DPR Dipandang Tak Bernyali Evaluasi Hilirisasi

Penulis : Aryo Bhawono

Tambang

Minggu, 16 Februari 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Warga lingkar tambang Halmahera Tengah, Maluku Utara, merasa DPR tak berpihak kepada korban tambang di sekitar kawasan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Komisi XII DPR yang bertandang ke IWIP pada 26 Desember 2024 lalu sama sekali tak mampir ke kampung warga lingkar tambang.

Kekecewaan warga lingkar tambang Halmahera Tengah ini mereka tumpahkan melalui aksi di Kawasan Pesisir Desa Lelilef, Kecamatan Weda Tengah pada Kamis (13/2/2025). Warga Desa Lelilef Sawai, Hernemus Takuling, menyebutkan aksi ini sebagai bentuk sikap ketidakpercayaan terhadap Komisi XII DPR saat berkunjung ke IWIP pada Kamis, 26 Desember 2024.

"Siang ini kita ada di sini karena kita memprotes anggota dewan DPR RI yang turun beberapa bulan yang lalu. Karena kenapa? Karena mereka turun di sini (seharusnya) bukan cuma ketemu dengan IWIP, tapi paling tidak ketemu dengan masyarakat yang hari ini menjerit dengan adanya kehadiran PT IWIP, yang menurut kami itu sangat merugikan," ujarnya melalui rilis pers yang diterima redaksi pada Kamis (13/2/2025).

Ia menilai, kedatangan legislator itu tidak berpihak kepada warga yang ada di lingkar tambang, terutama soal situasi dan kondisi yang dialami warga saat ini. Tapi justru sebaliknya, DPR lebih berfokus pada akumulasi modal yang diperoleh negara atas hadirnya industri pengolahan nikel PT IWIP.

Warga lingkar tambang Halmahera Tengah ini melakukan aksi protes di Kawasan Pesisir Desa Lelilef, Kecamatan Weda Tengah pada Kamis (13/2/2025).

Seharusnya panja (panitia kerja yang dibentuk Komisi XII DPR RI) turut bertandang ke desa lingkar tambang, mulai dari Desa Lelilef Sawai, Lelilef Woebulan, Trans Kobe, dan Kobe Itepo, Gemaf, dan Sagea.

“Kalau bisa kami juga ikut diundang untuk hadir dalam rapat dengar pendapat, itu yang menjadi harapan kami masyarakat yang ada di Weda Tengah dan sekitarnya," ucapnya.

Selain tidak menemui warga korban PT IWIP, para wakil rakyat itu malah lebih menyoroti rusaknya beberapa jembatan timbang di kawasan IWIP. Temuan tersebut kemudian dianggap merugikan negara. 

Kehadiran DPR RI, kata dia, lebih pada konteks pendapatan negara melalui sektor industri pertambangan, bukan soal rusaknya ruang hidup warga.

Hernemus menyebutkan kehadiran warga dari berbagai desa lingkar tambang ini menunjukkan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diklaim pemerintah membawa kesejahteraan justru bertentangan dengan apa yang dialami oleh warga. Mereka justru mengalami perampasan lahan produktif warga yang berakibat pada hilangnya sumber-sumber pangan, kerusakan hutan yang mengakibatkan banjir berulang, pencemaran sungai, laut, hingga polusi udara. 

Warga Desa Sagea sekaligus Juru Bicara Koalisi #SaveSagea, Mardani Lagayelol, mengatakan kehadiran PT IWIP membuat ruang hidup warga terus tergerus. Hampir semua konsesi tambang nikel yang berada di Halmahera, termasuk di balik kampung Sagea, terus mengalami penggusuran hutan, pembongkaran bukit-bukit yang kemudian ore nikelnya dipasok ke PT IWIP. 

“Tambang itu bikin sumber air minum kami tercemar. Kami dari Koalisi #Save Sagea mendesak DPR RI dan pemerintah untuk menetapkan kawasan Karst Sagea sebagai area yang dilindungi,” katanya.

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Maluku Utara, Julfikar Sangaji mengatakan, DPR dan Pemerintah mestinya membentuk Panitia Kerja (Panja) atau Panitia Khusus (Pansus) untuk mendalami aktivitas perusahaan yang telah mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup dan HAM. Mereka seharusnya berani mengevaluasi atau bahkan mencabut status PSN dan Objek Vital Nasional (Obvitnas) yang diberikan oleh bekas Presiden Joko Widodo kepada PT IWIP.  

“Kami memandang DPR dan Pemerintah tidak bernyali berhadapan dengan perusahaan pengolahan nikel terbesar di dunia ini. Apalagi harus keras dengan mencabut status PSN dan Obvitnas yang melekat pada PT IWIP,” kata dia.

SHARE