Kurangi Metana atau Hadapi Bencana Krisis Iklim
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Perubahan Iklim
Kamis, 12 Agustus 2021
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Para ahli memperingatkan, hanya dengan mengurangi karbon dioksida (CO2) tidaklah cukup untuk menyelesaikan krisis iklim. Dunia harus bertindak cepat pada gas rumah kaca lain yang kuat, metana, untuk menghentikan kenaikan suhu global.
Ilmuwan iklim terkemuka akan memberikan peringatan paling keras mereka, bahwa kita sedang bergegas ke ambang bencana iklim, dalam laporan penting yang disampaikan pada Senin kemarin. Laporan penilaian keenam yang diterbitkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim itu merupakan tinjauan komprehensif mengenai pengetahuan dunia tentang krisis iklim dan bagaimana tindakan manusia mengubah planet ini. Laporan ini menunjukkan secara rinci seberapa dekat dunia dengan perubahan yang tidak dapat diubah.
Salah satu poin tindakan utama bagi pembuat kebijakan kemungkinan adalah peringatan bahwa metana memainkan peran yang semakin besar dalam pemanasan yang berlebihan di planet ini. Gas kaya karbon, yang dihasilkan dari peternakan, sumur gas serpih dan ekstraksi minyak dan gas konvensional yang dikelola dengan buruk, memanaskan dunia jauh lebih efektif daripada karbon dioksida. Metana memiliki potensi pemanasan lebih dari 80 kali lipat CO2, tetapi memiliki waktu yang lebih pendek di atmosfer, bertahan selama sekitar satu dekade sebelum terdegradasi menjadi CO2.
Durwood Zaelke, Presiden Institute for Governance and Sustainable Development sekaligus peninjau utama untuk IPCC mengatakan, pengurangan metana mungkin satu-satunya cara untuk mencegah kenaikan suhu 1,5 derajat C di atas tingkat pra-industri, di luar itu cuaca ekstrem akan meningkat dan titik kritis dapat dicapai.
"Memotong metana adalah peluang terbesar untuk memperlambat pemanasan antara sekarang dan 2040. Kita harus menghadapi keadaan darurat ini,” katanya, dikutip dari The Guardian.
Zaelke mengatakan, pembuat kebijakan harus memperhatikan temuan IPCC tentang metana sebelum pembicaraan iklim PBB, Cop26, di Glasgow pada November nanti.
"Kita perlu melihat di Cop26 sebagai pengakuan atas masalah ini, bahwa kita perlu melakukan sesuatu untuk ini."
Mengurangi metana dinilai dapat menyeimbangkan dampak penghentian bertahap batu bara, yang merupakan tujuan utama Cop26, lantaran batu bara merupakan bahan bakar fosil paling kotor dan telah menyebabkan kenaikan tajam dalam emisi dalam beberapa tahun terakhir. Betapapun penggunaan batu bara memiliki efek iklim yang merugikan, namun partikel belerang yang dihasilkannya melindungi Bumi dari pemanasan dengan membelokkan sebagian sinar matahari.
Hal itu berarti, efek langsung dari pemotongan penggunaan batu bara bisa meningkatkan pemanasan, meskipun melindungi Bumi dalam jangka menengah dan panjang. Zaelke mengatakan pemotongan metana bisa mengimbangi itu. Defosilisasi, menurutnya, tidak akan menyebabkan pendinginan setidaknya sampai sekitar tahun 2050. Sulfur yang jatuh dari atmosfer akan membuka kedok pemanasan yang sudah ada dalam sistem.
"Perubahan iklim seperti maraton, kita harus tetap berada dalam perlombaan. Memotong karbon dioksida tidak akan menyebabkan pendinginan dalam 10 tahun ke depan, dan lebih dari itu kemampuan kita untuk mengatasi perubahan iklim akan sangat terganggu sehingga kita tidak akan dapat melanjutkannya. Memotong metana memberi kita waktu," kata Zaelke.
Mengurangi emisi metana juga dinilai dapat menghemat uang. Penilaian PBB menemukan bahwa sekitar setengah dari pengurangan metana yang dibutuhkan dapat dicapai dengan pengembalian cepat.
Zaelke mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan membuat kesepakatan baru, di samping kesepakatan Paris, yang akan mencakup metana dan mengharuskan negara-negara untuk mengurangi gas mereka secara tajam.
"Saya memperkirakan kita harus memiliki kesepakatan metana global," katanya.
Metana juga diproduksi dengan mencairnya lapisan es, dan ada indikasi bahwa gelombang panas Siberia dapat meningkatkan emisi gas. Namun, emisi skala besar dari pencairan lapisan es dianggap masih jauh, sementara emisi metana dari pertanian dan industri dapat diatasi hari ini.
Level metana telah meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir, yang disebabkan oleh gas serpih, gas konvensional yang tidak dikelola dengan baik, pengeboran minyak dan produksi daging. Menurut Program Lingkungan PBB, tahun lalu emisi metana naik dengan jumlah rekor.
Data satelit menunjukkan, beberapa sumber utama metana adalah sumur minyak dan gas Rusia yang tidak dikelola dengan baik. Gas dapat diekstraksi dari pengeboran konvensional menggunakan teknik modern yang kesemuanya menghilangkan emisi metana yang lekas hilang atau tidak disengaja. Tetapi sementara negara-negara seperti Qatar menangani metana, Rusia, yang merupakan pihak dalam perjanjian iklim Paris 2015 tetapi tidak banyak berusaha untuk mengurangi emisinya, memiliki beberapa infrastruktur yang paling bocor.
"Saat ini lebih dari 40% gas Uni Eropa adalah gas berat metana dari Rusia, yang lebih buruk daripada batu bara untuk iklim. Uni Eropa harus mulai mengukur dan kemudian mengatur emisi metana dari semua impor gas alamnya untuk memulai pembersihan gas alam global," kata Paul Bledsoe, mantan penasihat iklim Gedung Putih yang sekarang bekerja di Progressive Policy Institute di Washington.
SHARE