Pemerintah Susun Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batu Bara
Penulis : Kennial Laia
Energi
Kamis, 02 Maret 2023
Editor : Raden Ariyo Wicaksono
BETAHITA.ID - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah sedang menyelesaikan peta jalan atau roadmap pensiun pembangkit listrik tenaga (PLTU) uap batu bara. Hal ini termasuk kriteria pembangkit dan mekanisme kompensasi bagi perusahaan.
"Timeline penghapusan PLTU akan kita buat, menunya sudah ada, nanti dipilih mana-mana dulu yang paling applicable, paling implementable. Nanti jika sudah dipensiunkan akan diganti dengan pembangkit listrik dengan energi yang lebih bersih," kata Arifin, Jumat, 17 Februari 2023.
Sebelumnya Kementerian ESDM meresmikan kantor sekretariat Tim Kerja Just Energy Transition Partnership (JETP). Sekretariat ini dibentuk untuk melaksanakan kerja sama pendanaan transisi energi tersebut, dengan komitmen pendanaan sebesar USD 20 miliar atau sekitar Rp302 triliun. Pendanaan ini akan terdiri dari hibah, pinjaman, hingga bantuan. Memensiunkan PLTU merupakan bagi dari program untuk menurunkan emisi.
Salah satu tugas Tim Kerja JETP enam bulan ke depan adalah menyelesaikan roadmap atau peta jalan pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara. Arifin mengatakan, salah satu kriterianya adalah pembangkit yang berada di wilayah dengan produksi listrik berlebihan yang tidak efisien dan pembakarannya sudah tidak sesuai spesifikasi awal beroperasi.
"Nanti akan dipilih wilayah mana yang produksi listriknya yang berlebihan, unit yang sudah tidak efisien karena yang tidak efisien juga konsumsi bahan bakarnya pasti boros, kalau pembakarannya sudah tidak seperti awalnya otomatis energi yang dihasilkan juga tidak lagi seoptimal pada awalnya," ungkap Arifin.
Arifin menambahkan pengusaha pemilik pembangkit tidak akan rugi dengan memensiunkan PLTU batu bara dan menggantinya dengan yang "lebih ramah lingkungan". Sebab, aset PLTU itu akan dibeli lalu dioperasikan dengan waktu yang lebih cepat untuk penghentiannya.
"Tidak akan merugikan pemilik PLTU karena nanti akan dihitung sebetulnya nilai asetnya itu berapa dan bagaimana kalau mempercepatnya, bukan menutupnya. Kita tidak bisa menutupnya. Misalnya, masih tersisa berapa tahun, misal 15 tahun, bisa dipercepat lagi tidak menjadi tiga tahun,” jelasnya.
“Nah ini tiga tahun itu kompensasinya apa, kita akan melihat nilainya saat ini berapa dan saat tiga tahun berapa. Intinya harus ada keterbukaan berdasarkan best practice yang ada," jelas Arifin.
Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Tata Mustasya menilai kriteria yang ditentukan pemerintah sudah tepat. Apalagi PLTU di daerah dengan kelebihan kapasitas ini menjadi indikator kerugian bagi PLN. Menurut Tata, pembangkit di Jawa dan Sumatra dapat menjadi pilihan untuk pensiun dini di awal implementasi JETP, juga pembangkit yang emisinya tinggi dan tidak efisien.
Tata mengatakan valuasi yang tepat menjadi kunci penting saat melakukan pensiun dini pembangkit. “Jangan sampai kemudian PLTU seperti itu menerima kompensasi yang sangat tinggi. Di sinilah valuasi yang transparan dengan melibatkan valuator yang kredibel menjadi kunci,” kata Tata kepada Betahita, Senin, 20 Februari 2023.
Valuasi yang tepat tersebut mencakup eksternalitas atau kerugian yang ditimbulkan oleh batu bara. Tata mengatakan, PLTU yang menimbulkan dampak kesehatan dan dampak krisis iklim harus dimasukkan ke dalam perhitungan yang akan mengurangi "harga" pensiun dini PLTU batu bara.
“Jika tidak dimasukkan, maka akan terjadi overpricing yang merugikan publik,” ujarnya.
Tata mendorong agar pemerintah melibatkan publik dan mengutamakan transparansi dalam menjalankan program pembiayaan transisi energi tersebut. Dalam valuasi dan pemilihan PLTU batu bara yg akan dipensiunkan, misalnya, transparansi dan partisipasi publik ini benar-benar menjadi kunci.
“Ini menjadi aspek kunci dan paling penting. Dari transparansi dan partisipasi publik ini diharapkan menghasilkan implementasi JET-P yang optimal baik bagi lingkungan, publik maupun efisien secara ekonomi,” kata Tata.
SHARE