Koalisi: Ada Upaya Sistematis Lemahkan Perjuangan Kinipan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hukum
Jumat, 03 September 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Kepala Desa (Kades) Kinipan, Willem Hengky tersandung kasus hukum. Ia dituduh melakukan korupsi Dana Desa Tahun Anggaran 2019. Koalisi Keadilan untuk Kinipan menganggap kasus hukum yang menjerat Kades Kinipan ini adalah bentuk pelemahan perjuangan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Laman Kinipan dalam mendapatkan pengakuan dari pemerintah daerah. Anggapan itu didasarkan bahwa Kades Willem Hengky termasuk tokoh penting di desa yang mendukung perjuangan MHA Laman Kinipan.
Juru Bicara Koalisi Keadilan untuk Kinipan, Aryo Nugroho Waluyo dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya menyebut, penetapan tersangka terhadap Kades Kinipan Willem Hengki, oleh pihak Kepolisian
Resor Lamandau dengan sangkaan melakukan korupsi Dana Desa bertolak belakang dengan fakta yang sesungguhnya.
Aryo menjelaskan, kasus ini berawal saat Kades Willem Hengki didatangi oleh pihak CV Bukit Pendulangan yang diwakili oleh Ratno, kontraktor pelaksana Proyek Jalan Pahiyan (nama jalan desa). Pihak CV Bukit Pendulangan kala itu datang bersama Emban, mantan Kepala Desa Kinipan yang menjabat sebelum Willem Hengky. Kedatangan pihak CV Bukit Pendulangan ini terjadi pada Desember 2018 lalu, hanya berselang beberapa waktu setelah Willem Hengky dilantik sebagai Kades Kinipan, untuk periode pertama masa jabatannya.
Maksud kedatangan pihak CV Bukit Pendulangan ini adalah untuk menagih pembayaran Proyek Jalan Pahiyan yang telah dikerjakan pada tahun sebelumnya. Dasar dari penagihan tersebut, kata Aryo, adalah surat kerja sama antara Desa Kinipan dengan CV Bukit Pendulangan No.140/92/KI/IX/2017 tentang Pembangunan Usaha Tani di Desa Kinipan, tertanggal 8 September 2017.
"Saat ditagih, Willem Hengki tidak serta merta langsung membayar pekerjaan yang telah dikerjakan oleh CV Bukit Pendulangan tersebut. Ia terlebih dahulu meminta pendapat dari warga terkait persoalan penagihan itu yang dilakukan oleh CV Bukit Pendulangan," kata Aryo dalam konferensi pers yang digelar Koalisi pada Kamis (2/9/2021).
Aryo menuturkan, jumlah tagihan hutang pembayaran proyek yang disampaikan pihak CV Bukit Pendulangan awalnya sebesar sekitar Rp400 juta. Namun Kades Willem Hengky meminta kepada pihak CV Bukit Pendulangan untuk melakukan penghitungan ulang. Hasilnya, hutang yang harus dibayarkan Pemerintah Desa kepada CV Bukit Pendulangan atas pekerjaan proyek jalan 2017 itu sebesar sekitar Rp350 juta.
Kemudian pada 25 Januari 2019, dilaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrembang) Desa Kinipan, yang menghasilkan kesepakatan bahwa dana untuk pembayaran pekerjaan Proyek Jalan Pahiyan yang dikerjakan pada 2017 dianggarkan pada 2019 dan tertuang di dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) 2019.
Aryo mengatakan, Kades Willem Hengky juga melakukan koordinasi dengan sejumlah instansi mengenai persoalan tersebut, di antaranya Dinas Pembinaan Masyarakat Desa dan Inspektorat Kabupaten Lamandau. Dari hasil koordinasi tersebut didapatkan satu kesimpulan bahwa pekerjaan proyek yang dikerjakan pada 2017 itu dapat dibayarkan, dengan syarat pekerjaan tersebut tidak fiktif serta tidak terjadi mark up (penggelembungan) perhitungan.
"Oleh sebab itu, Kepala Desa Kinipan pada akhirnya melakukan pembayaran utang kepada CV Bukit Pendulangan atas pekerjaan di tahun 2017 berupa pembukaan Jalan Desa Pahiyan sepanjang 1.300 meter dan pekerjaan pembersihan jalan pada tahun 2019."
Namun pada Februari 2020, Inspektorat Kabupaten Lamandau mengeluarkan surat No.700/21/II/2020/INSP tentang Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus atas Pelaksanaan Belanja Modal, Belanja Barang Jasa dan Bantuan Keuangan Tahun Anggaran 2017 sampai dengan Tahun Anggaran 2019 pada Pemerintahan Desa Kinipan Kecamatan Batang Kawa Kabupaten Lamandau.
"Pemeriksaan khusus yang dilakukan Inspektorat tersebut merupakan perintah dari Bupati Lamandau," ujar Aryo.
Anehnya dalam laporan Inspektorat itu disebutkan bahwa pekerjaan pada 2019 merupakan pekerjaan fiktif. Hingga pada 10 Agustus 2021, berdasarkan surat pemanggilan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Lamandau No. Gil/44/VIII/RES.3.35/2021/Reskrim, Kades Kinipan Willem Hengky dinyatakan statusnya sebagai tersangka, terkait dugaan tindak pidana korupsi penggunaan Dana Desa tahun 2019.
"Koalisi Keadilan untuk Kinipan menduga kuat bahwa kasus yang menimpa Kepala Desa Kinipan merupakan suatu upaya sistematis untuk melemahkan perjuangan masyarakat adat Laman Kinipan untuk mendapatkan pengakuan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau. Hal ini dikuatkan dengan fakta bahwa permohonan masyarakat adat Laman Kinipan untuk memperoleh pengesahan dari Bupati Lamandau hingga hari ini belum juga dipenuhi," tegas Aryo.
Jika melihat fakta kasus, imbuh Aryo, pihaknya berpendapat bahwa pembayaran proyek yang telah dilakukan pada 2019 merupakan pembayaran untuk Pembukaan Jalan Pahiyan yang telah dikerjakan pada 2017, serta pekerjaan Pembersihan Jalan Pahiyan yang dikerjakan pada 2019. Sehingga tuduhan dalam laporan Inspektorat yang menyebut pekerjaan pada 2019 adalah fiktif, tidaklah beralasan.
"Pemerintah Kabupaten Lamandau semestinya dengan segera memberikan jaminan perlindungan terhadap masyarakat adat dan hutan adat Kinipan. Upaya-upaya untuk menghentikan perjuangan komunitas semacam ini harus dihentikan sekarang juga."
Kasus Hukum Kades Kinipan Menghambat Perjuangan Hak Kinipan
Di tempat sama, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Tengah (Kalteng) Dimas N. Hartono menyebut, perjuangan MHA Laman Kinipan mendapatkan hak atas wilayah adatnya saat ini masih saja terhambat beragam permasalahan. Akibatnya hak-hak masyarakat adat tidak terpenuhi oleh pemerintah. Apabila hal ini dibiarkan maka penyelesaian persoalan di akan semakin berlarut.
Dimas mengaku tidak ingin Kalteng dianggap sebagai provinsi yang tidak bersedia memberikan hak-hak terhadap masyarakat adat. Padahal masyarakat adat di Kalteng memiliki banyak kebudayaan yang variatif dan banyak dan sub-sub suku yang besar.
"Nah untuk Masyarakat Adat Kinipan yang merupakan bagian dari Dayak Tomun, kami berharap wilayah adatnya bisa diberikan kembali kepada mereka. Karena merekalah yang menjaga hutan, tidak merusak apalagi menjual hutan mereka untuk dijadikan investasi yang akhirnya merusak ekosistem dan menyebabkan permasalahan bencana ekologis ke depannya."
Dimas melihat, kasus hukum yang dialami Kades Willem Hengky akan menjadi salah satu permasalahan yang akan menghambat pemberian hak masyarakat di Laman Kinipan. Dimas menilai hingga kini tidak terlihat ada niat baik dari pemerintah untuk memberikan hak-hak dan pengakuan bagi MHA Laman Kinipan.
Danar dari Badan Pengurus Harian (BPH) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Kalteng, kasus hukum yang dialami Kades Willem Hengky ini adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari konflik yang terjadi antara MHA Laman Kinipan dan PT Sawit Mandiri Lestari (SML).
Hal ini terindikasi dari, yang pertama, bagaimana proses penersangkaan Kades Willem Hengky dengan mudahnya dilakukan. Yang mana Bupati Lamandau memerintahkan Inspektorat Daerah untuk melakukan Pemeriksaan Khusus terhadap Laporan Keuangan Dana Desa Kinipan Tahun 2019, yang menghasilkan penilaian adanya proyek fiktif yang terjadi dan hasil laporan Inspektorat itu langsung disambut oleh pihak kepolisian dengan penetapan Kades Willem Hengky sebagai tersangka. Padahal pada kasus-kasus serupa, biasanya hanya akan dianggap sebagai maladministasi saja.
"Kedua, Kades ini dijadikan tersangka tunggal. Sementara yang menerima uang itu tidak dijadikan tersangka. Kemudian adanya penggiringan opini untuk mendukung pandangan proyek fiktif hanya memfokuskan pandangan pada proyek 2019 saja. Sementara objek yang dituduhkan itu ada secara fisik dan dimulai dari 2017 namun belum ada pembayaran."
Danar menjelaskan, Kades Willem Hengky memiliki peran penting dalam perjuangan MHA Laman Kinipan dalam mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Apalagi saat ini tengah dibentuk Pantia Verifikasi MHA, yang artinya peran Willem Hengky di Pemerintahan Desa Kinipan, dalam konteks perjuangan MHA Laman Kinipan mendapatkan pengakuan, menjadi sangat penting.
"Di tengah proses pengakuan masyarakat adat yang diinisiasi oleh Kabupaten Lamandau dalam bentuk pembentukan Panitia Verifikasi Masyarakat Adat, ketika kepala desa Kinipan itu di-PJS-kan dan pengganti sementaranya itu berasal dari orang di luar Kinipan, maka ini menjadi hal yang akan merugikan bagi masyarakat Kinipan dalam perjuangan pengakuannya secara formal."
Bupati Lamandau Tampik Adanya Upaya Pelemahan Perjuangan Kinipan
Menanggapi tudingan Koalisi yang menyebut bahwa kasus hukum Kades Willem Hengky merupakan upaya sistematis untuk melemahkan perjuangan MHA Laman Kinipan, Bupati Lamandau Hendra Lesmana mengatakan, kasus hukum Kades Willem Hengky itu tidak ada kaitannya dengan perjuangan MHA Laman Kinipan dalam mendapatkan pengakuan dari Pemerintah Daerah.
"Tidak ada kaitannya, itu dua hal yang berbeda," ujar Hendra Lesmana, Kamis (2/9/2021).
Kemudian soal pengakuan yang dimohonkan oleh Komunitas Masyarakat Adat Laman Kinipan, Hendra menjelaskan, berkas yang diajukan oleh Komunitas Adat Laman Kinipan dikembalikan oleh Tim Panitia MHA Kabupaten Lamandau untuk dilengkapi sesuai ketentuan dan sampai saat ini berkas tersebut belum diajukan lagi ke Tim Panitia MHA.
"Catatan, dikembalikan lo ya, bukan ditolak. Adapun persoalan hukum yang sedang dialami Kades Kinipan, tentu kita menerapkan praduga tidak bersalah. Oleh sebab itu silakan dibuktikan di pengadilan, jangan diseret-seret ke persoalan lain," tambah Hendra Lesmana.
SHARE