Sampah Plastik: Bencana Susulan Covid-19
Penulis : Tim Betahita
Sampah
Rabu, 10 November 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Plastik merupakan bencana lain lepas pandemi. Sebuah laporan mengungkap lebih dari 25.900 ton atau setara dengan 2 ribu bis tingkat bocor dan telah mencemari lautan dunia.
Menurut Yiming Peng dan Peipei Wu dari Universitas Nanjing, penulis Magnitude and impact sampah plastik terkait pandemi yang diterbitkan dalam jurnal online PNAS, kebanyakan dari sampah yang bocor dan mencemari lautan itu berasal dari dari alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan.
“Peningkatan permintaan APD telah memberi tekanan pada masalah global, dan kini itu sudah tidak terkendali,” ujar para peneliti dalam laporannya.
Laporan menyatakan sejak awal pandemi, diperkirakan 8,4 juta ton sampah plastik telah dihasilkan dari 193 negara terdampak Covid-19.
“Pandemi Covid-19 telah menyebabkan peningkatan permintaan plastik sekali pakai yang mengintensifkan tekanan pada masalah sampah plastik global yang sudah tidak terkendali,” kata Yiming Peng dan Peipei Wu. “Plastik yang dilepaskan dapat diangkut jarak jauh di laut, bertemu dengan satwa laut, dan berpotensi menyebabkan cedera atau bahkan kematian.”
Sebuah penelitian pada bulan Maret membuktikan itu. Kasus pertama seekor ikan yang terperangkap dalam sarung tangan medis, ditemukan selama pembersihan kanal di Leiden, Belanda. Lalu di Brasil, topeng pelindung PFF-2 ditemukan di perut penguin Magellan yang mati.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa pada akhir abad ini hampir semua plastik terkait pandemi akan berakhir di dasar laut atau di pantai.
Studi di China menemukan bahwa 46% sampah plastik yang salah kelola berasal dari Asia. Apa sebabnya? Karena tingginya tingkat pemakaian masker oleh individu di sana, diikuti oleh Eropa, 24%, dan Amerika Utara dan Selatan, 22%.
Peng dan Wu mengatakan penelitian mereka menunjukkan 87,4% dari kelebihan limbah berasal dari rumah sakit, bukan dari penggunaan individu. Penggunaan APD oleh individu hanya menyumbang 7,6% dari total, sedangkan kemasan dan alat uji masing-masing menyumbang 4,7% dan 0,3%.
“Sebagian besar plastik berasal dari limbah medis yang dihasilkan oleh rumah sakit yang mengerdilkan kontribusi dari peralatan perlindungan pribadi dan bahan paket belanja online,” tulis mereka. “Ini menimbulkan masalah jangka panjang bagi lingkungan laut dan terutama terakumulasi di pantai dan sedimen pesisir.”
10 perusahaan pencemar plastik terbanyak sepanjang 2021. Sumber: Break Free From Plastic
Peran Sungai Pengangkut Sampah
Ribuan ton masker, sarung tangan, alat uji, dan pelindung wajah yang tercecer ke lautan sejak awal pandemi hingga Agustus tahun ini, diangkut oleh aliran 369 sungai besar.
Salah satunya adalah Shatt al-Arab di Irak tenggara, yang membawa 5.200 ton limbah APD ke laut; sungai Indus, yang muncul di Tibet barat, membawa 4.000 ton dan sungai Yangtze di Cina 3.700 ton. Di Eropa, Danube membawa sampah pandemi plastik paling banyak ke laut: 1.700 ton.
10 sungai teratas menyumbang 79% dari pembuangan plastik pandemi, 20 teratas untuk 91%, dan 100 teratas untuk 99%. Sekitar 73% dari debit berasal dari sungai Asia diikuti oleh aliran air Eropa (11%), dengan kontribusi kecil dari benua lain, kata laporan itu.
“Temuan ini menyoroti sungai dan daerah aliran sungai hotspot yang memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaan sampah plastik,” kata para penulis, seperti dikutip dari The Guardian.
Peneliti juga menemukan dampak jangka panjang dari pelepasan limbah terkait pandemi di lautan global. Pada akhir abad ini, model tersebut menunjukkan bahwa hampir semua plastik terkait pandemi berakhir di dasar laut (28,8%) atau pantai (70,5%).
Para penulis mengatakan temuan menunjukkan pengelolaan limbah medis yang lebih baik diperlukan di episentrum pandemi, terutama di negara berkembang.
SHARE