Menyoal Para Raksasa Nikel Dunia dari Morowali
Penulis : Aryo Bhawono
Tambang
Jumat, 01 Oktober 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Pemodal besar nikel asal Cina menaruh investasi di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Kawasan ini pun merajai industri pengelolaan nikel di Indonesia.
Sepi sempat menghampiri tambang nikel Morowali, Sulawesi Tengah, pada awal tahun 2014 lalu. Beleid larangan ekspor mineral mentah yang mulai berlaku membuat perusahaan tambang pemegang izin usaha pertambangan (IUP) menghentikan operasinya. Tapi sepi itu tak bertahan lama, raksasa-raksasa pengolahan nikel, kebanyakan asal Cina, datang dan meramaikannya.
Kedatangan investor pengelolaan nikel raksasa asal Cina ini diawali ketika pembangunan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang didukungan langsung dari Presiden Cina, Xi Jinping, dan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. IMIP merupakan usaha patungan antara Shanghai Decent Investment Co. Ltd., PT Bintang Delapan Investama, dan PT Sulawesi Mining Investment (SMI).
Tsingshan Group merupakan perusahaan induk dari Shanghai Decent Investment. Grup Bintang Delapan adalah pemilik PT Bintang Delapan Mineral (BDM), pemilik izin usaha pertambangan (IUP) yang luas di Morowali.
Kertas Kerja Riset antara KPK dan Auriga Nusantara bertajuk ‘Tata Kelola Sumber Daya Alam di Sulawesi Tengah: Pengalaman Industri Berbasis Nikel di Morowali’ menyebutkan IMIP mewakili kekuatan modal transnasional mengendalikan industri berbasis sumber daya alam yang terintegrasi secara vertikal.
Pusat modal IMIP adalah Tsingshan Group yang mengontrol pengelolaan kawasan industri, akses terhadap deposit bijih nikel, industri peleburan nikel, dan industri baja nirkarat. Mereka juga mengontrol industri bahan baku baterai kendaraan listrik melalui penguasaan saham dan kerja sama dengan perusahaan internasional lain.
Tsingshan sendiri tercatat sebagai raksasa dunia di industri logam. Pada 2018, Tsingshan Stainless Steel menjadi produsen baja terbesar ke-46 dunia dengan menghasilkan 9,29 juta ton baja. Tahun 2020, media bisnis terkemuka Fortune menempatkan Tsingshan Group, di peringkat 10 perusahaan terbesar dunia penghasil logam.
Modalnya di IMIP mendudukkan Tsingshan sebagai raksasa nikel kesatu di Morowali. Sedangkan perusahaan nasional seperti Bintang Delapan Group mengontrol saham minoritas perusahaan-perusahaan di kawasan itu
Raksasa kedua di IMIP adalah Nickel Mines Limited, sebuah perusahaan berbadan hukum di Australia, yang bekerjasama dengan Shanghai Decent, sayap bisnis investasi Tsingshan. Keduanya mengontrol PT. Hengjaya Nickel Industry (HNI) dan PT Ranger Nickel Industry (RNI). HNI dan RNI memproduksi Nickel Pig Iron (NPI) di IMIP.
Nickel Mines dan Shanghai Decent masing-masing menguasai 80 persen dan 20 persen Hengjaya Holdings Private. Hengjaya Holdings Private mengendalikan 99 persen saham HNI. Sementara 1 persen saham tersisa dikontrol Hengjaya Nickel Private, sebuah anak usaha Hengjaya Holdings Private.
Pola serupa terjadi dengan RNI. Nickel Mines menguasai 80 persen saham Ranger Investment Private dan Shanghai Decent mengontrol 20 persen. Ranger Investment Private adalah pemilik 99 persen saham RNI. Sementara anak usaha Ranger Investment Private, yakni Ranger Nickel Private, mengontrol 1 persen saham.
Baik Hengjaya Holdings Private maupun Ranger Investment Private adalah perusahaan berbadan hukum Singapura.
Nickel Mines Limited juga menguasai 80 persen saham PT Hengjaya Mineralindo, pemegang IUP produksi 5.983 hektar di Kecamatan Bungku Pesisir, sekitar 12 kilometer dari IMIP (Nickel Mines Limited, n.d,). Nickel Mines, dengan demikian, menjadi satu-satunya perusahaan di luar Tsingshan yang mengontrol secara vertikal sebagian kegiatan penambangan dan peleburan nikel di IMIP.
Raksasa ketiga di IMIP adalah Huayou Cobalt Co., Ltd (Huayou) dan China Molybdenum. Huayou merupakan pemasok utama logam dunia untuk bahan baterai kendaraan listrik dan penghasil kobalt yang sudah dimurnikan terbesar di Tiongkok.
Sedangkan China Molybdenum adalah perusahaan raksasa Tiongkok yang bergerak di bidang pertambangan, peleburan, pemurnian, perdagangan, dan penelitian logam mulia dan logam dasar. Pada 2020, Forbes menempatkan Molybdenum di urutan 1.463 dalam daftar perusahaan-perusahaan raksasa dunia. Selain itu Huayou, Molybdenum, dan Tsingshan berpatungan dalam proyek HPAL melalui PT Huayue Nickel & Cobalt (HYNC).
Raksasa keempat di IMIP adalah dua perusahaan baterai, yakni GEM Co. Ltd., dan Brunp, anak usaha Contemporary Amperex Technology Ltd (CATL). Kedua perusahaan bersama-sama dengan Tsingshan Group, IMIP, dan Hanwa (Jepang) membentuk PT Qing Mei Bang New Energy Materials Indonesia (QMB) untuk membangun pabrik bahan baku baterai kendaraan listrik.
Pada 2019, Bloomberg menyebutkan GEM adalah perusahaan daur ulang baterai terbesar dunia dan produsen kobalt yang sudah dimurnikan terbesar kedua Tiongkok.
Sedangkan CATL adalah perusahaan pemasok baterai kendaraan listrik terbesar di dunia berdasarkan penjualan. Perusahaan ini menyuplai baterai ke Volkswagen, BMW, dan Honda, ditambah beberapa perusahaan mobil besar Tiongkok. Pada tahun 2018, Fortune melaporkan CATL mengeruk laba USD 512 juta.
Wajah Nikel Indonesia
Selama ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, yakni 23,7 persen dari total cadangan dunia. Kandungan nikel terbesar ini terdistribusi pada tiga daerah, yakni Sulawesi Tenggara (32 persen), Maluku Utara (17 Persen), dan Sulawesi Tengah (26 persen).
Riset Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) berjudul ‘Rangkaian Pasok Nikel Baterai dari Indonesia dan Persoalan Sosial Ekologi’ menyebutkan potensi rantai suplai produk nikel baterai Indonesia dari perusahaan pengolahan nikel di Morowali, Obi, dan Weda, terdapat perusahaan pemasok baterai global. Perusahaan itu terhubung dengan beberapa merek otomotif dunia seperti Tesla, BMW, Honda, hingga industri otomotif regional di Cina.
Mereka mencatat terdapat dua pabrik komponen baterai nikel dibangun pada tahun 2019 di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Dua perusahaan itu adalah PT. QMB New Material Energy dengan nilai investasi 998,57 miliar Dolar AS dan PT. Huayue Nickel and Cobalt dengan nilai investasi 1,28 miliar Dolar AS.
Pemilik saham PT. QMB terkait dengan perusahaan pemasok baterai untuk otomotif. Pertama adalah GEM Co.ltd, perusahaan ini menguasai 8 persen tambang nikel di Cina, 30% pasar global komponen baterai berbahan nikel dan kobalt, serta 20% pasar dunia precursor ternary power battery.
Bersama ECOPRO, perusahaan komponen baterai EV asal Korea Selatan, mereka menyepakati untuk memasok 170.000 ton bahan katoda litium NCA selama 2019-2023. GEM juga masuk ke rantai suplai perusahaan baterai global lainnya, yakni Samsung SDI. Hal tersebut terlihat dari patungan ECOPRO dan Samsung SDI dalam membangun pabrik material katoda NCA di Pohang, Korea Selatan pada tahun 2020.
Pabrik ini diperkirakan mulai memproduksi pada tahun 2022. Samsung SDI memiliki kontrak suplai baterai dengan penghasil mobil listrik asal Eropa: BMW, Volkswagen, dan Volvo.
Kedua adalah Contemporary Amperex Technology Co., Ltd. (CATL) yang menguasai saham melalui anak usahanya Brunp Recycling Technology Co, Ltd. CATL merupakan perusahaan baterai kendaraan yang berbasis di Ningde, Cina. CATL juga menjadi penjual baterai EV tertinggi dunia di 2017dengan menyingkirkan Panasonic.
Pada tahun 2020, CATL meneken kontrak dengan Tesla Inc. untuk pasokan baterai bagi mobil listrik Model 3 yang diproduksi di pabrik barunya di Shanghai, Cina. Adapun durasi kontrak ini selama dua tahun yaitu 2020-2022. Setahun sebelumnya, CATL menandatangani MoU dengan produsen EV asal Jepang, Honda Motor untuk menyuplai baterai li-ion hingga tahun 2027 dengan kapasitas penyimpanan 56 GWh.
Produsen EV global lain yang menjadi pelanggan CATL adalah BMW. Produsen mobil asal Jerman ini menandatangani kontrak untuk pasokan baterai selama tahun 2020-2031 dengan kontrak senilai USD 11,07 miliar. CATL juga menjadi pemasok bagi produsen mobil listrik kaliber dunia lain seperti Toyota (Jepang), Daimler, BMW, dan Volkswagen (Jerman); Hyundai Motor (Korea Selatan), dan PSA (Prancis).
Smelter rencananya juga dibangun di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera oleh PT Halmahera Persada Lygend (HPL) dengan perkiraan modal sebesar 1,5 miliar Dolar AS . Fasilitas ini diperkirakan menghasilkan 246.750 ton nikel sulfat dan 31.800 ton kobalt sulfat per tahun. Konstruksi pembangunan pabrik ini mulai dilakukan pada September 2018 dan produksi diperkirakan dapat dimulai pada Desember 2020.
HPL merupakan perusahaan patungan Zhejiang Lygend Investment Co., Ltd. dan Harita Group. Zhejiang Lygend merupakan perusahaan asal Cina yang bergerak di industri nikel. Melalui Ningbo Lygend Mining Co. yang merupakan anak perusahaannya, Ltd.
Zhejiang Lygend dapat dikatakan sebagai perusahaan yang baru memasuki industri mineral untuk sektor produksi baterai kendaraan listrik. Namun perusahaan ini tercatat sebagai importir bijih nikel nomor satu di Tiongkok pada 2016-2019. Impor tersebut berasal dari Filipina, New Caledonia, Turki, dan Tanzania.
SHARE