Sumatera Terang Minta Prabowo Matikan PLTU Batu Bara
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
PLTU
Kamis, 30 Januari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Presiden Prabowo Subianto mendapatkan banyak pesan dari berbagai kelompok sipil dalam 100 hari pemerintahannya. Salah satunya pesan agar rezim Prabowo-Gibran Rakabuming Raka, serius dalam mematikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dan percepatan transisi energi, khususnya di Sumatera.
Pesan tersebut disampaikan Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB). Gabungan kelompok masyarakat sipil di Sumatera itu menganggap penghentian operasi PLTU dan transisi energi perlu dilakukan. Alasannya karena korban akibat proyek listrik energi kotor terus berjatuhan.
Dalam sebuah rilis, Koordinator STuEB, Ali Akbar, menyebut 9 PLTU batu bara yang beroperasi di Sumatera telah berdampak pada kesehatan, ekonomi sosial hingga menimbulkan konflik. Tercatat ada 2.803 orang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), penyakit paru-paru, dan penyakit kulit.
“Selain itu, dampak terjadi di sektor ekonomi nelayan. Nelayan mengalami penurunan pendapatan dikarenakan ikan sudah menjauh. Nelayan mengeluarkan biaya melaut lebih besar dari sebelumnya dan hasilnya hanya sedikit bahkan tidak mendapatkan ikan,” kata Ali, Jumat (24/1/2025).
Tidak cukup sampai di situ, warga Desa Padang Kuas, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, juga terdampak dari beroperasinya jaringan transmisi saluran udara tegangan tinggi (SUTT) yang menghubungkan pembangkit dengan jaringan listrik. Setelah adanya proses uji coba pembangkit pada 2019, fenomena rusaknya barang elektronik warga dimulai. Tercatat ada 165 barang elektronik rusak, 4 orang tersetrum listrik.
Soal gugatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang yang baru saja diputuskan oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta—yang menggugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan peningkatan sanksi yaitu pembekuan atau cabut izin lingkungan PLTU Ombilin, Ali menganggap bahwa antara tuntutan dengan putusan hakim tidaklah relevan
Soal sanksi, lanjut Ali, beberapa perusahaan pembangkit di Sumatera juga mendapatkan sanksi atas pembuangan limbah fly ash bottom ash (FABA), namun upaya peningkatan sanksi ini tidak terlihat.
"Justru yang terlihat adalah pemerintah memberikan karpet merah bagi perusahaan, dengan menghilangkan kategori FABA menjadi limbah non B3,” kata Ali.
Ia mencontohkan, PLTU batu bara Teluk Sepang, PLTU batu bara Pangkalan Susu, PLTU batu bara Keban Agung, PLTU batu bara Semarang dan PLTU lainnya, tidak melakukan pembuangan limbah FABA berdasarkan aturan dan pengelolaan lingkungan.
Koordinator wilayah Lembaga Tiga Beradik Jambi, Deri Sopian mengatakan dampak lainnya operasasi PLTU, yakni berupa transportasi batu bara dari tambang hingga ke stokpile yang telah memakan korban.
“Setahun yang lalu, di Jambi terjadi kemacetan selama 20 jam akibat angkutan batu bara yang menggunakan jalan umum. Ada 176 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 112 orang meninggal,” kata Deri.
Di tempat lainnya, Koordinator Sumatera Selatan Bersih, Boni Bangun menyatakan, di Sumatera Selatan (Sumsel) ada 16 PLTU batu bara yang sudah beroperasi, dan 2 PLTU lainnya dalam tahap pendirian. Hal tersebut menurutnya cukup ironis, mengingat kapasitas listrik Sumsel sudah surplus.
“Kelebihan daya di Sumsel sebanyak 1,2 GW, sedangkan di Sumatera sendiri, kelebihan daya sebesar 4,6 GW. Sudah sepantasnya pemerintah segera mematikan PLTU batu bara,” kata Boni.
Direktur Yayasan Apel Green Aceh, Syukur Tadu, mengatakan PLTU 1&2 Nagan Raya telah mempersempit ruang hidup masyarakat di sana. Pencemaran lingkungan lewat asap dan debu hasil pembakarannya telah mengancam kesehatan warga terutama anak-anak
“Solusi terbaiknya adalah pensiun dini PLTU 1&2 Nagan Raya,” kata Syukur.
Syukur juga menyebutkan, praktik pembakaran batu bara dengan biomassa atau disebut co-firing yang dilakukan oleh PLTU 1&2 Nagan Raya malah memperburuk kondisi lingkungan. Ssap yang semakin pekat dan debu yang semakin banyak telah mengundang bencana penyakit ISPA dan mengancam lingkungan bermain anak.
“Sudah saatnya beralih ke energi yang lebih bersih, karena nyawa manusia lebih berharga dibandingkan PLTU,” tuturnya.
Desakan agar pemerintah mematikan PLTU ini sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan akan menghentikan PLTU dalam kurun waktu 15 tahun mendatang, yang ia sampaikan saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Rio de Janeiro, Brasil, pada Selasa (19/11/2024) waktu setempat.
STuEB menganggap pernyataan Prabowo di atas lebih ambisius dari rencana kebijakan dan investasi komprehensif (JETP) dengan porsi energi terbarukan sebesar 44% dari bauran energi nasional di 2030, dan mencapai net-zero emission untuk sektor ketenagalistrikan di 2050.
“Dari seluruh gambaran tersebut, saatnya Presiden Prabowo sebagai Kepala Negara segera mengevaluasi PLTU batu bara di Sumatera sebagai alat legitimasi untuk mematikan PLTU batu bara yang terbukti menyengsarakan rakyat,” kata Ali.
SHARE