Bedah Andal Bendungan Bener: Ada Manipulasi Legislasi
Penulis : Aryo Bhawono
Hukum
Senin, 21 Februari 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Hasil pembedahan Analisis Dampak Lingkungan (Andal) Bendungan Bener menunjukkan nihilnya analisis dampak tambang untuk kebutuhan pembangunan bendungan itu. Metode seperti itu membuat dokumen Amdal tak dapat dijadikan acuan kebijakan pengambilan keputusan. Izin lingkungan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Tengah pun tak valid secara akademis.
Beberapa akademisi dan organisasi non pemerintah yang selama ini melakukan pendampingan hukum warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, melakukan bedah Andal. Pembedahan dokumen ini dilakukan bersama pemuda yang desanya hendak dijadikan tambang batu quarry Bendungan Bener itu. Para warga memberikan kesaksian aksi penolakan tambang.
Dikutip dari akun instagram @wadas_melawan, Pakar Hukum Lingkungan Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Beni Setianto, menyebutkan penggabungan dokumen ANDAL untuk dua kegiatan, bendungan dan penambangan, ini tak dapat memotret dampak daerah yang dijadikan pertambangan seperti Wadas. Penyusun dokumen cenderung meremehkan dampak potensial yang ditimbulkan.
Ia mencontohkan masalah kerawanan sosial yang berpotensi terjadi dalam pembangunan bendungan (dan penambangan). Potensi ini dianggap gampang diselesaikan dengan melakukan sosialisasi kepada warga untuk menyamakan persepsi dan mengatasi dampak potensial kerawanan sosial ini dengan melakukan koordinasi bersama aparat kepolisian.
Pakar ekologi politik dari IPB, Soeryo Adiwibowo, menyampaikan bahwa ANDAL pembangunan Bendungan Bener memiliki banyak kelemahan. Penggabungan dua kegiatan dalam satu ANDAL sebenarnya bisa dilakukan tetapi harus memisahkan dampak dua kegiatan ini secara berbeda.
Tujuannya agar dinamika dampak potensial dapat digambarkan secara khusus sesuai dengan wilayah kegiatan. Hal yang sangat fundamental dalam penyusunan ANDAL adalah metode penelitiannya yang tidak valid dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan.
Misalnya purposive sampling cenderung diukur dengan skala ordinal (1,2,3,4) yang memperhitungkan selisih antara besarnya dampak pembangunan dengan tanpa pembangunan bendungan dan penambangan. Hasil penjumlahan menjadi tidak valid dan tidak logis.
Ia mengilustrasi kan, dampak terhadap kualitas air (minus 2) ditambah dampak terhadap kerusakan jalan (minus 3), lalu ditambah dampak terhadap peluang berusaha (+5) maka kalkulasi angka ini menjadi nol. Kekeliruan ini fundamental karena seolah-olah makna pembangunan bendungan dan penambangan dampaknya tak ada.
Kekeliruan ini membuat dokumen ANDAL yang disusun tidak dapat menjadi acuan pengambilan keputusan. Izin lingkungan yang dikeluarkan Gubernur Jawa Tengah pun tidak valid secara akademik.
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Abdul Mughis, mempertanyakan tujuan dan kepentingan siapa saja dalam proyek ini. Ia menyebutkan telah terjadi manipulasi legislasi dan partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan sehingga memicu konflik sosial.
SHARE