Menteri Luhut: SVLK Penting Agar Tak Ulang Kesalahan Masa Lalu
Penulis : Betahita.id
Hutan
Sabtu, 23 Mei 2020
Editor :
BETAHITA.ID - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan legalisasi produk hutan berkelanjutan melalui sistem verifikasi legalitas kayu atau SLVK penting dilakukan.
“Kayu harus kita kelola dengan benar, jangan sampai kita salah lagi seperti beberapa puluh tahun yang lalu," kata Luhut saat memimpin rapat koordinasi virtual terkait pengelolaan produk hutan berkelanjutan seperti dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu, 23 Mei 2020.
Menurut Luhut, legalisasi dalam bentuk SLVK merupakan perwujudan good forest governance terhadap pasar internasional. Di samping itu, negara-negara tujuan ekspor kayu, seperti Uni Emirat, Jepang, Korea, Australia, dan Cina pun telah mensyaratkan jaminan legalisasi kayu tersebut.
Sejalan dengan perbaikan pengelolaan, Luhut berpesan ketentuan luas penampang kayu produk industri kehutanan harus dapat memenuhi permintaan negara tujuan ekspor. Selain itu, produsen harus meningkatkan efisiensi bahan baku dan harga jual.
Pelaksana tugas Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Maritim dan Investasi Nani Hendiarti mengklaim sejak terbitnya SVLK, legalisasi kayu Indonesia sudah mulai dipercaya. Ia menyitir data 2013 hingga 2019 yang mencatatkan tren ekspor produk industri kehutanan meningkat. "Sedangkan Vietnam dan Malaysia, SLVK ini sedang berproses. Jadi kita terdepan," tuturnya.
Adapun ekspor kayu olahan dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni kayu merbau dan non-merbau. Nani menjelaskan, saat ini kontribusi volume kayu merbau lebih rendah dibandingkan dengan non-merbau.
Kayu merbau adalah kayu produksi yang berasal dari Papua dan sebagian Maluku. Kayu ini merupakan hasil hutan yang umumnya disebut kayu besi. Serikat Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) telah menempatkan jenis merbau ke kategori rentan sejak 1998.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengusulkan pemberlakuan legalisasi SVLK bersifat wajib bagi industri pengolahan kayu hulu. "Sedangkan untuk industri hilir, legalisasi itu sifatnya voluntary (sukarela)," tuturnya.
Tadinya pemerintah mencabut ketentuan SVLK melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, yang terbit pada Kamis, 14 Mei 2020. Aturan itu hendak membatalkan dokumen syarat V-Legal yang menjadi tanda legalitas kayu di Indonesia atau biasa disebut Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Atas desakan berbagai pihak, akhirnya pencabutan SVLK dibatalkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 45 Tahun 2020.
SHARE