PLN Perlu Suntik Mati PLTU agar Bisa Beralih ke Energi Terbarukan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

PLTU

Rabu, 25 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Pengamat menilai kebijakan pembiayaan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara menggunakan APBN yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023, bisa menjadi peluang bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk segera 'menyuntik mati' atau memensiunkan PLTU-nya agar bisa segera berinvestasi ke energi terbarukan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan, pembiayaan pensiun dini PLTU menggunakan APBN itu bisa dipandang sebagai keseriusan pemerintah dalam upaya penurunan gas rumah kaca dan pembangunan energi terbarukan. Sehingga, kebijakan tersebut, terutama pengalokasian dana APBN-nya, selayaknya mendapat dukungan dari seluruh pihak.

"Yang pertama harus dilakukan pemerintah adalah mengalokasikan dananya. Apakah 2024 bisa dialokasikan dananya? Dan PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur)--pelaksana country platform Energy Transition Mechanism (ETM)--sebagai pengelola dananya, harus segera membuat pipeline dan daftar mana saja pembangkit yang pensiun dininya bisa didanai APBN," kata Fabby Tumiwa, Senin (23/10/2023).

Fabby berharap sejumlah PLTU milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bisa masuk dalam daftar PLTU yang dipensiunkan dini menggunakan APBN. Agar perusahaan plat merah itu bisa segera berinvestasi ke energi terbarukan.

Sekelompok anak-anak bermain dilatari pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU). Foto: Greenpeace Indonesia

"Kalau kita mau mendorong 34 persen energi terbarukan, PLN ada 5 gigawatt (GW) PLTU yang bisa diinvestasikan ke energi terbarukan dengan cepat. PLN kan asetnya perlu tumbuh. Asetnya diganti dengan energi terbarukan, dengan cara PLTU-nya dihentikan sebelum 2030. Sehingga bisa mendapat pengganti, agar bisa mendapat revenue," kata Fabby Tumiwa, Senin (23/10/2023).

Meski begitu, Fabby mengakui mempensiunkan dini PLTU PLN lebih ribet ketimbang PLTU milik swasta atau independent power producer (IPP). Sebab pertanggungjawaban keuangan PLTU PLN lebih rumit dibanding PLTU swasta. Oleh karenanya, Fabby berpendapat, pemerintah juga harus membuka peluang APBN digunakan untuk pembiayaan pensiun dini PLTU bagi swasta.

Fabby menyebut, tidak semua PLTU batu bara yang beroperasi saat ini harus dipensiunkan dini. Soalnya ada beberapa faktor penentu suatu PLTU layak dipensiunkan dini. Selain dampaknya terhadap keamanan energi, hal yang perlu diperhatikan dalam pensiun dini PLTU adalah sistem pembiayaannya.

Menurut Fabby, PLTU yang layak dipensiunkan adalah PLTU yang usia ekonomisnya sudah habis. Semakin muda usia PLTU semakin tinggi biaya pensiun dininya. Begitu pula sebaliknya. "Karena baru beroperasi dan investasinya harus dikembalikan. Kalau usianya 20 tahun, rata-rata bisa dipensiunkan. Karena kemungkinan pengembalian investasinya sudah dilakukan. Tidak terlalu ribet kalau pinjaman banknya sudah dikembalikan," ujarnya.

Sebelumnya dalam riset yang berjudul Financing Indonesia's Coal Phase-Out, IESR menyebut sampai dengan Mei 2022 ada 86 PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia, dengan total kapasitas 40,2 GW. Secara rinci, 26 PLTU dimiliki PLN dengan kapasitas total 12,5 GW, dan 32 PLTU dengan total kapasitas 18,5 GW milik IPP atau perusahaan pembangkit indepeden. Sedangkan 28 PLTU lainnya berkapasitas 9,2 GW merupakan captive plants, atau PLTU yang dimiliki perusahaan swasta dan energi listrik yang dihasilkan hanya digunakan untuk kepentingan privat, tidak dijual kepada publik.

Dari seluruh pembangkit tersebut, IESR menilai ada 12 PLTU batu bara yang layak dipensiunkan dini, yaitu:

  1. Banten Suralaya Power Station (Banten): kapasitas 1.600 megawatt (MW)
  2. PLN Paiton Power Station (Jawa Timur): kapasitas 800 MW
  3. Cilacap Sumber Power Station (Jawa Tengah): kapasitas 600 MW
  4. Cikarang Babelan Power Station (Jawa Barat): kapasitas 280 MW
  5. Asam-Asam Power Station (Kalimantan Selatan): kapasitas 260 MW
  6. Bukit Asam Muara Enim Power Station (Sumatra Selatan): kapasitas 260 MW
  7. Ombilin Power Station (Sumatra Barat): kapasitas 200 MW
  8. Tabalong Power Station (Kalimantan Selatan): kapasitas 200 MW
  9. Merak Power Station (Banten): kapasitas 120 MW
  10. Tarahan Power Station (Lampung): kapasitas 100 MW
  11. Bangka Baru Power Station (Bangka Belitung): kapasitas 60 MW
  12. Tabalong Wisesa Power Station (Kalimantan Selatan): kapasitas 60 MW

Dalam riset tersebut IESR menjelaskan, beberapa PLTU layak dipensiunkan karena kondisinya sudah menua dan mencapai akhir umur ekonomis, seperti Banten Suralaya dan PLN Paiton di sistem Jawa-Madura-Bali, Bukit Asam Muara Enim di sistem Sumatra, dan Asam-Asam di sistem Kalimantan.

Beberapa pembangkit lainnya, memiliki rekam jejak buruk, karena dibangun di dekat wilayah permukiman warga. Contohnya, PLTU Cilacap Sumber dan Ombilin yang sudah diprotes warga karena abu sisa pembakaran batu bara (fly ash/bottom ash) yang menyebabkan masalah pernapasan.

Dalam peluncuran riset tersebut, Ryna Yiyun Cui, Assistant Research Professor, Center for Global Sustainability, University of Maryland menyebutkan, agar kompatibel dengan emisi nol bersih dan target global 1,5 derajat celcius, Indonesia harus mengurangi PLTU sebesar 11 persen pada 2030, sebesar 90 persen pada 2040, dan sepenuhnya dihapus pada 2045. Lebih jauh, ia mengatakan, dibutuhkan biaya mempensiunkan PLTU sekitar USD4,6 miliar hingga 2030 dan USD27,5 miliar hingga 2050.

“Membatalkan perjanjian pembelian tenaga listrik atau power purchase agreement (PPA) atau pembangunan PLTU dapat menghemat hingga USD18,7 miliar yang dapat diinvestasikan secara alternatif dalam energi terbarukan,” kata Ryna Yiyun Cui, 3 Agustus 2022 lalu.

Dalam kesempatan terpisah, peneliti Trend Asia, Novita Indri menilai kebijakan penggunaan APBN untuk pensiun dini PLTU batu bara ini agak kontradiktif, karena beberapa PLTU batu bara justru menerapkan penggunaan co-firing biomassa pada PLTU. Novita mengira co-firing biomassa ini adalah dalih pemerintah untuk memperpanjang usia penutupan PLTU. "Karena klaim sepihak yang mengatakan co-firing batu bara dengan biomassa dapat menurunkan emisi PLTU," kata Indri, Senin (23/10/2023).

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut pemerintah sudah memiliki daftar belasan PLTU batu bara yang siap 'disuntik mati' atau dipensiunkan dini. Total kapasitasnya mencapai sekitar 4,8 GW.

"Kita dalam daftar itu 4,8 GW subjek terhadap pendanaannya. Kita tawarkan 4,8 GW lumayan, ada berapa ya. 13 atau 14 (PLTU)," kata Dadan Kusdiana, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Senin (3/7/2023) dikutip dari CNBC Indonesia.

Menurut Dadan, pembiayaan pensiun dini belasan PLTU ini akan diajukan melalui pendanaan Just Energi Transition Program (JETP). Dadan memastikan tidak akan ada pihak yang dirugikan, baik pengusaha maupun pemerintahm dalam pensiun dini PLTU itu.

Dadan mengatakan, belasan PLTU yang masuk dalam daftar pensiun dini itu bisa dipensiunkan kapan saja. Selama pendanaannya siap, maka PLTU manapun bisa dipensiunkan.

Masih menurut CNBC, pemerintah menargetkan dua PLTU yang akan segera dipensiunkan dini yaitu PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Cirebon-1. Keduanya merupakan bagian dari platform Energy Transition Mechanism (ETM). Rencana suntik mati PLTU Pelabuhan Ratu diperkirakan memakan biaya Rp12 triliun, sementara untuk PLTU Cirebon membutuhkan duit USD 877 juta atau setara Rp13,4 triliun.

Mekanisme suntik mati terhadap PLTU Cirebon-1 dilakukan dengan cara alih kelola dari PT PLN kepada PT Bukit Asam. Semula PLTU ini direncanakan beroperasi selama 24 tahun, namun setelah pengalihan ini masa operasional pembangkit dipangkas menjadi hanya 15 tahun.

Sementara itu, rencana 'suntik mati' PLTU Cirebon-1 akan menggunakan skema ETM dengan dukungan Asian Development Bank (ADB). ADB telah meneken perjanjian untuk memensiunkan PLTU berbahan bakar batu bara Cirebon-1 di Kanci, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat dengan kapasitas 660 Mega Watt milik Cirebon Electric Power (CEP).

Sebelumnya, Menteri Keuangan menerbitkan PMK Nomor 103 Tahun 2023 tentang Pemberian Dukungan Fiskal Melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan, yang mulai berlaku pada 13 Oktober 2023. Melalui PMK itu Menteri Sri Mulyani Indrawati mempersilakan APBN digunakan untuk pembiayaan pensiun dini PLTU batu bara dan pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan.

Dalam beleid itu, disebutkan sumber pendanaan platform transisi energi dapat berasal dari APBN dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dukungan fiskal yang diberikan dalam fasilitas platform transisi energi disebut akan memperhatikan kemampuan keuangan negara.

Kemudian, PMK tersebut juga memungkinkan sumber pendanaan lainnya yang berasal dari kerja sama pendanaan dengan lembaga keuangan internasional dan lembaga lembaga atau badan lainnya.

Fasilitas platform transisi energi dimanfaatkan untuk keperluan proyek PLTU yang jangka waktu operasinya diakhiri lebih cepat, proyek PLTU yang jangka waktu kontrak PJBL (perjanjian jual beli tenaga listrik) diakhiri lebih cepat, dan proyek pengembangan pembangkit energi terbarukan sebagai pengganti dari PLTU yang pensiun dini tersebut.

Proyek pengembangan pembangkit energi terbarukan dapat mencakup proyek pengembangan pembangkit energi terbarukan yang dikembangkan secara bersamaan sebagai bagian dari proyek PLTU yang jangka waktu operasinya diakhiri lebih cepat dan/atau proyek PLTU yang jangka waktu kontrak PJBL diakhiri lebih cepat.

SHARE