PT SARI Dihukum Bayar Rp405 M atas Karhutla 1.000 Ha di Sulteng

Penulis : Kennial Laia

Karhutla

Kamis, 04 April 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Satu lagi perusahaan perkebunan kelapa sawit terbukti bersalah membakar lahan di dalam konsesinya. Kali ini PT Sari Asri Rezeki Indonesia, yang digugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak 2019, harus membayar ganti rugi kerusakan lingkungan senilai Rp405 miliar. 

Gugatan ganti kerugian dan pemulihan lingkungan ini berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di area konsesi PT Sari Asri Rezeki Indonesia seluas 1.000 hektare pada 2017-2018 di Desa Talodo, Lalolae, Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. 

Hukuman tersebut tercantum dalam putusan majelis hakim Mahkamah Agung pada 27 Maret 2024, yang mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) oleh KLHK dengan nilai gugatan sebelumnya sebesar Rp405 miliar. Jumlah ini terdiri dari kerugian ekologis Rp75 miliar, kerugian ekonomi Rp44,3 miliar, biaya pemulihan lingkungan hidup Rp286,15 miliar, serta biaya pelaksanaan penyelesaian sengketa lingkungan hidup Rp118,15 juta. 

“KLHK akan menyiapkan langkah eksekusi putusan setelah menerima isi putusan dan salinan Putusan MA dari PN Jakarta Pusat,” kata Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK, di Jakarta, Rabu, 3 April 2024.

Tim pemadam kebakaran dari Manggala Agni KLHK berupaya memadamkan api di lahan gambut di Kelurahan Tinengi, Tinondo, Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Dok Manggala Agni KLHK

Gugatan KLHK terhadap PT Sari Asri Rezeki Indonesia didaftarkan pertama kali di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat pada 24 September 2019. Namun majelis hakim PN Jakarta Barat melalui putusan Nomor 773/Pdt.G/LH/2019/PN.Jkt.Brt. tanggal 9 Maret 2021 menyatakan gugatan tersebut tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard), karena dianggap kurang pihak yaitu masyarakat.

KLHK kemudian mengajukan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melalui PN Jakarta Barat. Upaya ini gagal karena majelis hakim mengeluarkan amar putusan yang menguatkan  putusan sebelumnya di PN Jakarta Barat pada 6 Desember 2021. 

KLHK kemudian mengajukan peninjauan kembali melalui kepaniteraan PN Jakarta Barat pada 14 Juli 2022. Melalui situs resmi Mahkamah Agung diketahui bahwa upaya hukum ini dikabulkan oleh  majelis hakim MA dengan putusan perkara Nomor 169 PK/PDT/2024 pada 27 Maret 2024. 

Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani mengatakan, dengan dikabulkannya permohonan PK yang diajukan KLHK, perkara ini telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde) dan dapat dieksekusi apabila pihak PT SARI tidak melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela.

Roy, sapaan karibnya, mengatakan pihaknya mengapresiasi putusan PK tersebut, di mana majelis hakim menerapkan ketentuan Pasal 46 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup dan berpihak pada lingkungan hidup dalam putusannya dengan menerapkan prinsip in dubio pro natura.

“Berbagai upaya hukum yang kami lakukan terhadap PT SARI menunjukkan konsistensi dan komitmen KLHK dalam menghentikan karhutla. Ini juga untuk mengembalikan kerugian lingkungan hidup serta memulihkan fungsi lingkungan hidup yang rusak akibat karhutla di areal perkebunan kelapa sawit milik PT SARI tidak berhenti,” kata Roy. 

”Saya sudah meminta kepada kuasa hukum KLHK untuk segera menyiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk eksekusi putusan ini, hingga PT SARI memenuhi semua kewajibannya dalam putusan pengadilan yang telah inkracht van gewijsde,” ujar Roy. 

Roy berharap putusan tersebut dapat menjadi pembelajaran bagi setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk tidak melakukan pembakaran lahan dalam pembukaan maupun pengolahan lahan dengan cara membakar dan tidak membiarkan terjadinya kebakaran lahan di lokasi usaha dan/atau kegiatannya dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian. 

Rasio mendorong agar korporasi serius dalam menjalankan tata kelola perusahaan yang baik di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup khususnya kebakaran hutan dan lahan. 

Berdasarkan catatan KLHK, kementerian tersebut telah menggugat 24 perusahaan, di antaranya 18 putusan telah berkekuatan hukum tetap dan dalam proses eksekusi. Total nilai putusan yang sudah inkracht mencapai Rp9,23 triliun. Angka ini terdiri dari kerugian lingkungan hidup sebesar Rp2,29 triliun, dan pemulihan lingkungan sebesar Rp6,94 triliun. 

“Sejauh ini tindakan hukum yang kami lakukan terbukti telah memberikan dampak terhadap penghentian kerusakan dan pencemaran lingkungan,” kata Jasmin. 

SHARE