Konferensi Tenurial 2023: Perlawanan Teritorial Masyarakat Sipil
Penulis : Aryo Bhawono
Agraria
Rabu, 18 Oktober 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Konferensi Tenurial memberikan rekomendasi kepada internal kelompok masyarakat sipil untuk melakukan perjuangan teritorial di tiap konflik agraria. Berlakunya berbagai perundangan, seperti UU Cipta Kerja, membuat masyarakat tak lagi dapat berharap pada penyelesaian pemerintah atas perampasan lahan dan wilayah hidup.
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengungkapkan salah satu rekomendasi internal Konferensi Tenurial 2023 yang digelar pada 16-17 Oktober 2023 lalu adalah penguatan gerakan masyarakat. Salah satunya adalah melakukan perjuangan teritorial.
Rekomendasi ini merupakan strategi masyarakat menghadapi konflik agraria menyusul meningkatnya konflik agraria dalam sembilan tahun belakangan.
Ia mengungkapkan konflik agraria yang terjadi belakangan seperti konflik Rempang, Kepulauan Riau; penembakan petani di Seruyan, Kalimantan Tengah; perampasan tanah di Nagekeo, NTT; dan lainnya, menunjukkan bahwa masyarakat tak dapat lagi berharap pada penyelesaian pemerintah.
“Harapan kita ke konflik agraria baru yang masih merasa korban harus menjadi perjuangan teritorial,” ucap Dewi dalam perbincangan usai penutupan Konferensi Tenurial 2023 di bilangan Senayan, Jakarta pada Selasa (17/10/2023).
Ia menyebutkan perjuangan teritorial ini meliputi pengorganisiran hingga pemetaan mandiri atas lahan masyarakat. Selama ini pengorganisiran di tiap daerah konflik agraria masih dipandang secara kasuistik. Sehingga masing-masing kelompok masyarakat seolah berjalan sendiri.
“Nah, rata-rata disini adalah organisasi masyarakat yang menjadi korban konflik dan penggusuran. Pelan-pelan bertransformasi menjadi organisasi petani, nelayan, masyarakat adat. Tujuannya sama, memperjuangkan pemulihan dan pemenuhan hak, baik soal lahan maupun kelautan seperti wilayah tangkap nelayan,” kata dia.
Sedangkan data pemetaan nantinya akan diserahkan kepada pemerintah untuk menegaskan bahwa wilayah tersebut bukan tanah kosong yang bisa seenaknya diambil alih.
Ia menyebutkan strategi ini untuk mengantisipasi berbagai peraturan yang disusun oleh pemerintah dan tidak memiliki keberpihakan kepada masyarakat. Peraturan itu antara lain UU Cipta Kerja, revisi UU Ibu Kota Negara (IKN), revisi UU Mineral dan Batubara (Minerba), revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), revisi UU KPK, dan aturan pelaksanaan tak memberi ruang bagi masyarakat untuk
Selain itu Konferensi Tenurial 2023 juga memberikan empat rekomendasi kepada pemerintah. Rekomendasi Konferensi Tenurial 2023:
- Meluruskan dan mengoreksi paradigma, kebijakan, praktik reforma agraria ataupun pengelolaan SDA, serta peraturan lain terhadap keadilan sosial-ekologis.
- Mendesak agar dilakukan reformasi kelembagaan.
- Mempercepat dan mengembangkan pengakuan atas keragaman bentuk penguasaan kekayaan agraria, baik di darat, pesisir, maupun pulau-pulau kecil.
- Memastikan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak asasi bagi masyarakat adat, petani, nelayan, serta perempuan.
Rekomendasi itu juga menyebutkan dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo banyak ditemukan modus baru perampasan tanah dan sumber penghidupan rakyat seperti Proyek Strategis Nasional (PSN), Food Estate (Lumbung Pangan Nasional), pengadaan tanah demi “kepentingan umum”, pengadaan aset tanah Badan Bank Tanah, dan lainnya. Modus-modus baru ini telah memperparah situasi konflik dan krisis agraria-SDA.
Konferensi Tenurial 2023 diikuti sebanyak 750 orang yang berasal dari berbagai wilayah. Wakil Ketua Penyelenggara Konferensi Tenurial 2023, Arman Muhammad, berharap konferensi ini dapat menjadi desakan bagi pemerintah untuk memenuhi hak rakyat, masyarakat adat, petani, nelayan, dan kelompok marjinal lainnya.
“Agenda dalam konferensi ini adalah membahas pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam dari aspek politik, kebijakan, krisis multidimensi, serta keberhasilan dan arah perbaikan ke depan,” ucap dia.
SHARE