Asam di Gunung, Garam Sudah di Darat: Laporan Badan Pangan PBB

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Sabtu, 14 Desember 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Luas lahan di dunia yang terkena dampak kelebihan garam akan meningkat dengan cepat dan berpotensi menimbulkan dampak buruk terhadap produksi pangan, demikian temuan penelitian terbaru. 

Sekitar 1,4 miliar hektare, yang setara dengan 10% lahan global, terkena dampak salinitas, dan 1 miliar hektare lagi diklasifikasikan sebagai “berisiko”, demikian temuan laporan dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB.

Kondisi ini sudah memiliki dampak yang serius terhadap pertanian, karena secara global sekitar sepersepuluh dari lahan pertanian beririgasi dan jumlah yang sama dari lahan pertanian tadah hujan terkena dampak kelebihan garam. Dalam beberapa kasus, potensi kerugian hasil panen mencapai 70%. 

Beberapa negara terbesar dan terpadat di dunia terkena dampak paling parah, termasuk Tiongkok dan Amerika Serikat, Rusia, Australia, dan Argentina. Kawasan Asia Tengah juga merupakan wilayah yang paling terkena dampaknya, di mana Afganistan, Kazakhstan, dan Uzbekistan terkena dampak paling parah, sementara Iran dan Sudan juga termasuk di antara negara-negara yang terkena dampak terburuk. Kesepuluh negara ini mencakup 70% tanah yang terkena dampak garam secara global.

Ilustrasi Bumi. Dok. Unsplash

Sementara itu negara paling rentan terhadap dampak salinitas akibat kenaikan permukaan air laut adalah negara kepulauan kecil, Indonesia, Bangladesh, Belanda, Thailand, dan Vietnam. Negara-negara ini memiliki populasi besar yang tinggal di pesisir.

Menurut laporan tersebut lebih dari satu jiwa terancam risiko banjir yang semakin meningkat dan salinitas pada akhir abad ke-21. Lebih dari 70 persen total penduduk yang saat ini tinggal di lahan terdampak di seluruh dunia hanya berada di delapan negara Asia: Bangladesh, Tiongkok, India, Indonesia, Jepang, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Indonesia sendiri memiliki 2,2 juta hektare tanah yang paling parah terdampak salinitas. 

Para ilmuwan FAO menemukan bahwa kerusakan iklim dan praktik pertanian yang buruk adalah penyebabnya. Ketika suhu meningkat, luas tanah yang terkena dampak garam kemungkinan akan meningkat menjadi seperempat hingga sepertiga dari seluruh daratan pada akhir abad ini, jika tren yang ada saat ini tidak dihentikan.

Meskipun sejumlah garam diperlukan untuk tanaman, salinitas yang berlebihan mengurangi kesuburan tanah. Terlalu banyak garam menyerap air, sehingga ketersediaannya lebih sedikit untuk diserap oleh tanaman. Garam juga mengubah struktur fisik tanah, menyebabkannya menggumpal, dan membuatnya lebih rentan terhadap erosi.

Kelangkaan air, drainase yang buruk, dan eksploitasi tanah yang berlebihan merupakan faktor utama di balik peningkatan salinitas. Kenaikan permukaan laut akan memperburuk hal ini, dengan masuknya air asin ke wilayah pesisir.

Petani sering kali terdorong untuk melakukan praktik buruk karena adanya tekanan untuk meningkatkan hasil panen dalam jangka pendek, sehingga menciptakan masalah jangka panjang. Penggunaan air secara global telah meningkat enam kali lipat dalam satu abad terakhir, menurut laporan tersebut, dan eksploitasi berlebihan terhadap akuifer untuk irigasi menyebabkan salinisasi air tanah. Para petani juga mengairi tanaman dengan kualitas air yang buruk atau air asin, memompa air secara berlebihan untuk memberi makan tanaman mereka, dan menggunakan pupuk kimia secara berlebihan. Menghapus vegetasi yang berakar dalam, termasuk pohon, juga dapat meningkatkan salinitas tanah.

FAO menemukan bahwa, selain mengatasi krisis iklim, cara terbaik untuk memulihkan kesuburan tanah adalah melalui kombinasi teknik tradisional seperti pemberian mulsa, melapisi tanah dengan bahan gembur, dan meningkatkan rotasi tanaman, serta inovasi termasuk mengembangkan tanaman yang tahan garam, serta penggunaan bakteri, jamur dan tanaman yang menghilangkan atau menyerap garam.

Laporan tersebut dipresentasikan pada Forum Tanah dan Air Internasional, yang berlangsung di Bangkok, pada Rabu, 11 Desember 2024. 

Meningkatnya suhu global dan meningkatnya tekanan pada pertanian menyebabkan kekeringan lahan di seluruh dunia. Seiring dengan meningkatnya salinitas dan menurunnya kesuburan tanah, kombinasi faktor-faktor ini menciptakan ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap produksi pangan, demikian peringatan para ahli.

SHARE