Kasus Sungai Krueng Trang Tak Jua Terang
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Lingkungan
Rabu, 11 Desember 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Lingkungan di sekitar Sungai Krueng Trang, Kecamatan Tadu Raya, di Kabupaten Nagan Raya, Aceh, diduga tercemar limbah aktivitas perusahaan perkebunan sawit. Sayangnya, sampai kini belum terlihat langkah konkret yang diambil pemerintah daerah, termasuk audit lingkungan di sekitar sungai yang diharapkan dapat segera dilakukan.
Direktur Apel Green Aceh, Rahmad Syukur, mengatakan desakan audit lingkungan tersebut tak hanya disuarakan masyarakat sipil, tapi juga sudah direkomendasikan oleh Komnas HAM kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Nagan Raya, sebagaimana tertuang dalam Surat Nomor 912/PM.00.01/3.5.1/VI/2024.
Dalam surat tersebut, Komnas HAM merekomendasikan agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nagan Raya, melalui DLHK, melakukan pengujian kualitas lingkungan hidup di beberapa titik sepanjang aliran Krueng Trang. Pengujian ini harus mencakup kualitas air, air limbah, udara, limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), limbah padat, tanah, dan sedimen.
“Selain itu, hasil pengujian tersebut wajib dipublikasikan untuk memenuhi hak publik atas informasi,” kata Rahmad, Senin (10/12/2024).
Selain itu, lanjut Rahmad, Komnas HAM juga meminta Pemkab Nagan Raya untuk melibatkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas Laboratorium Lingkungan (P3KLL) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan guna melakukan audit lingkungan. Audit ini bertujuan untuk memeriksa dampak aktivitas PT Beurata Subur Persada (BSP) terhadap lingkungan.
Rahmad menuturkan, apabila terbukti terjadi pencemaran, Komnas HAM merekomendasikan agar Pemkab Nagan Raya memberikan sanksi administratif kepada PT BSP sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2013, dan mengajukan gugatan atas kerugian lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Pasal 90 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tapi, imbuhnya, hingga saat ini DLHK Nagan Raya belum menunjukkan langkah konkret dalam melaksanakan rekomendasi tersebut. Tidak ada publikasi hasil pengujian laboratorium terkait kualitas lingkungan hidup di beberapa titik penting seperti Krueng Trang di Desa Babah Dua, Sungai Alue Gajah, dan Dusun Batee Puteh (Gagak Desa Lamie).
“Bahkan, hingga kini belum ada kejelasan terkait penyebab fenomena ikan mati yang diduga tercemar limbah sawit,” ucapnya.
Rahmad bilang, Apel Green Aceh menilai DLHK Nagan Raya telah melanggar sejumlah regulasi, di antaranya Pasal 28F UUD 1945 yang menjamin hak setiap orang untuk memperoleh informasi, serta Pasal 71 dan 72 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan bahwa pemerintah wajib melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM.
Selain itu, DLHK juga dinilai tidak melaksanakan amanah UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama pada Pasal 3 huruf a dan g serta Pasal 65 ayat 1, 2, dan 4. Pelanggaran lainnya juga tercatat dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, khususnya pada Pasal 4 ayat 1-3, Pasal 6 ayat 3, dan Pasal 7 ayat 1.
“Dalam momentum Hari HAM Sedunia ini, kami mendesak DLHK Nagan Raya untuk menunjukkan keberanian dan tanggung jawabnya dengan mempublikasikan hasil laboratorium terkait dugaan pencemaran lingkungan,” ujarnya.
Menurut Rahmad, informasi ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap hukum dan perlindungan HAM. Demi memastikan kebenaran dugaan terjadinya pencemaran itu, DLHK wajib memberikan penjelasan secara terbuka kepada masyarakat.
Rahmad menambahkan, sikap DLHK yang terkesan menutupi informasi dari publik merupakan contoh buruk. Rahmad berharap, Pemkab Nagan Raya bisa segera menyampaikan kepada publik bila dugaan pencemaran tersebut tidak terbukti. Namun, sebaliknya, jika terbukti ada pencemaran, Pemkab Nagan Raya harus segera ambil langkah konkret sesuai rekomendasi Komnas HAM.
“Keberanian dan keseriusan DLHK Nagan Raya kini sedang diuji. Publik menunggu tanggapan nyata mereka untuk menegakkan kebenaran dan keadilan,” ujar Rahmad.
SHARE