Pemakan Hutan Kalimantan di Rantai Pasok PT Phoenix

Penulis : Aryo Bhawono

SOROT

Selasa, 10 Desember 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Ada kabar sedih dari Kalimantan. PT Phoenix Resources International mulai melakukan produksi chip kayu. Empat perusahaan pemasoknya terindikasi sebagai perusahaan pelaku deforestasi. Rumah orangutan, kali ini subspesies Kalimantan Barat Daya, terancam ikut disikat.

Dokumen Pengujian Hasil Pelaksanaan Verifikasi Legalitas Hasil Hutan di Hilir dan Pasar menunjukkan empat perusahaan menjadi pemasok kayu bagi pabrik chip kayu itu adalah PT Industrial Forest Plantation (IFP), PT Mahakam Persada Sakti (MPS), PT Bakayan Jaya Abadi (BJA), dan PT Santan Borneo Abadi (SBA). 

Hingga  22 Oktober 2024 lalu stok bahan baku, yakni kayu bulat hutan budidaya dari hutan negara jenis akasia tercatat sebanyak 1.331,47 meter kubik (1.013,74 ton) dan eukaliptus sebanyak 44.560.17 m3 (36.622,65 ton). Seluruhnya disuplai oleh empat perusahaan pemasok tersebut, dengan rincian:

  1. PT IFP sebanyak 8.661,83 ton eukaliptus
  2. PT MPS sebanyak 22.649,14 ton eukaliptus
  3. PT BJA sebanyak 9.479,64 ton eukaliptus dan 1.996,91 ton akasia
  4. PT SBA sebanyak 4.066,89 ton eukaliptus

Hutan alam yang dibuka di PT IFP. Sumber: Laporan ‘Hutan Tanaman Industri Nusantara Fiber Group’

Ekskavator menimbun kayu bulat

Laporan Aidenvironment berjudul ‘Hutan Tanaman Industri Nusantara Fiber Group’ yang dirilis pada Februari 2021 menyebutkan keempatnya tercatat sebagai perusahaan pelaku deforestasi di Kalimantan. Mereka tak hanya menggunduli hutan tetapi juga diduga membabat area lindung dan habitat satwa, termasuk orangutan. 

Laporan itu menyebutkan PT IFP, PT MPS, PT BJA, dan PT SBA merupakan empat dari enam perusahaan di bawah Nusantara Fiber Group. Grup perusahaan ini  memiliki konsesi seluas 242.000 ha di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

PT IFP memiliki konsesi seluas 101.840 ha di Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, PT MPS seluas 25.410 ha di Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur, PT BJA seluas 15.475 ha di Kutai barat Provinsi Kalimantan Timur, dan PT SBA 37.825 ha di Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. 

Deforestasi oleh anak perusahaan Nusantara Fiber, PT Industrial Forest Plantation. Sumber: Laporan �

Deforestasi PT IFP  mencapai 10.700 ha pada rentang dari tahun 2016 sampai akhir bulan Oktober 2020. Sebagian besar deforestasi tersebut terjadi pada tahun 2020 (seluas 5.800 ha) dan 2019 (seluas 3.200 ha).

Konsesi milik PT IFP  tumpang tindih dengan hutan habitat orangutan kalimantan barat daya (Pongo pygmaeus wurmbii), yaitu subspesies dari spesies orang utan Kalimantan. Spesies satwa ini terancam kritis, menurut Daftar Merah Spesies Terancam IUCN.

Selain pada konsesi PT IFP terdapat kawasan lindung seluas 15.800 hektar terdiri dari sempadan sungai seluas 3.600 hektar, daerah perlindungan satwa liar (DPSL) seluas 3.200 hektare, kawasan pelestarian plasma nutfah (KPPN) seluas 3.300 hektare, dan kawasan hutan bergambut seluas 5.700 hektare. Penilaian dari tahun 2014 atas nama PT IFP telah memastikan keberadaan orang utan di dalam batas areal konsesi, serta jenis satwa lain dan tanaman yang dilindungi, termasuk 29 spesies burung, 22 spesies mamalia, 6 jenis reptil dan 15 spesies pohon dan tanaman.

Orangutan terancam punah di Kalimantan Tengah. Sumber: Laporan Aidenvironment

Dokumen audit dari badan sertifikasi pada bulan Juli 2020 mengidentifikasi konflik lahan di dalam areal konsesi berupa klaim oleh masyarakat/petani atas total lahan seluas 22.100 ha.

PT SBA melakukan deforestasi seluas 12.300 ha dari tahun 2016 sampai akhir bulan Oktober 2020. Sebagian besar deforestasi tersebut terjadi pada tahun 2018 (seluas 4.400 ha), 2017 (seluas 4.000 ha), dan 2019 (seluas 2.400 ha). 

Analisis tumpang susun batas izin PT SBA bertumpang tindih sebagian dengan areal konsesi tambang. Deforestasi di dalam areal konsesi sejak tahun 2016 yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan pertambangan tidak termasuk dalam penghitungan deforestasi oleh PT SBA sejak tahun 2016.

Kawasan lindung PT SBA tercatat  seluas 8.817 ha. Sebagian besar terdiri dari kawasan lindung yang ditentukan dalam laporan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) seluas 4.531 ha, hutan lindung seluas 2.191 ha, dan sempadan sungai seluas 1.191 ha.

Deforestasi oleh anak perusahaan Nusantara Fiber, PT Santan Borneo Abadi. Foto: laporan ‘Hutan Tan

Pada dokumen audit dari bulan Desember 2019 dan Desember 2020, gangguan dan kegiatan budi daya masih terjadi di dalam kawasan lindung. Dokumen audit dari bulan Desember 2019 juga menyatakan bahwa kegiatan pembukaan lahan yang dilakukan dekat kawasan konservasi pada tahun 2019 mengganggu keberadaan orangutan di kawasan tersebut.

Sedangkan dokumen audit dari badan sertifikasi pada bulan Desember 2020 juga mengidentifikasi konflik lahan di dalam area konsesi berupa penyerobotan dan klaim oleh masyarakat atas lahan seluas 5.100 ha. Selain itu, terjadi tumpang tindih lahan dengan areal izin pertambangan seluas 5.100 ha dan area perkebunan kelapa sawit seluas 700 ha.

PT MPS melakukan deforestasi seluas 1.800 ha dari tahun 2016 sampai akhir bulan Oktober 2020. Sebagian besar deforestasi tersebut (seluas 1.200 ha) terjadi pada tahun 2016.

Deforestasi oleh anak perusahaan Nusantara Fiber, PT Mahakam Persada Sakti. Sumber: Laporan ‘Hutan

Dokumen audit badan sertifikasi pada Januari 2020 menyebutkan penetapan kawasan lindung seluas 3.363 ha yang terdiri dari sempadan sungai seluas 1.441 ha, daerah perlindungan satwa liar (DPSL) seluas 337 ha, kawasan pelestarian plasma nutfah (KPPN) seluas 463 ha, dan kawasan lindung lain/NKT seluas 1.122 ha. Gangguan dan kegiatan budi daya masih terjadi di dalam kawasan lindung.

Dokumen audit dari bulan Januari 2020 mengacu pada laporan dari tahun 2016, terdapat 10 spesies tanaman dan 9 spesies satwa (termasuk orangutan) yang teridentifikasi di dalam areal konsesi berstatus terancam kritis, terancam berbahaya atau rentan di Daftar Merah IUCN.

Pada dokumen audit dari Januari 2019 menyatakan salah satu kepala desa mengaku orangutan masih sering masuk kebun masyarakat untuk mencari makanan.

Sedangkan dokumen audit Januari 2020, PT MPS tercatat terlibat dalam konflik klaim lahan dengan masyarakat seluas 3.453 ha pada akhir tahun 2019.

Deforestasi oleh anak perusahaan Nusantara Fiber, PT Bakayan Jaya Abadi. Sumber: Laporan Aidenvironm

PT BJA melakukan deforestasi seluas 800 ha dari tahun 2016 sampai akhir bulan Oktober 2020. Sebagian besar deforestasi tersebut (seluas 600 ha) terjadi pada tahun 2019.

Dokumen audit badan sertifikasi mencatat pada bulan Maret 2020 kawasan lindung seluas 2.274 ha, yang terdiri dari daerah perlindungan satwa liar seluas 1.135 ha, sempadan sungai seluas 789 ha, dan kawasan konservasi plasma nutfah seluas 350 ha

Pemerintah sendiri sudah menetapkan perubahan fungsi untuk tiga kawasan di sebelah selatan kawasan besar di PT BJA. Sekitar 6.100 ha sudah beralih fungsi dari hutan produksi (HP) menjadi areal penggunaan lain (APL).

Menurut dokumen audit tersebut, peralihan fungsi kawasan berkaitan terutama dengan tumpang tindih lahan dengan areal konsesi perusahaan kelapa sawit PT Kalimantan Agro Makmur di wilayah itu.

Laporan The Gecko Project menyebutkan empat perusahaan itu dan dua perusahaan lainnya, kemudian membentuk grup usaha PT Borneo Hijau Lestari (BHL). Namun penelusuran atas kelompok usaha ini terhambat pemilik manfaatnya berada di luar negeri yang memiliki yurisdiksi kerahasiaan

Laporan deforestasi pemasok PT Phoenix Resources International, PT IFP tercatat juga dalam laporan ‘Babat Kalimantan: Deforestasi di Rantai Pasok Royal Golden Eagle (RGE Group) dan Kaitan RGE Dengan Pabrik Pulp Baru di Kalimantan Utara’ yang disusun pada Mei 2023 oleh beberapa lembaga, seperti Auriga Nusantara, Greenpeace Indonesia, Rainforest Action Network, Wood and Wayside International, serta Environmental Paper Network.

Pembukaan hutan alam yang terdeteksi di dalam area konsesi PT Industrial Forest Plantation, 2016–2022.

PT IFP, tulis laporan itu, mengelola area konsesi seluas 101.840 hektare di Kalimantan Tengah. Selama periode 2016–2022, luas deforestasi pada area konsesi perusahaan itu seluas 21.827 ha. Puncak kehilangan hutan tahunan mencapai 6.790 ha pada 2022. 

Hasil analisa dengan tumpang susun habitat orang utan dalam peta habitat milik Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (sekarang Kementerian Kehutanan/ Kemenhut) menunjukkan hampir seluruh area konsesi PT IFP, termasuk hutan yang belum lama dibabat, teridentifikasi sebagai habitat orangutan.

Foto area konsesi PT Industrial Forest Plantation di Kalimantan Tengah , diambil padaOktober 2022.

Selain itu basis data penerimaan negara bukan pajak (PNBP) milik Pemerintah Indonesia mengindikasikan bahwa hampir 60.000 meter kubik kayu bulat besar dari hutan alam (diameter lebih dari 30 sentimeter) ditebang oleh PT IFP pada 2022. 

“Perusahaan ini kala itu memasok kayu untuk pabrik kayu milik PT Balikpapan Chip Mill (BCM) di Balikpapan,” tulis laporan itu. 

SHARE