Perundingan Busan Gagal Akhiri Polusi Plastik
Penulis : Kennial Laia
Lingkungan
Selasa, 03 Desember 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Kesepakatan mengenai perjanjian untuk mengakhiri polusi plastik gagal dicapai Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5), yang digelar di Busan, Korea Selatan. Kesepakatan dinilai tidak memadai, sementara prosesnya berjalan lambat.
Berakhir pada Senin, 2 Desember 2024 pukul 03.00 pagi waktu setempat, pertemuan berlangsung selama seminggu dan dihadiri perunding dari hampir 200 negara. Selama diskusi, negara-negara mengalami perpecahan yang mendalam antara yang berambisi tinggi mengupayakan perjanjian yang mengikat secara global untuk membatasi produksi dan menghentikan penggunaan bahan kimia berbahaya, dan negara yang berpikiran sama yang ingin fokus pada limbah.
Negosiasi tersebut diakhiri dengan draf naskah perjanjian plastik yang kontroversial dan tidak memadai untuk mengakhiri pencemaran plastik. Forum pleno memutuskan untuk memperpanjang sesi negosiasi ke tahun depan.
Aliansi Zero Waste Indonesia mengatakan negosiasi tanpa hasil memuaskan ini memperlihatkan kegagalan negara-negara di dunia untuk menyepakati perjanjian penting guna mengakhiri pencemaran plastik yang menjadi salah satu penyebab utama Triple Planetary Crisis (tiga krisis planet).
Ketua INC Luis Vayas mengusulkan teks yang disirkulasikan pada 1 Desember 2024 sebagai draft text untuk negosiasi tahun depan. Menurutnya tidak ada pasal yang dapat disetujui sampai semua teks diterima oleh semua negosiator.
Pada sesi pleno yang baru dimulai Minggu, 1 Desember 2024 pukul 21.00 waktu Busan, sebagian besar anggota negosiasi, 95 negara, mendukung Meksiko untuk tetap memasukkan pengurangan produksi plastik primer global dalam Pasal 3 draft teks perjanjian. Selain itu, 85 negara juga mendukung Rwanda untuk mewujudkan perjanjian yang ambisius.
Pertemuan negosiasi kelima perjanjian plastik di Busan, mirip dengan perundingan perubahan iklim di Baku Azerbaijan baru-baru ini, yang diwarnai dengan kurangnya komitmen kolektif negara-negara penghasil minyak dan gas untuk mengatasi akar permasalahan pencemaran plastik.
Perundingan terpecah antara negara-negara yang didominasi oleh kepentingan penghasil plastik besar dan industri, dan negara-negara korban bukan produsen plastik, yang paling rentan terdampak pencemaran plastik. Negara-negara produsen biang plastik, seperti olefin dan aromatik, menghambat upaya-upaya untuk membatasi produksi plastik secara signifikan dan menghilangkan bahan kimia berbahaya dalam plastik. Tekanan dari negara-negara migas ini juga terjadi di luar ruang negosiasi.
Peluang perubahan di INC-5.2
Direktur Jenderal Otoritas Manajemen Lingkungan Rwanda dan ketua delegasi Rwanda, Juliet Kabera, mengatakan: “Sudah saatnya kita menganggap (isu ini) serius dan menegosiasikan perjanjian yang sesuai dengan tujuan dan tidak dibuat untuk gagal.” Pernyataan tersebut diikuti gemuruh tepuk tangan dan standing ovation hampir semua delegasi.
Sementara itu ketua delegasi Panama, Juan Carlos Monterrey Gomez, menyatakan: “Menunda negosiasi tidak akan menunda krisis [plastik].”
Para pengamat masyarakat sipil mengatakan INC-5.2 menjadi harapan dan peluang untuk memperkuat pasal-pasal yang akan dinegosiasikan agar perjanjian plastik dapat menjawab dan mengatasi krisis pencemaran plastik global, di semua siklus plastik, dari hulu sampai ke hilir.
“Sudah saatnya negara-negara produsen bahan baku plastik untuk mengakui dan menyadari bahwa strategi mereka harus berubah sesuai perkembangan global dan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan generasi masa depan. Mendorong peningkatan produksi plastik akan meningkatkan polusi, dan mempercepat kepunahan semua makhluk hidup,” kata Yuyun Ismawati dari Nexus3 Foundation.
“Indonesia juga harus meninjau kembali rencana strategi industri jangka menengah dan jangka panjang, membatasi produksi plastik-plastik yang berpotensi bermasalah, hapus dan kendalikan bahan kimia plastik, dan mengurangi pajanan kimia di seluruh siklus plastik,” ujarnya.
Juru Kampanye Walhi Nasional Abdul Ghofar menyayangkan kegagalan negara-negara menyepakati perjanjian plastik pada negosiasi kelima tersebut. Pasalnya terdapat lebih dari 100 negara yang sepakat mendorong pengurangan produksi plastik. Menurutnya, tantangan besar datang dari negara-negara produsen plastik yang menghambat adanya perjanjian kuat dan mengikat.
“Negosiasi tambahan tahun depan harus jadi momentum negosiasi terakhir untuk mengakhiri pencemaran plastik. Kami berharap negara-negara Asia, termasuk Indonesia bergabung dengan koalisi negara-negara ambisi tinggi yang selama negosiasi kelima menunjukkan keberpihakan pada lingkungan hidup dan kesehatan manusia” ujarnya.
SHARE