Citra Satelit Ungkap Penyusutan Lahan Basah
Penulis : Aryo Bhawono
Lingkungan
Senin, 16 Mei 2022
Editor : Raden Ariyo Wicaksono
BETAHITA.ID - Analisis terhadap lebih dari sejuta citra satelit mengungkapkan sebesar 4.000 kilometer persegi lahan basah pasang surut dunia hilang selama dua puluh tahun. Perubahan global dan perilaku manusia mendorong perubahan cepat pada lahan basah pasang surut (rawa pasang surut, bakau, dan dataran pasang surut) di seluruh dunia.
Walaupun restorasi ekosistem dan proses alami berperan dalam mengurangi dampak merugikan namun upaya untuk memperkirakan status mereka saat ini dan ke depan pada skala global masih sangat tidak jelas karena ketidakpastian tentang bagaimana lahan basah pasang surut merespons pendorong perubahan.
Pada studi baru yang dimaut dalam jurnal Science, para peneliti telah mengembangkan analisis pembelajaran mesin dari arsip historis citra satelit untuk mendeteksi tingkat, waktu, dan jenis perubahan di seluruh lahan basah pasang surut dunia antara 1999 dan 2019.
Mereka menemukan bahwa secara global, 13.700 kilometer persegi lahan basah pasang surut hilang, diimbangi dengan pengembalian kondisi lahan basah yang baik seluas 9.700 kilometer persegi. Alhasil kerugian bersih selama dua dekade adalah 4.000 kilometer persegi.
"Kami menemukan 27 persen kerugian dan keuntungan terkait dengan aktivitas manusia secara langsung, seperti konversi ke pertanian dan pemulihan lahan basah yang hilang," kata Nicholas Murray, Dosen Senior dan kepala Lab Ekologi Global Universitas James Cook, yang memimpin penelitian tersebut seperti dikutip dari Phys.
Seluruh perubahan lain dikaitkan dengan pendorong tidak langsung seperti dampak manusia terhadap tangkapan sungai, pembangunan ekstensif di zona pesisir, penurunan permukaan pantai, proses alami pesisir, dan perubahan iklim.
Sekitar tiga perempat dari penurunan bersih lahan basah pasang surut global terjadi di Asia, dengan hampir 70 persen dari terkonsentrasi di Indonesia, Cina, dan Myanmar.
“Asia adalah pusat global hilangnya lahan basah akibat aktivitas manusia secara langsung. Aktivitas yang memiliki peran lebih kecil dalam hilangnya lahan basah pasang surut ada di Eropa, Afrika, Amerika, dan Oseania. Dinamika lahan basah pesisir didorong oleh faktor tidak langsung seperti migrasi lahan basah, modifikasi pesisir dan perubahan daerah tangkapan," kata Murray.
Para ilmuwan menemukan hampir tiga perempat dari hilangnya lahan basah akibat pasang surut secara global telah diimbangi oleh pembentukan lahan basah pasang surut baru di daerah yang sebelumnya tidak terjadi. Perluasan perluasan yang mencolok ini seperti di delta Gangga dan Amazon.
Sebagian besar wilayah baru lahan basah pasang surut adalah hasil dari perubahan tidak langsung.
"Hasil ini menunjukkan bahwa kita perlu mengizinkan pergerakan dan migrasi lahan basah pesisir untuk memperhitungkan perubahan global yang cepat," kata Murray.
Pemantauan skala global sekarang penting jika ingin mengelola perubahan di lingkungan pesisir secara efektif. Lebih dari 1 miliar orang sekarang tinggal di daerah pesisir dataran rendah secara global.
Lahan basah pasang surut sangat penting bagi umat manusia, seperti untuk penyimpanan dan penyerapan karbon, perlindungan pantai, serta peningkatan perikanan.
“Melindungi lahan basah pesisir kita sangat penting untuk mendukung komunitas pesisir dan kesehatan planet yang lebih luas. Daerah ini adalah tempat perlindungan terakhir bagi banyak tumbuhan dan hewan,” kata Thomas Worthington, Senior Research Associate di Departemen Zoologi dan Universitas Cambridge yang menjadi rekan penulis studi.
Dia menambahkan data ini dapat membantu mengidentifikasi wilayah pesisir yang paling terkena dampak dan membutuhkan perlindungan, atau area yang diprioritaskan untuk restorasi.
SHARE