,9 ribu hektare (25,6%), perkebunan perusahaan 5,4 ribu hektare (17,5%), dan lahan terbuka 2 ribu hektare (6,6%).

“Hal ini menunjukkan perambahan hutan terjadi, rumah gajah sudah diganggu,” kata dia. 

Supin menyebutkan menjawab tantangan seperti ini seharusnya penegakan hukum dikedepankan. Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) No. No SE.7/PHL/PUPH/HPL.1/10/2022 Tentang Perlindungan Satwa Liar Yang Dilindungi di Dalam Areal Kerja Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan menyebutkan pemegang izin merupakan penanggung jawab atas keselamatan satwa liar dalam wilayah kerjanya.

Selang tak berapa lama, Rahman, seekor gajah sumatera ditemukan mati akibat racun dengan kondisi gading kiri hilang di camp camp Elephants Flying Squad SPTN Wilayah I Lubuk Kembang Bunga, Taman Nasional (TN) Tesso Nilo, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau pada Rabu (10/1/2024).

“Bayangkan saja, ini di camp, artinya kawasan itu seharusnya banyak sekali petugas. Gajah bisa diracun. Perburuan gajah sudah sangat mengkhawatirkan,” ujarnya.  

Menurut Supin kondisi alam yang berbeda akan memunculkan tantang yang berbeda juga. habitat gajah afrika berada di sabana yang luas, sedangkan di Indonesia justru berada dalam hutan.

SHARE