Pastor Papua: Masyarakat Tahu Operasi Militer hanya Selubung
Penulis : Sandy Indra Pratama
Hukum
Kamis, 11 November 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Sebanyak 194 Pastor Katolik se-Tanah Papua memberikan seruan moral kedua menanggapi kondisi terkini provinsi paling timur Indonesia. Dalam seruan tertulis yang dibacakan Pastor John Bunay,Pr pada Kamis (11/11), para imam berseru kepada para aparat keamanan yang bertugas di Papua.
“Kami juga berseru kepada para aparat dari TNI, Polri, Badan Intelijen Negara dan BAIS TNI,” ujar John saat membacakan serua moral itu.
Para pastor menyatakan dengan tegas bahwa sebenarnya masyarakat sudah tahu operasi dan penempatan militer di beberapa titik di Papua hanya merupakan selubung. Selubung atas apa? Selubung atas adanya upaya penguasaan Sumber Daya Alam Papua yang begitu kaya oleh hanya segelintir orang.
“Sadarilah konflik dan operasi militer di Tanah Papua merupakan suatu upaya terselubung untuk melindungi Oligarki demi menguasasi SDA papua,” ujar John membacakan serual moral para pastor.
Selanjutnya, lantara begitu banyaknya peristiwa kemanusiaan di Papua, gereja lantas jadi bertanya-tanya. Untuk apa ada dana dan modal yang mengalir ke Papua khusus membiayai pasukan dan penambahan alat perang di Papua? Apakah itu semua menggelontor sengaja demi menciptakan adanya semacam upaya perlahan menuju Ecoside maupun genoside bagi orang Papua?
“Kami kagum dengan para prajurit, tapi jangan sampai kalian dipakai untuk mebinakasakan sesama saudara bangsa hanya demi operasi perusahaan tambang yang terafiliasi dengan purnawirawan-militer, misalnya,” ujar para pastor.
Menurut para pastor se Papua, penambahan pasukan organik tidak membawa dampak keamanan yang baik bagi Papua. Yang terjadi malah kebalikannya. Sejak ada penambahan pasukan semakin banyak upaya mulai dari pembungkaman, pembunuhan di luar hukum, hingga kriminalisasi awak media.
“Bahkan seruan moral para pastor dipandang sebagai sikap separatis,” ujar John Bunay. Oleh karenanya kami berseru untuk semua meninjau ulang. Duduk bersama dalam dialog.
Melihat kondisi dan eskalasi konflik yang tidak pernah mereda di Tanah Papua, para pastor berpendapat sudah saatnya pihak gereja berbicara mengungkapkan sikap dan kenyataan yang mereka amati dan temukan. “Gereja tidak ikut dalam politik praktis, namun kami bersuara karena kami rindu suasana yang aman di Tanah Papua,” ujarnya.
Para pastor menilai bahwa serangkaian peristiwa belakangan, kata John, seperti peristiwa pengungsian di Maybrat Papua Barat yang merupakan buntut dari adanya insiden pembunuhan terhadap aparat TNI menimbulkan konflik kemanusiaan. Lalu Dibombardirnya ratusan rumah menggunakan bom oleh TNI di Kiwirok, sehingga warga harus mengungsi dan menyeberang ke perbatasan Papua New Guinea.
Atau insiden tertembaknya dua anak kecil dan beberapa korban lain di Intan Jaya dalam baku tembak TNi melawan gerilyawan, merupakan tragedi kemanusiaan. “Untuk itu, kami meminta para pihak demi keamanan bersama dan kenyamanan di Tanah Papua agar bisa melakukan gencatan senjata, dan terkhusus pemerintah Indonesia kami berseru agar bisa menyelesaikan konflik dengan bermartabat,” ujar para pastor.
John menekankan bahwa gereja tidak bisa tinggal diam melihat banyak peristiwa kemanusiaan jatuh di depan mata para imam. “Tugas gereja harus bersuara atas mereka yang tidak bisa bersuara. Harus jadi promotor keadilan dan kedamaian,” ujarnya. “Rakyat Papua butuh bantuan kemanusiaan”
Sekali lagi, gereja tidak ikut campur dalam politik praktis. Gereja bersuara karena gereja rindu suasana yang aman di Tanah Papua. Jika kondisi ini terganggu karena politik atau tindakan pribadi, kelompok atau perusahaan yang memalnggar HAM. “Maka kami wajib bersuara,” katanya tegas.
Tulisan ini merupakan bagian kedua dari beberapa bagian seruan para imam Tanah Papua yang akan dituliskan betahita.
SHARE