Perempuan Kapatcol Pesta Panen Hasil Sasi Laut di Raja Ampat
Penulis : Kennial Laia
Konservasi
Kamis, 28 Maret 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Setelah setahun penuh tidak mengambil hasil laut, para perempuan di Kampung Kapatcol, Misool Barat, Raja Ampat, Papua Barat Daya, mulai menyelam di wilayah kelolanya pada 25 Maret 2024. Hari itu menandai upacara buka sasi laut, sebuah tradisi lokal yang mendukung upaya pelestarian alam.
Sasi merupakan sistem adat dalam mengelola sumber daya alam pada suatu wilayah tertentu yang disepakati, di darat maupun di laut. Tradisi ini banyak diterapkan di Indonesia bagian timur. Sasi laut menerapkan aturan tidak tertulis yang mengatur akses terhadap wilayah penangkapan sumber daya laut, alat penangkapan, spesies target, serta waktu dan lokasi penangkapan.
Secara historis, wilayah sasi dikelola oleh laki-laki. Namun, pengelolaan sasi di Kapatcol dilakukan perempuan yang tergabung dalam kelompok Waifuna, yang menjadi kelompok sasi perempuan pertama dalam sejarah Papua yang memperoleh wilayah sasi dan hak kelola.
Kelompok Waifuna menjadi kelompok sasi perempuan pertama dalam sejarah Papua yang memperoleh wilayah sasi dan hak kelola.
Hak tersebut diakui sepenuhnya oleh pemerintah kampung, gereja, dan pemegang adat. Kelompok Waifuna awalnya memiliki wilayah kelola seluas 32 hektare, lalu meningkat menjadi 213 hektare pada 2019.
“Perempuan harus berada di garda terdepan dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Melalui sasi, kami memiliki kesempatan untuk turut berkontribusi dalam pelestarian alam di Kapatcol, karena kami sadar bahwa alam ini adalah milik generasi mendatang, sehingga diperlukan peran bersama untuk menjaganya,” kata Ketua Kelompok Waifuna, Almina Kacili, Senin, 25 Maret 2024.
Plt. Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan, dan Perikanan Provinsi Papua Barat Daya Absalom Solossa mengatakan, sasi laut yang dilakukan oleh kelompok Waifuna merupakan bagian dari pengelolaan berkelanjutan sumber daya kelautan di Raja Ampat.
“Lewat kiprah kelompok perempuan Waifuna, kita belajar bahwa perempuan dapat berperan penting dalam pelestarian lingkungan sekaligus melestarikan tradisi luhur seperti sasi, sebagai wujud dari pemanfaatan berbasis masyarakat adat di dalam Zona Sasi Kawasan Konservasi,” kata Absalom.
Konservasi alam berbasis kearifan lokal
Ketika sasi berlaku, sumber daya di perairan sama sekali tidak boleh diambil dalam kurun waktu tertentu (tutup sasi). Durasi ini tergantung kesepakatan antara kelompok pengelola sasi dengan perangkat kampung, mulai dari tiga hingga 12 bulan. Kelompok Waifuna sendiri memberlakukan periode setahun.
Ketika memasuki masa buka sasi, kelompok Waifuna dan warga kampung boleh memanen biota laut selama tiga hingga tujuh hari, termasuk teripang, lobster, dan lola. Setelah masa buka sasi selesai, maka wilayah sasi akan kembali ditutup untuk satu tahun ke depan. Tahun ini buka sasi berlangsung selama 25-28 Maret.
Tahun ini buka sasi berlangsung selama 25-28 Maret.
Seorang perempuan anggota kelompok Waifuna, Kapatcol, Raja Ampat, menyelam untuk panen biota laut. Dok Adia Puja Pradana/YKAN
Lukas Rumetna, Manajer Senior Bentang Laut Kepala Burung Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), organisasi yang mendampingi kelompok Waifuna sejak 2011 mengatakan, ada sejumlah aturan yang harus dipatuhi warga terkait panen hasil laut, termasuk jenis hewan dan ukurannya.
“Biota laut yang dipanen tidak boleh sembarangan. Mereka hanya boleh memanen jenis biota laut yang telah disepakati, seperti teripang dan lobster. Selain itu, ukuran biota laut yang boleh dipanen pun harus sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati, misalnya teripang yang boleh dipanen minimal 15 sentimeter panjangnya,” ujar Lukas.
“Biota laut yang dipanen tidak boleh sembarangan."
Alat tangkap yang digunakan atau cara panen pun tidak boleh sembarangan. Warga hanya boleh mengambil biota laut dengan cara menyelam dan mengambilnya dengan tangan kosong. Kegiatan ini disebut molo dalam bahasa setempat. Masyarakat juga diperbolehkan memanen biota laut di perairan dangkal menggunakan tombak kayu yang disebut tradisi balobe.
Lukas mengatakan, dampak tradisi ini membuat ekosistem perairan di wilayah sasi tetap terjaga secara berkelanjutan, sekaligus mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat Kampung Kapatcol. Hasil penjualan dari buka sasi digunakan untuk mendukung kegiatan keagamaan, sosial-kemasyarakatan, dan tabungan pendidikan bagi masyarakat.
Warga kampung Kapatcol, Raja Ampat, Papua Barat Daya, menurunkan papan sasi pada upacara buka sasi laut, Senin, 25 Maret 2024. Dok Adia Puja Pradana/YKAN
Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman mengatakan, kelompok perempuan di Kapatcol telah mempelajari banyak hal untuk penguatan kelompoknya, mulai dari manajemen organisasi, pemanfaatan hasil sasi, penguatan keterampilan, pengelolaan keuangan, pencatatan hasil, hingga dasar-dasar konservasi termasuk pemantauan populasi, ukuran, dan jenis biota yang bisa ditangkap.
Imran mengatakan, sebagai mitra pihaknya mendukung kelompok Waifuna dalam memastikan ekosistem dan wilayah sasi yang dikelola sesuai dengan prinsip konservasi yang berkelanjutan. Menurutnya, konservasi di wilayah Bentang Laut Kepala Burung bisa lebih efektif bila didukung oleh sistem sosial budaya dan peran perempuan yang terwujud menjadi kebijakan lokal.
Konservasi di wilayah Bentang Laut Kepala Burung bisa lebih efektif bila didukung oleh sistem sosial budaya dan peran perempuan.
“Salah satu contohnya adalah sasi yang dikelola oleh kelompok perempuan Waifuna di Kampung Kapatcol yang mampu memperbaiki kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat,” kata Imran.
“Bahkan, keberhasilan kelompok Waifuna dalam mengelola wilayah sasi menginspirasi kelompok perempuan di kampung lainnya, yaitu kelompok Joom Jak Sasi dari Kampung Aduwei dan kelompok Zakan Day dari Kampung Salafen di Misool Utara yang juga didampingi oleh YKAN,” kata Il Ilman.
Kelompok Sasi Perempuan Waifuna dari Kampung Kapatcol, Raja Ampat, menunjukkan hasil panen dari buka sasi laut, seperti teripang dan lola. Dok Adia Puja Pradana/YKAN
SHARE