Persaingan atas Mineral Harus Hormati HAM dan Lingkungan - Kajian
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Tambang
Selasa, 13 Mei 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Persaingan untuk mendapatkan bahan mineral penting kian menguat di seluruh dunia. Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Tiongkok dilaporkan telah melakukan perundingan perjanjian dengan negara-negara produsen demi mendapatkan lithium, kobalt, nikel, tembaga, dan mineral lain yang digunakan dalam teknologi energi terbarukan, industri pertahanan, dan chip yang digunakan untuk menggerakkan kecerdasan buatan.
Meski begitu persaingan penguasaan mineral tersebut harus menghormati hak asasi manusia dan lingkungan. Dalam hal ini pengawasan pemerintah yang kuat terhadap industri pertambangan sangatlah penting. Demikian disampaikan dalam sebuah pernyataan bersama yang publikasikan Climate Rights International.
“Seiring dengan meningkatnya peran mineral dalam politik global dan transisi energi, pemerintah harus memastikan bahwa perlindungan hak asasi manusia dan lingkungan, serta kebutuhan untuk mengatasi kemiskinan dan ketidaksetaraan, menjadi bagian penting dalam pembicaraan mengenai apakah dan bagaimana mineral-mineral ini diekstraksi,” tulis pernyataan bersama yang dirilis, 7 Mei 2025.
Dalam pernyataan bersama itu, disebutkan bahwa banyak dari cadangan mineral dunia ditemukan di negara-negara yang terkena dampak konflik dan negara-negara yang memiliki korupsi endemik dan peraturan pemerintah yang lemah. Industri pertambangan juga memiliki rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia, termasuk keterkaitannya dengan konflik bersenjata dan kerusakan lingkungan.

Pada 28 April 2025, Human Rights Watch dan Climate Rights International mengajukan rekomendasi kepada pelapor khusus PBB untuk promosi dan perlindungan hak asasi manusia dalam konteks perubahan iklim, yang sedang menyusun laporan tentang praktik-praktik terbaik dalam mengamankan mineral untuk energi terbarukan sambil mempromosikan hak-hak dan pengentasan kemiskinan.
Sebelumnya, pada September 2024, sebuah panel PBB menekankan urgensi penghapusan bahan bakar fosil dan perlunya memastikan transisi energi tidak digunakan untuk membenarkan praktik-praktik yang tidak bertanggung jawab dalam penambangan dan pengolahan mineral.
“Pengajuan kami didasarkan pada pekerjaan yang mendokumentasikan hilangnya lahan, deforestasi, polusi beracun, dan pelanggaran lainnya dalam industri pertambangan di Guinea, Indonesia, Panama, Amerika Serikat, dan Zambia,” tulis pernyataan bersama.
Laporan tersebut menggarisbawahi bahwa regulasi pertambangan yang kuat di negara-negara penghasil mineral merupakan jalur perlindungan paling penting bagi masyarakat dan pekerja serta cara terbaik untuk memastikan pendapatan dari pertambangan berkontribusi pada pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Menurut kelompok masyarakat sipil itu, perjanjian internasional, termasuk perjanjian penyelesaian sengketa antara investor dan negara, tidak boleh digunakan untuk melemahkan kemampuan pemerintah dalam menegakkan hukum lingkungan, hak asasi manusia, dan antikorupsi nasional secara ketat.
"Investor dan pembeli mineral harus mewajibkan perusahaan pertambangan yang bekerja sama dengan mereka untuk menegakkan standar hak asasi manusia dan lingkungan yang kuat," kata mereka.
SHARE