Dua Pejuang Lingkungan Torobulu Diputus Lepas
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Lingkungan
Rabu, 02 Oktober 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Hasilin (31 tahun) dan Andi Firmansyah (42 tahun) divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Andoolo, pada Selasa, 1 Oktober 2024. Dua warga Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan, ini sebelumnya dikriminalisasi karena memperjuangkan lingkungan dari aktivitas tambang nikel di desanya.
Dalam putusan pengadilan yang dibacakan oleh majelis hakim, Hasilin dan Andi dinyatakan tidak bersalah sebagaimana yang disangkakan telah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 162 Undang-Undang Minerba junto Pasal 55 KUHP. Dalam putusan, Hakim Ketua Nursinah, menyatakan pertama, terdakwa Andi Firmansyah terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana.
Kemudian yang kedua, melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum. Ketiga, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya serta menetapkan beberapa barang bukti lainnya.
Sebelumnya, Hasilin dan Andi Firmansyah, dilaporkan oleh PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) saat aksi membentangkan spanduk penolakan aktivitas pertambangan di pemukiman warga. Saat itu, Hasilin meminta eskavator pertambangan untuk berhenti melakukan penggalian dan Firmansyah membuang segenggam tanah ke depan bucket eskavator dan memberi kode kepada operator agar alat berat itu berhenti.
“Majelis hakim menganggap berdasarkan unsur pasal yang didakwakan kepada Hasilin dan Andi Firmansyah sekaligus mengingat pada fakta persidangan, terdakwa dan masyarakat Torobulu lainnya telah melakukan upaya-upaya yang memenuhi kriteria perjuangan atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," ujar Muhammad Ansar dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Senin (1/10/2024).
Putusan ini, lanjut Ansar, membuktikan bahwa aksi protes yang dilakukan oleh Hasilin dan Andi Firmansyah, serta usaha mempertanyakan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) PT WIN merupakan bentuk partisipasi publik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta merupakan upaya mereka untuk mendapatkan kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Ditinjau menurut Peraturan Mahkamah Agung (PerMA) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup, kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT WIN meskipun dilakukan di dalam area IUP, perusahaan wajib memperhatikan dan melindungi hak-hak masyarakat atas lingkungan yang baik dan sehat yang dijamin oleh ketentuan perundang-undangan.
Pertimbangan majelis hakim juga selaras dengan pendapat saksi ahli dalam persidangan, Prof. Andri Gunawan. Dalam persidangan, saksi ahli menerangkan bahwa yang lebih penting adalah adanya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait Amdal, proses ini mencakup keterlibatan masyarakat dalam penyusunan, penilaian, hingga pengoreksian Amdal sebelum berubah menjadi izin lingkungan.
Peristiwa pada 6 November 2023, saat Hasilin dan Andi Firmansyah bersama warga Torobulu lainnya melakukan aksi penolakan tambang di pemukiman warga, merupakan satu-satunya cara yang tersisa bagi Warga Torobulu, dalam upaya menghentikan aktivitas pertambangan sekaligus mempertanyakan Amdal.
“Fakta ini terungkap di persidangan bahwa masyarakat Desa Torobulu sama sekali tidak dilibatkan secara aktif dan transparan dalam penyusunan Amdal PT WIN," kata Ady Anugrah Pratama dari Trend Asia.
Perusahaan, imbuh Ady, juga tidak melakukan sosialisasi sehingga adalah wajar secara hukum apabila masyarakat Desa Torobulu mempertanyakan Amdal PT WIN yang melakukan kegiatan penambangan di sumber mata air dan di sekitar wilayah pemukiman masyarakat Desa Torobulu.
"Saat ini kita justru harus mempertanyakan sikap kepolisian dan jaksa, mengapa memproses laporan PT WIN yang sudah jelas merugikan warga,” ucap Ady.
Ady melanjutkan, putusan lepas Hasilin dan Andi Firmansyah ini semakin menunjukan bahwa setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup di mana pun mereka berada, terutama mereka yang berada di sekitar pertambangan tidak perlu merasa takut untuk bersuara, menyampaikan protes atau pendapat karena tindakan tersebut bukanlah sebuah tindak pidana. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim serta pemerintah harus memastikan jaminan perlindungan terhadap pejuang lingkungan hidup bisa dilaksanakan.
“Dari persidangan dua warga ini kita bisa melihat dua hal yakni betapa problematiknya UU Minerba karena keberadaan Pasal 162 berpotensi mengkriminalisasi warga yang menyuarakan aktivitas pertambangan karena merugikan mereka," kata Ady.
Namun, sambung Ady, vonis lepas dari dua warga Torobulu ini bisa menjadi penguat bagi masyarakat Indonesia lainnya yang sedang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bahwa tindakan mereka bukanlah hal yang melawan hukum, bahkan warga-warga yang saat ini sedang berjuang melawan aktivitas industri ekstraktif di wilayah mereka bisa disebut sebagai pejuang lingkungan.
SHARE